Organisasi dan Kelompok Kerja
1.
Pengertian
Sejak
lahir sampai meninggal kita, sadar atau tidak, menjadi anggota dari satu atau
beberapa kelompok sosial. Begitu kita lahir kita menjadi anggota baru dari satu
kelompok keluarga, suami istri dan anak, atau ayah, ibu dan kakak-kakak.
Memasuki sekolah, kita menjadi anggota dari kelompok kelas di sekolah.
Disamping itu mungkin kita memasuki perkumpulan tari, perkumpulan olahraga,
kelompok diskusi sekolah dan sebagainya. Memasuki dunia pekerjaan, sebagai
tenaga kerja, kita menjadi anggota dari kelompok kerja kita, disamping menjadi
anggota dari perkumpulan-perkumpulan yang berkaitan dengan minat kita
(perkumpulan olahraga, perkumpulan kesenian, dan sebagainya), dengan keahlian
dan profesi kita masing-masing (misalnya persatuan sarjana hukum, ikatan
dokter, ikatan sarjana psikologi dan seterusnya). Dalam setiap kelompok dimana
kita menjadi anggota, kita memainkan peran yang berbeda-beda, sebagai ayah,
suami, ibu, istri, ketua, bendahara, anggota biasa, karyawan, kepala bagian,
dan seterusnya dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Selama hidup
kita tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh kelompok sosial yang
berbeda-beda dan sebaliknya kita dapat mempengerahui kelompok sosial yang
beraneka. Kita berada dalam interaksi yang bersinambung dengan lingkungan kita,
khususnya orang-orang yang berada langsung disekitar kita, baik yang langsung
dapat kita hubungi maupun yang tidak langsung dapat kita hubungi (misalnya
dihubungi melalui media massa, TV, radio, harian, majalah dan sebagainya).
Dalam bab ini kelompok sosial yang dibahas
adalah kelompok yang berada dalam satu organisasi kerja, kelompok kerja.
Meskipun demikian akan ada pengertian-pengertian dari kelompok kerja. Meskipun
demikian akan ada pengertian-pengertian dari kelompok kerja yang dapat berlaku
pula untuk kelompok sosial pada umumnya.
Dalam
membahas perilaku tenaga kerja dalam kelompok perlu selalu diingat bahwa tenaga
kerja tidak saja mendapat pengaruhnya dari kelompok kerjanya, tetapi juga
mendapat pengaruh dari kelompok lingkungan yang lain. Untuk kemudahan
analisisnya kita tidak membahas besarnya peran dari masing-masing kelompok
sosial pada seorang tenaga kerja.
Bagaimana
timbulnya kelompok kerja tidak dapat dipisahkan dari proses timbulnya
organisasi kerja tidak atau organisasi industri. Organisasi industri berkembang
melalui dua cara. Pertama, organisasi industri timbul dan berkembang
berdasarkan suatu perencanaan, suatu ‘cetak biru’ (blue print). Dengan modal
yang mencukupi, sesuai dengan yang diperlukan, kita dapat mendirikan suatu
perusahaan, perusahaan dagang, perusahaan manufaktur, perusahaan keungan,
perusahaan apa saja yang kita inginkan. Kita merencanakan visi, misi, tujuan,
bentuk, struktur fungsi perusahaannya. Kita carikan lokasinya tepat, kita
tetapkan peralatan, mesin-mesin, bahan-bahan yang kita perlukan. Setelah izin
untuk mendirikan perusahaan diperoleh kita mulai mewujudkan rencana pendirian
perusahaan, kita merealisasikan cetak biru. Gedung dibangun, mesin-mesin,
peralatan dan bahan-bahan dibeli, tenaga kerjanya dicari, diseleksi dan
diterima. Jika semua persiapan selesai mulailah perusahaan berfungsi. Kelompok
kerja yang terkecil sebagai satuan kerja, mulai beroperasi dalam kelompok kerja
yang lebih besar, yang beroperasi dalam kelompok kerja yang lebih besar, yang
beroperasi dalam organisasi perusahaan, yang beroperasi secara keseluruhan.
Organisasi industri mulai berinteraksi dengan sitem lainnya dilingkungannya.
Oraganisasi
industri dapat pula timbul dan berkembang mulai dari satu orang yang
berwiraswasta. Misalnya saja seorang ibu rumah tangga, kita namakan Ibu Tuti,
yang senang dan pandai memasak, suatu ketika menawarkan diri untuk memasakkan
makanan untuk tetangganya yang kebetulan sedang tidak mempunyai pembantu rumah
tangga, sedangkan suami-istri bekerja setiap hari. Tetangganya menyetujui dan
berterimakasih atas penawarannya. Ternyata masakan Ibu Tuti dirasakan sangat
nikmat dan tetangganya memutuskan untuk secara tepat minta Ibu Tuti memasakan
makanan untuk mereka setiap hari. Tidak hanya itu, ia pun menceritakan lezatnya
masakan Ibu Tuti kepada kenalannya. Kenalan-kenalan tetangga yang mempunyai
kesulitan yang sama meminta Ibu Tuti memasakkan makanan untuk mereka juga.
Perusahaan tempat kenalan tetangga bekerja sedang merencanakan untuk memberi
makan siang kepada karyawannya. Berdasarkan cerita kenalan tetangga perusahaan
menghubungi Ibu Tuti dan minya untuk memasakkan makan siang setiap hari kerja
untuk karyawannya. Kegiatan Ibu Tuti yang semula hanya bermaksud untuk membantu
tetangga yang berada dalam kesulitan berkembang menjadi satu usaha catering.
Pada permulaan Ibu Tuti sendiri yang merencanakanb lauk yang akan dimasak dan
menentukan bagaimana cara memasaknya. Ia didibantu oleh seseorang pembantu
rumah tangga yang berbelanja di pasar, membelu bahan-bahan masakan yang telah
ditetapkan oleh Ibu Tuti, dan di samping itu memasak lauk dan nasi sesuai
dengan petunjuk dari Ibu Tuti. Makin banyak pesanan datang, makin dirasakan
perkunya tambahan tenaga. Ibu Tuti mula-mula menambah satu tenaga untuk belanja
dan memasak lagi. Karena permintaan akan jasa dari Ibu Tuti terus meningkat,
tenaga belanja dan memasak makin bertambah. Ada tenaga yang terutama belanja
bahan-bahan masakan, ada tenaga yang khusus memasak. Bahkan ada tenaga yang
akhirnya khusus memasak masakan tertentu saja. Banyaknya tenaga yang memasak
menyebabkan Ibu Tuti tidak dapt mengawasi semua tenaga pemasak lagi. Ia
mengangkat beberapatukang masak untuk menjadi penyelia terhadap para tukang
masak. Dengan bertambahnya langganan timmbul diferensiasi pekerjaan,
diferensiasi mendatar, tukang belanja sekaligus menjadi tukang masak menjadi
tukang belanja dan tukang masak, diikutu dengan diferensiasi tegak, timbul
penyelia tukang masak. Juga timbul spesialisasi pekerjaan, tukang masak menjadi
tukang masak untuk lauk atau masakan tertentu saja. Pada tingkat Ibu Tuti
sebagai kepala kelompok kerja terjadi pula perubahan dalam tugas dan tanggung
jawabnya. Karena dirasakan menjadi terlali berat maka ia dibantu suaminya untuk
mengurus keuanggannya, uang penghasilan dan uang pengeluarannya. Terjadi dua
bidang kegiatan, bidang produksi atau operasi ( memasak, termasuk belanja) dan
biang keuangan (pembukuan penghasilan dan pengeluaran). Kita andaikan, Ibu
Tuti berjiwa wiraswasta dan berhasil
dalam usahanya, makanya usahanya yang semula merupakan usaha perorangan
berkembang menjadi usaha yang berstatus badan hukum, yang berkemungkinan untuk
terus berkembang menjadi induk perusahaan dengan beberapa anak perusahaan.
Oraganisasi yang semuka kecil (dua orang) menjadi organisasi yang besar, yang
terdiri dari berbagai kelompok kerja.
Pemecahan
satu perkerjaan dengan segala macam aspeknya (aspek produksi, aspek keungan,
aspek pemasaran dan penjualan, hubungan dengan langganan dan calon langganan,
aspek personalia) menjadi berbagai macam pekerjaan yang menunjukkan adanya
hubungan keterpautan anata pekerjaan-pekerjaan tersebut juga saling berkaitan
dalam suatu hubungan ketergantungan. Mereka saling memerlukan dan saling
mempengaruhi.
Organisasi
industri terdiri dari kelompok kerja yang saling berkaitan dalam satu tata
tingat. Likert (1961, 1967) berpendapat bahwa organisi dapat dipandang sebagi
sistem dari kelompok yang saling berkaitan. Kelompok yang saling berkaitan ini
dihubungkan oleh tenaga kerja yang menduduki jabatan kunci dan menjadi anggota
dari dua kelompok sekaligus, yang berfungsi sebagai pasak penghubung antara
kelompok-kelompok. Gambar 6.1 adalah Organisasi, kelompok kerja dan pasak
penghubung menurut Likert
Kelompok
kerja direksi merupakan kelompok kerja yang tertinggi. Setiap direktur menjadi
penyelia dari dua kepala divisi, merupakan pasak penghubung dari kelompok
kerjanya. Setiap kepala divisi menjadi penyelia dari kelompok kerjanya,
demikian seterusnya sampai kelompok kerja terendah dalam organisasi. Dlam
contoh adalah kelompok kerja dari kepala subagian.
Dari
uraian diatas sudah mulai jelas apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan kelompok
kerja. Robbins (1988:71) mengatakan bahwa:
“two
or more indivuals, interacting and interpedent, who come together to achieve
particular objective” – (kelompok terdiri dari dua atau lebih orang, yang
saling mempengaruhi dan saling tergangtung, yang datang bersama-sama untuk
mencapai sasaran tertentu)
Unsur-unsur
dari batasan tersebut ialah: (a) dua atau lebih orang, (b) saling mempengaruhi,
saling tergantung, dan (c) bersama-sama mencapai sasaran.
Schein
(1980:145) dalam bataqsan tentang kelompok memberikan beberapa unsur lain. Ia
berbicara tentang kelompok psikologikasl. Menurut dia kelompok psikologikal
adalah:
“any
number of people who (1) interact with one another, (2) are psychologycally
aware of one another, and (3) perceive themselves to be a group.” (sejumlah
orang yang (1) berinteraksi satu dengan yang lain, (2) secara psikologikal
sadar satu sama lain, dan (3) mempersepsikan diri mereka sendiri sebagai
kelompok).
Dua
hal yang tidak ditekankan pada batasan dari Robbins ialah kesadaran anggota
kelompok tentang keberadaan diri dan anggota kelompok lainnya serta persepsi
bahwa mereka membentuk satu kelompok.
Orang-orang
yang berkumpul dikumpul dikamar tunggu praktek dokter tidak merupakan kelompok,
karena mereka tidak berinteraksi dan tidak melihat diri mereka sebagai
kelompok. Misalnya para pramuniaga (salesman) atau para muwakil medikal
(medical representatives) dapat melihat diri mereka sebagai sekelompok tenaga
kerja dengan tugas yang sama, tetapi tidak merasa diri mereka tidak merupakan kelompok kerja. Jika dalam
kenyataan dijumpai adanya satuan kerja yang tidak mempersepsikan diri mereka
sebagai satu kelompok maka satuan kerja tersebut tidak akan berfungsi sebagaimana
diharapkan, menjadi satuan kerja yang tidak efektif.
Kedua
batasan tentang kelompok akan digunakan dalam pembahasan dalam bab ini
selanjutnya.
Secara
struktural, kelompok dapat dibedakan kedalam kelompok dapat dibedakan kedalam
kelompok formal dan kelompok informal.
Kelompok
formail diberi batasan oleh struktur organisasi, yang berisi rincian
tugas-tugas pekerjaan dan tanggungjawab tertentu, yang pelaksanaannya akan
menuju ke tercapaiannya sasaran dan misi keseluruhan organisasinya.
Kelompok
formal dapat dibedakan kedalam kelompok komando dan kelompok tugas (Robins,
1998). Kelompok komanfo, yang ditentukan oleh bagan organisanya, terdiri dari
para bawahan yang melapor secara langsung kepada seorang manajer tertentu. Pada
contoh organisasi industri dari Likert diatas, maka kelompok direksi, kelompok
kepala divisi dengan kedua kepala bagian bawahannya, merupakan kelompok
komando. Karena kelompok komando ini merupakan kelompok yang akan terus ada
selama tidak ada perubahan dalam struktur orgnanisasi, kelompok komando juga
dapat disebut kelompok permanen.
Kelompok
tugas, yang juga ditentukan oleh organisasi, terdiri dari tenaga kerja yang
bekerja bersama untuk mnyekesaikan pekerjaan. Berdasarkan batasan ini kelompok
komando dapat juga disebut kelompok tugas. Hanya saja kelompok tugas dapat terdiri
dari tenaga kerja yang berasal dari satu-satuan kerja lain dalam organisasi dan
hanya dapat b ersifat sementara. Misalanya pembenrukan satuan-satuan tugas
dalam perushaan yang bertugas mencari penyelesaian untuk masalah tertentu, atau
untuk membuat strategi perusahaan. Contoh lain ialah pembentukan panitia untuk
penyelenggaraan rapat kerja, lain ialah pembentukan panitia untuk
penyelenggaraan rapat kerja, perlombaan dan sebaginya Svhein menamakannya
kelompok sementara (temporary group).
Kelompok
informal tidak diberi batasan oleh struktur organisasi dan terjadi secara
spontan antara sejumlah tenaga kerja, sebagai jawabanterhadap kebutuhan
tertentu dari mereka. dalam kelompok formal ada sebagian dari
kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja yang dirasakan dapat dipenuhi dengan
melaksanakan tugas-tugas pekerjaan dalam kelompok. Diluar kebutuhan tersebut
masih ada kebutuhan lain dari tenaga kerja yang menjurus ke timbulnya hubungan
yang tidak berkaitan langsung dengan pekerjaan. Jika lingkungaan daerah kerja
dan jadwal waktu kerja mengixinkan maka hubungan-hubungan tersebut dapat
berkembang kedalam kelompok informal.
Ditinjau
dari berasalnya para anggota, kelompok informal dapat dibedakan kedalam
kelompok atau klik informal mendatar, tegak dan acak (Scheik, 1980)
Pada
kelompok informal mendatar para anggotanya berasal dari pekerjaan dari satuan
kerja yang sama dan/atau berbeda yang terletak pada taraf/tingkat organisasi
yang sama. Sedangkan para anggota kelompok tegak berasal dari pekerjaan dari
taraf/tingkat yang berbeda-beda. Para anggota dari kelompok acak terdiri dari
para tenaga kerja yang datang dari pekerjaan dari satuan kerja yang sama
dan/atau berbeda, dari tingkat organisasi yang sama dan/atau berbeda.
Berdasarkan
alasannya menjadi anggota, kelompok informal dapat dibedakan kedalam kelompok
minat atau kepentingan yang sama. Misalnya minat dalam bidang olahraga yang
sama, minat dalam kesenian yang sama, minat dalam politik yang sama. Dapat juga
para anggotanya merasa perlu mendalami atau untuk masa depan mereka, atau para
anggota merasa sama-sama dirugikan oleh perusaan dimana mereka bekerja.
Pada
kelompok informal persahabatan para anggotanya merasa saling tertarik, merasa
saling cocok dengan ciri, sifat yang dimiliki masing-masing. Mereka nilai,
pandangan dan kebiasaan yang sama. Dapat saja mereka berolahraga bersama, makan
siang bersama, waktu istirahat mereka berkumpul ditempat-tempat tertentu.
2.
Makna dan Fungsi Kelompok
Sebagaimana telah
dikatakan di atas sejak lahir kita merupakan angota dari kelompok social,
sekolompok orang yang saling mempengaruhi dan saling tergantung, yang melihat
diri kita sebagai kelompok. Ditinjau dari persepsi kita sebagai anggota
kelompok, kelompok kita nilai baik jika memberikan akna bagi diri kita, jika
kelompok kita rasakan dapat memenuhi kebeutuhan dan harapan kita. Kita akan
mengundurkan diri sebagai anggota kelompok, jika kelompok kita rasakan tidak
memuaskan, tidak mampu meneuhi kebutuhan dan harapan kita. Ini berlaku untuk
setiap kelompok dimana kita menjadinanggota, tidak hanya berlaku bagi kelompok
kerja kita.
Jika ditinjau dari
sudut pandangan pimpinan organisasi industri, pimpinan
dari sejumlah kelompok kerja yang saling berkaitan, maka kelompok kerja dinilai
baik jika memenuhi kebutuhan dan harapan perusahaan, jika masing-masing
kelompok kerja dapat melaksanakan fungsinya sedimikian rupa sehingga
sasaran-sasaran perusahaan dapat dicapai, misi perusahaan dapt diwujudkan. Jiak
kelompok kerja dinilai kurang baik dalam melaksanakna tugas pekerjaaannya mkan
akan diusahakan perbaikannya.
Apa saja fungsi
kelompok sehingga dapat diraskan bermakna bagi tenaga kerja dan apa pula
fungsinya yang bermakna untuk keseluruhan organisasinya?
1.1. Fungsi Kelompok Bagi Anggotanya
Kelompok, bagi anggotanya, dapat
berfungsi sebagai (Schein,1980,Robbina, 1988): (a) pemenuh kebutuhan (antara
lain: kebutuhan akan keamanan, affiliation, power, prestasi) para anggota
keompok; (b) pengembang,penunjang dan pemantap dari identitas dan pemilihara
dari harga diri kita, (c) sebagai penetap dan penguji kenyataan/realitas
social, (d) sebagai mekanisme pemecahan masalah dan pelaksanaan tugas.
a.
Fungsi
Kelompok sebagi pemenuh kebutuhan para anggotnya
Kelompok dapat
mengurangi rasa ketidakamanan, ketidakpastian. Kelompok menimbulkan rasa mampu
mengatasi ancaman terhadapdirinya. Tenaga kerja yang baru mudah mengatso
ancaman terhadap diirmya. Tenaga kerja yang baru mudah merasa diisolasi dan
memerlukan bantuan, emnginginkan kepastian. Kelompok dapat memberikan rasa
kepastian pada diiri seseorang.
Kelompok dapat memenuhi
kebutuhan akan afiliasi dan kenginna untuk berhubungan dengan orang lain, akan
rasa diperhatikan dan diterima oleh kelompok. Sekaligus tenaga kerja dapat
merasakan bahwa harga dirinya diperhatikan. Kelompok juga memberikan status
sosial pada dirinya. Anggota Kelompokkerja yang bertugas melaksanakan
penelitian dan pengembangan bagi perusahaabbya dan telah berhasil memberikan
produk-produk yang baru dan merasa mempunyai status yang dinilai tinggi dan
penting.
Kelompok juga
memberikan pemenuhan terhadap kebutuhan akan kekuasaan. Berdasarkan upaya yang
dapat dilakukan bersama-sama dengan anggota kelompok lain timbul rasa memiliki
kekuasaan tertentu untuk dapat merealisasi apa yang diinginkan kelompok.
Kelompok dapat menentukan tinggi produktivitas yang diinginkan, kelompok dapat
melakukan pemogokan bila dirasakan perlu, kelmpok dapat menentukan mutu dari
hasil kerja mereka.
Anggota kelompok merasa
memiliki kekuasaan tertentu karena merasa ditunjang oleh anggota-anggota
kelompok lainnya.
Kebutuhan untuk berprestasi
dapat ditimbulkan dan dipenuhi oleh kelompok. Kelompok dapat merangsang
anggotanya untuk mencapai prestasi yang bermutu dan dapat memenuhi keingininan
mereka unyuk dapat berprestasi yang tinggi.
b.
Fungsi
Kelompok sebagai Pengembang, Penunjang da Pemantap dari Identitas dan
Pemelihara dari Harga Diri
Dalam bekerja anggota
memperoleh identitasnya dari kelompok kerjanya. Anggota kelompok kerja
memperoleh identitasnya dari kelompok kerja pabrik, kelompok kerja auditor,
kelompok kerja ketenagakerjaan, dan sebagainya. Identitas kelompok kerja
dikembangkan berdasarkan tugas pekerjaannya untuk menunjang dan memantapakan
identitas setiap anggota kelompoknya. Selanjutnya identitas anggotanya
memilihara harga diri mereka.
c.
Fungsi
Kelompok sebagai Penetap dan Penguji Kenyataan/Realitas Sosial
Melalui
diskusi dengan orang lain dan pengembangan dari perspektif dan konsensus, kita
dapat mengurangi ketidakpastian dalam lingkungan social kita. Jika misalnya
beberapa tenaga kerja merasa bahwa penyelia mereka merupakan orang yang keras
yang menuntut terlalu banyak dari tenaga kerjanya, maka pandangan ini tdapat
dianggap sebagai realitas oleh anggota kelompok lainnya dan mereka dapat
menentukan strategi bagaimana mereka dalam kelompok mempersepsika sesutau dan
menguji sesuatu sebagai kenyataan atau realitas. Persepsi kelompok memberikan
kepastian kepada para anggota kelompok lepas dari benar tidaknya, tepat
tidaknya pandangan tersebut. JIka kelompok menganggap suatu keadaan sebagai
nyata, maka keadaan tersebut nyata dan akan menimbulkan akibatnya yang nyata.
d.
Fungsi
Kelompok sebagai Mekanisme Pemecahan Msalah dan Pelaksanaan Tugas
Setiap
tenaga kerja dalam melaksanakan tugas pekerjaannya akan menemui kesulitan,
menemui masalah yang bersifat perorangan dapat juga yang bersangkutan dengan
pelaksanaan tugas oleh seluruh kelompok. Kelompok dapat membantu memecahkan
masalah, yang dialamai salah seorang anggotnya, para anggota kelompok dapat
saling mengisi dalam usaha dan sumbangan mereka memecahkan masalah kelompoknya.
Misalnya kelompok gugus kendali mutu memecahkan masalah kelompok secara
bersama-sama.
1.2.Fungsi Kelompok Bagi
Organisasi
Untuk
dapat memberikan sumbangannya dalam rangka pencapaian sasaran kelompok kerja
dan sasaran keseluruhan organisasu serta dalam usaha merealisasi misi
perusahaannya, maka kelompok dapat berfungsi sebagai (Schein, 1980): (a)
pelaksanaan tugas yang majemuk dan saling tergantung, (b) mekanisme pemecahan
masalah, (c) penghasil gagasan baru dan jawaban kreatif, (d) pelancar dari
pelaksanaan keputusan yang majemuk, (e) vehicle/wahana dari sosialisasi dan
pelatihan, (f) penghubung atau coordinator untama antar beberapa departemen.
a.
Fungsi
Kelompok sebagai Pelaksana Tugas yang Majemuk dan Saling Tergantung
Ada tugas pekrjaan yang dapat diselesaikan oleh
seseorang. Namun cukuo banyak tugas yang majemuk, selain tidak dapat dilakukan
oleh satu orag, juga tidak dapat dipecah-pecah kedalam beberapa tugas yang
dapat dilaksanakan secara tersendiri. Misalknya tugas mempersiapkan,
melaksanakan operasi dan perawatan sesudahnya. Tugas-tugas yang harus dilakukan
semuanya khusus tapi juga saling tergantung. Contoh yang lain ialah kelompok
pengebor minyak. Masing-masing anggota kelompok mempunyai tugasnya
masing-masing yang saling tergantung.
b.
Fungsi
Kelompok sebagai Mekanisme Pemecahan Masalah
Dalam menghadapi masalah, jika masalahnya memerlukan
pengolahan yang majemuk, interaksi antara para anggota yang memiliki informasi
yang berbeda, pertimbangan cermat dari alternative penyelesainnya, maka
pemecahan masalah secara kelompok akan memberikan penyelesaian yang paling
baik. Selian kelompok sementara, seperti satuan-satuan tugas, panitia, komite.
c.
Fungsi
Kelompok sebagai Penghasil Gagasan Baru dan Jawaban Kreatif
Dalam proses pemecahan masalah,jika data yang diperlukan
tersebar pada beberapa orang, atau jika diperlukan rangsangan bersama bagi para
anggota kelompok untuk menjadi kreatif, maka kelompok merupakan wadah untuk
dapat menghasilkan gagasan baru dan jawaban yang kreatif. Para anggota kelompok
saling merangsang dalam memberikan gagasan dan jawaban atau penyelesaian
masalah yang kreatif.
d.
Fungsi
Kelompok sebagai Pelancar dari Pelaksanaan Keputusan yang Majemuk
Jika telah diambil suatu keputusan yang majemuk,
misalknya satu bank memutuskan untuk membangun kantor besarnya yang baru, maka
akan bermanfaat untuk membentuk kelompok yang terdiri dari tenaga kerja dari
berbagai divisi dari bank tersebut untuk merencanakan pelaksanaan dan memantau
pelaksanaan keputusan tersebut.
e.
Fungsi
Kelompok sebagai Vehicle/Wahana dari Sosialisasi dan Pelatihan
Para tenaga kerja baru dapat dikumpulkan dalam satu
kelompok untuk diberi pelatihan orientasi untuk dapat mempercepat dan
memperlancar proses sosialisasi. Pelatihan keterampilan teknik tertentu juga
dapat lebih cermat, tepat dan murah jika dilakukan dalam kelompok.
f.
Fungsi
Kelompok sebagai Penghubung atau Koordiator Utama Antara beberapa Departemen
Untuk menghindari dan mengurangi gangguan dalam
komunikasi, timbulnya konflik dan untuk memelihara upaya kordinasi antarbagian,
maka dapat dibentuk kelompok sementara yang terdiri dari para muwakil dari
berbagai bagian yang saling ketergantungan sampai derajat tertentu.
2.
Interaksi
Antaranggota Kelompok
3.1 Proses Kelompok
Organisasi industri
terdiri dari sejumlah kelompok kerja yang saling berkaitan dalam suatu tata
tingkat tertentu. Setiap kelompok kerja terdiri dari sejumlah tenaga kerja yang
saling mempengaruhi dan saling tergantung. Namun derajat pengaruh dan ketergantungan
antartenaga kerja tidaklah selalu sama. Sebagaimana telah kita kemukakakan
dalam Bab 5. Kepempiminan dalam industri hubungab ketergantungan antartenaga
kerja dapat bersifat hubungan ketergantungan yang seimbang dan tidak seimbang.
Hubungan antara atasan dengan bawahan pada umumnya merupakan hubungan
ketergantungan yang tidak seimbang. Di samping itu dapat kita temukan kelompok
kerja yang derajat hubungan ketergantungannya tinggi, interaksi antar para
anggota kelompok sangat intensif, dan kelompok keja hubungan ketergantungannya
rendah, interaksi antar para anggota kelompok sangat sedikit. Dalam Olahraga
kita kenal kelompok yang interaksi antaranggita kelompok sangat tinggi, yaitu
tim bola basket, tim sepak bola, dan kelompok yang interaksi antaranggota kelompok
rendah, yaitu regu catur, regu bulu tangkis,. Pada yang pertama, para anggota
kelompok harus dapat bekerja sama untuk dapat memberikan hasil yang memuaskan,
sedangkan pada macam kelompok kedua, setiap anggota kelompok harus melaksanakan
tugasnya dengan mengandalkan kemampuannya masing-masing.
Dalam organisasi
industri kita jumpai pula kelompok kerja dengan derajat intensitas interaksi
antaranggota kelompok yang berbeda-beda. Fiedler (1967) memberikan tiologi dari
kelompok-kelompok kerja yang didasarkan pada sifat dan intensitas interaksi,
yaitu (a) kelompok interaksi (interacting
groups), (b) kelompok koaksi (co-acting
groups), dan (c) kelompok konteraksi (counter-acting
groups).
a.
Kelompok
Interaktif
Pada
kelompok ini, para anggotanya saling terganung dan aksi atau tindakan mereka
perlu dikerjakan dan disusun bersama untuk dapat menyelesaikan tugas kelompok
dengan baik. Dengan perkataan lain kelompok interaktif memrlukan kooperasi dan
koordinasi dari giatan para anggotanya dalam pelaksanaan tugas kelompok agar
tercapai sasaran kelompoknya. Kalau kooperasi dan koordinasiberlansung baik
dalam kelompok, makan kelompok dapat dikatakan merupakan satu tim. Misalnya
kelompok kerja pengebor minyak, kelompok kerja atau tim bedah, kelompok
pemecahan masalah (problem solving team),
tim sepak bola, tim bola voli, dan seterusnya.
b.
Kelompok
Koaktif
Anggota
kelompok ini bekerja sama dalam melaksanakan tugas kelompok, tapi masing-masing
dapat melaksanakan pekerjaannya relatif secara manditri tidak saling
tergantung. Misalnya kelompok pramuniaga (salesman),
kelompok muwakil medikal (medical
representatives), kelompok kerja bagian kepegawaian yang terdiri dari
kepala bagian dengan kepala subbagian kesejahteraan, kepala subbbagian analisis
pekerjaan, dan kelompok kerja jenis lainnya. Setiap anggota kelompok, setiap
tenaga kerja memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing yang dapat
dilaksanakan tanpa banyak tergantung pada pelksanaan tugas dari kelompok
lainnya. Hubungan ketergantungan terlihat pada kenyataan bahwa kelancaran dalam
pelaksanaan tugas masing-masing yang dapat dilaksanakan tanpa banyak tergantung
pada pelaksanaan tugas dari kelompok lainnya. Hubungan ketergantungan terlihat
pada kenyataan bahwa kelancaran dalam pelaksanaan tugas masing-masing mempengaruhi
hasil dari keseluruhan kelompok, mempengaruhi hasil tercapainya sasaran
kelompok kerja. Jika salah seorang anggota kelompok di atas kurang lancar,
kurang berhasil dalam menjalankan tugasnya maka hasil kelompok tidak akan
optimal.
c.
Kelompok
Konteraktif
Para
anggota kelompok bekerja sama untuk tujuan perundingan dan memufakatkan sasaran
dan tuntutan yang bertentangan. Unjuk kerjanya (performance) diukur berdasarkan derajat penerimaan dai jawaban
atau penyelesaian oleh para anggota kelompok. Para anggota kelompok ini terdiri
dari wakil dari pihak yang berbeda pendapat. Kelompok konteraktif ini merupakan
kelompok sementara dan merupakan yang terbentuk karena adanya pertentangan atau
konflik antarkelompok. Misalnya panitia perjanjian kerja bersama (PKB) yang
terdiri dari wakil manajemen dan (serikat) pekerja.
Ditinjau
dari strukturnya maka kelompok interaksi dan kelompok konteraktif idak berbeda
dalam intensitas interaksi antaranggotanya. Tugas yang harus diselesaikan
mdngharuskan para anggota untuk berinteraksi dan tidak mmungkinkan melakukan
tindakan sendiri tanpa membahayakan penyelesaian tugas kelompok. Perbedaan
antara kelompok interakif dan kelompok konteraktif terletak pada tujuan
kelompok dan rincian dari tugas untuk mencapai tujuan kelom[ok. Para anggota kelompok interaktif telah dapat
mengetahui dengan jelas dan menerima sasaran kelompoknya, juga telah mereka
ketahui tentang pelaksanaan tugas masing-masing secara rinci, sehingga mereka
mampu bekerja sama dan mengkoordinasi kegiatannya untuk mencapai sasaran. Tim
pengebor minyak atau tim kedokteran bedah, sasarannya jelas dan setiap anggota
tim tahu apa yang harus dilakukan.
Pada
kelompok konteraktif sasaran yang akan dicapai (penyelesaian konfliknya, bentuk
konsesi, bentuk kesepakatan) belum jelas. Yang diketahui hanyalah tujuan
mendapatkan penyelesaian konflik, mencapai kesepakatan tertentu. Para anggotab
kelompok konteraksi juga tidak mendapatkan rincian pelaksanaan tertentu. Para
anggota kelompok konteraksi juga tidak mendapatkan rincian pelaksanaan tugas
masing-masing. Misalnya saja dalam rapat kerja tahunan antara pimpinan cabang
dan divisi di Kantor Pusat untuk menentukan strategi perusahaan . Tujuan
kelompok ialah tersusunnya strategi perusahaan, namun bagaimana bentuk dan
isinya belum jela, demikian juga pelaksanaan tugasnya tidak dirinci.
Pada
kelompok koaktif intensitas interaksi tidak tinggi, bahkan mungkin rendah
sekali. Corak tugasnya tidak mengharuskan para anggota kelompok koaksi untuk
sering saling berhubungan sehingga kerjasama relatif lebih sulit ditimbulkan.
Bahkan, sebagaimana telah pula disinggung di atas, para anggotanya secara
psikologis dapat menganggap diri mereka sebagai satu kelompok.
Berdasarkn
uraian pengertian di atas dapat kita duga bahwa kerjasama dalam kelompok paling
mudah ditimbulkan pada kelompok interaktif dan sulit pada kelompok koaktif dan
konteraktif. Kelompok kerja pada tingkat manajerial pada umumnya bercorak
kelompok kerja koaktif dan konteraktif. Struktur kelompok kerja tersebut tidak
mengharuskan mereka bekerja sama, tetapi kalau mereka tidak bekerja sama maka
organisasi tidak akan dapat berfungsi secara efisien dan efektif. Pada dasarnya
setiap anggota kelompok mempengaruhi anggota kelompok lain. Meskipun, dalam
kelompok koaktif, setiap anggota mempunyai tugasnya masing-masing, keluaran
dari tugas mereka tetap mempengaruhi keluaran dari anggota kelompok lainnya.
Demikian juga dengan kelompok konteraktif.
Perlu
diupayakan Makna dan Fungsi Kelompok telah dibahas tentang fungsin dari
kelompok kerja dalam memberikan sumbangannya kepada keseluruhan organisasi.
Tiga ungsi akan dibahas lebih lanjut untuk menjelaskan gejala yang timbul dalam
proses kelompok, yang timbul dalam proses interaksi antaranggota kelompok,
yaitu: (a) fungsi sebagai penimbul gagasan baru dan penyelesaian kreatif, (b)
sebagai pandangan Leavitt bahwa proses manajeman dapat dibagi kedalam tiga
tahap, yaitu: (1) tahap pemanduan
(pathfinding), (2) tahap pemecahan masalah, dan (3) tahap pelaksanaan (implementing). Ketiga tahap proses manajemen tersebut dapat
dilakukan oleh satu oleh lebih dari satu kelompok kerja, dari tingkatkan
organisasi yang sama dan/atau tingkatan organisasi yang berbeda.
Leavitt
(1998) memberikan penjelasan tentang masing-masing tahap sebagai berikut:
Tahap 1. Tahap ‘Pathfinding’
Pathfinding atau pemanduan bersibuk diri
dengan penemukenalan dari tujuan, dengan penciptaan masalah-masalah yang
menarik. Dalam menghadapi dunia luar, para pimpinan harus mampu mengolah data
yang ada untuk dapat memelihara dan mengembangka organisasinya. Untuk ini mereka
perlu mampu untuk dapat menetapkan kemana organisasi harus pergi dan apa yang
dinilai bermakna yang harus dicapai. Pemanduan merupakan suatu tahap dimana
pemikiran kreatif dan divergen diperlukan. Pemanduan berkaitan dengan vision
pribadi, nilai-nilai pribadi dan pemntapan pribadi (personal determination). Artinya, pemanduan berkaitan dengan
gambaran seseorang tentang perusahaannya di masa depan, berdasarkan data-data
dari lingkungan dan dari perusahaannyasendiri, dan berdasarkan keyakinannya
sendiri tentang apa yang benar, apa yang baik, apa yang indah. Contoh dari vision ialah: Seorang pimpinan
perusahaan melihat perusahaannya berkembang menjadi perusahaan multinasional,
yang berbentuk koperasi, dimana para karyawannya berprestasi optimal dan merasa
bahagia dan sejahtera. Vison ini yang
memedomani penetapan tujuan dan masalah yang menarik, yang mendasari proses pathfinding. Untuk dapat mewujudkan
vision diperlukan kemantapan, tekad untuk melaksanakan. Proses pemanduan banyak
berlangsung dalam diri merupakan satu tahap kepemimpinan dalam pengelolaan yang
aktif. Aktif karena menentukan dan
menciptakan masalah-masalah penting yang harus dipecahkan. Leavitt mengatakan:
“It is trough creating the right problems
that managing becomes a way of moving and shaking the world. It is at the front
end that managers create thirr organization futures.”
Tahap 2. Tahap
Pemecahan Masalah
Kita setiap hari
memecahkan masalah. Demikian juga pemecahan masalah dilakukan oleh kelompok
kerja. Kalau dibandingka dengan proses pemecahan masalah yang diajarkan
disekolah akan dapat kita lihat beberapa perbedaan (Leavitt, 1988: 235).
Pertama ,disekolah masalah yang harus kita pecahkan diberikan. Dalam pekerjaaan
masalah harus kita temukan, harus kita seleksi atau ciptakan sendiri. Kedua,
masalah yang dihadapi tidak selengkap datanya dengan masalah yang diberikan
disekolah.. sering harus dicari pemecahanya berdasarkan informasi yang ada ,
yang terbatas. Kita tidak pernah memiliki semua informasi yang kita perlukan.
Selain itu, masalahnya harus kita selesaikan dalm waktu yang irasional, artinya
sesuai dengan tanggal akhir(ded line) yang tidak ditentukan oleh guru-guru yang
tau lama waktu yang sepantasnya diberikan untuk memecahkan masalah. Ketiga,
juka kita temukan jawabanya, sering tidak menberikan kepuasab yang sama sebagai
mana kita peroleh kalau kita menyelesaikan masalah matematika disekiolah. Namun
demikian pendidikan yang kita peroleh disekolah dalan memecahkan masalah
mempunyai manfaatnya dalam melatih kemampuan dan ketrampilan kita memecahkan
masalah.
Tahap 3. Tahap Implementasi
Tahap ini mencakup
kegiatan membentuk,menyusun,menjual,masing-masing menjalankan tugasnya sebagai
mana telah diberikan kepada mereka. Tidak demikian dengan kelompok kerja
manajerial. Para menejer berusaha untuk meyakinkan orang lain untuk melakikan
apa yang diinginkan, apa yang telah diputuskan, konsumen untuk membeli, bawahan
untuk berprilaku berbeda, orang lain untuk menerima gagasan baru. Implementasi
dalam manajemen merupakan suatu proses social yang mengharuskan manajer untuk
mempengaruhi,meyakinkan,menjual dan berkomunikasi dengan orang lain.
Ketiga tahap diatas,
terutama tahap 2 dan 3, sering dilihat sebagai tahap yang berlang sung secara
berurutan. Proses pemecahan masalah bejalan dulu, dan baru setelah pemecahanya
ketemu, setelah keputusan diambil maka berlangsunglah tahap inplementasi.
Leavit berbicara tentang implementasi tipe A dan B. pada implementasi tipe A,
pemecahan masalah dimulai dulu dan baru setelah selesai disusul oleh
implementasi (pemimpin kelompok memecahkan masalh dan mengambil keputusan dan
bawahanya yang melaksanakan, atau kelompok kerja tertentu mecahkan masalah dan
mengambil keputusan dan kelompok/kelompok kerja lain yang melaksanaklan).
Pemisahan antara tahap 2 dan 3 dengan jelas dapat berjalan baik, dapat pula
menimbulkan masalah dalam hal tidak ketidaklancaran dalam pelaksanaan, karena
para pelaksana tidak terlalu terlibat dalam menghindari bertanggung jawab
karena merasa tidak berperan serta dalam proses pemecahan masalah. Proses
implementasi tipe B melibatkan para pelaksana (perorangan atau kelompok) dalam
proses pemecahan masaalah, sehingga mereka lebih mau bertanggung jawab dalam
implementasi kehidupanya, karena merasa keputusan yang diambil merupakan
keputusan pilihan merek juga. Namun tidak selamanya implementasi tipe B
berlangsung memuaskan.
Tahap 1 dan 2 , dan
tahap 1 dan 3 juga dapat berlangsung secara ‘bersama-sama’ dapat juga
berlangsung secara berurutan. Masalah saat itu. Masalah yang ingin ditangani
lebih berkaitan dengan masalah yang timbul sebagai akibat keadaan yang kritis
yang pada saaat itu kita harus hadapi. Para pathfinders menginginkan
implementasi dari gagasan-gagasan baru, sebaliknya para pelaksana tipe B
menginginkan adanya partisipasi dalam menemukan keputusan yang paling tepat.
Keadaan ini akan menimbulkan ketegangan hubungan antara anggota kelompok kerja.
Dari ketiga tahap
proses manajemen Leavitt yang berkaitan dengan ketiga fungsi kelompok yang
telah disebut diatas nyata bahwa pelaksanaan fungsi-fungsi kelompok tidak
begitu saja berjalan tanpa menimbulkan masalh. Fungsi kelompok ikut menentukan
kelancaran berlangsungnya proses kelompok disamping cirri-ciri kepribadian para
anggota kelompoknya
Dalam proses kelompok,
dimana para anggota kelompiok kerja berinteraksi dan dimana kelompok
melaksanakan fungsinya, dapat kita temukan timbulnya gejala-gejala
sebagaiberikut:(a)komformisme, (b)kelekatan(cohesiveness), (c)sinergi, (d)groupthink,
(e)polarisasi kelompok.
a.
Konformisme
Dalam
interaksi antar anggota kelompok,tanpa dosadari,mereka mengikuti pola-pola
perilaku tertentu yang berlaku umum dikeseluruhan organisasi kerjanya dan pola
perilaku yang lebih khas berlaku dalam kelompok kerjannya, yang tumbuh karena
interaksi selama jangka waktu yang panjang. Misalnya kebiasaan untuk tidak
berbicara secara terus terang, kebiasaan untuk memanggil seseorang dengan
Bapak,Ibu atau Saudara. Yang khas merupakan normal kelompok kerja,misalnya
adanya aturan yang tidak tertulis untuk tidak mengatakan sesuatu kepada atasan
kalau rekanya melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan peraturan perusahaan;
adanya kesepakatan untuk tidakb memberikan prestasi yang lebih tinggi dari yang
telah ditetapkan oleh kelompok dan sebagainya.
Setiap
kelompok memiliki norma-norma, yaitu pola atau patokan perilaku yang diterima
oleh para kelompok. Norma-norma mengatakan kepada anggota apa yang harus mereka
lakukan dan apa yang tidak boleh mereka lakukan dalam keadaan tertentu.
Norma-norma yang diterima mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan kendali
eksternal dan minim. Ada sejumlah norma yang ditulis dalam manual, buku pedoman
kepegawaian, yaitu norma-norma yang formal. Namun kebanyakan norma adalah
informal ,tidak tertulis.
Fungsi
kelompok bagi anggota antara lain ialah sebagai pemenuh kebutuhan akan
afiliasi. Kita semua menginginkan untuk diterima dan diperlukan sebagai anggota
kelompok yang sama oleh anggota dari kelompok lain. Kita akan berusaha
berprilaku dengan norma-norma yang berlaku. Keinginan ini berkembang menjadi
kita akan mengikuti apa yang oleh mayoritas anggota diterima sebagai benar atau
baik, agar kita tidak dikucilkan. Kita berusaha untuk menjadi konformis, tidak
berbeda dari anggota lain. Dorongan demikian tidak hanya datang dari dalam diri
kita, tetapi juga datang dari luar diri kita dalam bentuk tekanan-tekanan
kelompok, tekanan-tekanan dari para anggota dari kelompok lain. Upaya untuk
conform tidak selalu mudah dan tidak selalu berjalan mulus. Andaikan anda
menjadi anggota kelompok yang sedang membicarakan anggaran dari kelompok kerja
anda. Karena kebiasaan tahun yang lalu anggaran sebagian selalu dipotang
separonya, maka untuk tahun ini juga anggaranya dilebihkan dari dua kali yang
diperlukan. Anda mempunyai pandangan yang berbeda tentang ini. Argumentasi anda
ialah bahwa anggaran dipotong karena memang selalu diajukan terlalu tinggi.
Mengapa tidak mencoba mengajukan anggaran yang sesuai dengan kenyataan saja.
Terjadilah diskusi yang sengit. Anda merasa anggota lain telah mulai tidak
mendengarkan anda lagi. Anggaran diputuskan sebagaimana biasanya. Anda selama
rapat selanjutnya didiamkan. Karena anda berani menentang, anda dianggap
sebagai seorang penyimpang (deviant) yang perlu diisoolasi.
Apakah
anggota yang berbeda pendapat selalu kalah? Kalau pimpinan kelompoknya terbuka dan
dan kalau ada anggota lain yang menyetujui pendapat anda, maka dapat terjadi
dalam pembahasan selanjutnya gagasan anda diterima. Dapat juga terjadi bahwa
gagasan anda yang berbeda diterima, kalau anda memiliki kaitan yang kuat dengan
atasan anda.
b.
Kelekatan
(Cohesiveness)
Setiap
kelompok kerja memiliki sasaran yang harus dicapai. Sasaran kelompok belum
tentu dapat diterima sepenuhnya oleh para anggota kelompoknya. Disamping itu,
jika memerluan kerjasama, maka perlu anggota kelompok masing-masing mau menerima
dan mampu bekerja sama dengan kelompok lainya. Tinggi rendahnya kesepakatan
para anggota terhadap sasaran kelompok, serta derajat dapatnya saling menerima
angota kelompok lainya menunjukan derajat kelekatan(cohesiveness) kelompok.
Semakin para anggota saling tertarik dan makin sepakat mereka terhadap sasaran
kelompok, makin lekat kelompoknya. Faktor-faktor yang ikut menentukan derajat
kelekatan kelompok ialah (Robbins,1998):
1. Lamanya
waktu berada bersama dalam kelompok; maka lama berada bersama dalam kelompok,
makin saling mengenal,makin dapat timbul sikap toleran terhadap yang lain.
Dapat ditemukan atau bahkan dikembangkan minat baru yang sama.
2. Parahnya
masa awal; makin sulit seseorang memasuki kelompok kerja, maksudnya makin sulit
seseorang diterima didalam kelompok
kerja sebagai anggota, makin lekat kelompoknya. Pada awal masuk, biasanya para
anggota kelompok yang lama ‘menguji’ anggota baru, dengan cara-cara yang khas
oleh kelompoknya.
3. Besarnya
kelompok; makin besar kelompoknya makin sulit terjadi interaksi yang intensif
antar para anggotanya. Makin kurang lekat kelompoknya.
4. Ancaman
dari luar; kebanyakan penelitian menunjang hasil bahwa kelekatan kelompok akan
bertambah jika kelompok mendapat ancaman dari luar. Bahwa mereka menghadapi
‘musuh’ bersama.
5. Keberhasilan
dimasa lalu; setiap orang menyenangi seorang pemenang. Jika satu kelompok
kerja, memiliki sejarah yang gemilang, maka terbentuklah sprint de corps yang
menarik anggota-anggota baru. Kelekatan kelompok tetap tinggi.
c.
Sinergi
Dalam
proses pengambilan keputusan dalam kelompok timbul gejala bahwa keputusan yang
diambil kelompok merupakan keputusan yang lebih baik dari keputusan yang
diambil oleh setiap anggota kelompok tersendiri. Gejala ini yang dinamakan
sisnergi. Banyak penelitian kelompok menunjukakan bahwa dalam kebanyakan kondisi kelompok mencapai prestasi yang lebih
baik dari anggota yang paling baik prestasinya (Fincham & Rhodes, 1998).
Sinergi terjadi karena diskusi dalam kelompok menimbulkan lebih banyak
alternative dari pada jumlah orangnya, cenderung untuk mengeliminasi
sumbangan-sumbangan gagasan yang kurang bermutu,mengurangi nilai-nilai
kesalahan dan menunjang pemikiran kreatif. Ini berarti bahwa kelompok pada
umumnya lebih baik dari pada perorangan dalam situasi dimana diutamakan
kecermatan dan dimana waktu cukup banyak.
Namun
tidak selalu kelompok lebih baik dari perorangan dalam pengambilan keputusan.
Kadang kala sebaliknya yang benar. Keputusan-keputusan kelompok ternyata lebih
buruk daripada keputusan yang diambil oleh anggotanya secara merata. Sering
anggota mempunyai kemungkinan lebih baik untuk ‘menang’ jik ia tetap
mempertahankan keputusanya dan mengabaikan keputusan kelompok. Sinergi dapat
terjadi jika para anggota kelompok memberikan semua data yang mereka miliki,
sehingga jumlah data yang terkumpul lebih banyak dari data yang kita miliki
sendiri. Selain itu perlu dilakukan pembahasan tentang kelemahan dan kekuatan
dari masing-masing alternative keputusan. Penilaian dari setiap keputusan oleh
kelompok lebih cermat dari perorangan. Kemudian jika pra anggota kelompok tidak
merupakan wakil dari kelompok kerja lainya, sehingga mereka merasa sendiri
dalam kelompok kerjanya, membahas keputusan kelompok untuk kepentingan mereka
sendiri.
d.Groupthink
satu gejala yang
merupakan kelemahan dari kelompok yang terlalu lekat ialah bahwa kecakapan
pengambilan keputusan mereka dapat secara mendadak berkurang .oleh Janis (1972)
berpikir kelompok merupakan suatu kemunduran
dari efisiensi mental,pengujuian realitas,dan pertimbangan moral yang
dihasilkan oleh tekanan-tekanan dari dalam kelompoknya sendiri.
Anggota kelompok yang
memiliki pandangan yang menyimpang ditekan dengan berbagai macam cara untuk
menyetujui (conform) dengan pandangan mayoritas.dengan demikian menciptakan
kemungkinan bahwa keputusan kelompok tidak mencerminkan analisis yang
cermat,melainkan mencerminkan pandangan yang dominan ,apapun yang akan tejadi
.janis,berdasarkan kajiannya tentang gejala berpikir kelompok ini, dapat
menunjukkan bahwa beberapa keputusan politik di Amerika Serikat dicapai
berdasarkan pengolahan yang tidak lengkap dari informasi yang relevan dan
berdasarkan tekanan (sup-pression )yang
aktif terhadap pandangan minoritas dan pada pandangan penentang,dengan bencana
besar sebagai akibatnya (schein,1980) yang disebut sebagai contoh ialah
keputusan pada tahun 1950 untuk mengirim jendral mac Arthur ke sungai yalu di
korea dengan mengabaikan informasi bahwa cina akan ikut mencampuri konflik
korea ; keputusan pada tahun 1941 untuk tidak dengan baik mempersiapkan diri
mengahadapi serangan itu dapat terjadi ;keputusan pada tahun 1962 untuk mencoba
invasi ke cuba pada teluk babi(bay of pigs),meskipun memiliki informasi bahwa
castro telah siap menghadapai invasi tersebut .dalam setiap kasus terdapat
bukti bahwa satu kelompok dalam (inner group) dari para penasehat mengembangkan
satu pandangan yang secara bulat disepakati dan bahwa dalam berbagai macam
pertemua kelompok para penentang diabaikan.
Dihukum atau
dicegah,sehingga mengasingkan pengambil keputusan dari satu tinjauan lengkap
dari informasi yang relevan dan dari kemungkinan pengambilan keputusan yang
lain .salah satu contoh terjadinya berpikir kelompok diindonesia ialah ketika
pada tahun 1997 MPR memilih kembali Bapak
Suharto sebagai presiden ,meskipun pada saat itu telah terjadi krisis
ekonomi yang parah .
Janis (Janis &
mann.1977) menjabarkan gejala berpikir kelompok secara berurutan ,sebagai
berikut :
1.kelompok memiliki ilusi bahwa mereka
kebal
2.kelompok terlibat dalam rasionalisasi
kolektif untuk memotong informasi yang berbeda ,menentang
3.kelompok mulai percaya pada moralitas
inheren tentang apa yang ingin dilakukan
4.kelom[pok mengembangkan stereotip dari
kelompok lain dan dari para penentang ,sehingga melindungi diri dari analisis
yang cermat
5.kelompok memberi tekanan langsung
kepada para penentang untuk membuat diam mereka
6.para anggota kelompok mulai menyensor
pemikiran mereka sendiri,terutama tentang keraguan yang mungkin mereka miliki
tentang kearifan dari tindakan yang diusulkan
7.kelompok mulai percaya akan kebulatan
kesepakatannya karena tidak tidak ada penentang dan kepercayaan bahwa “Diam
berarti menyetujui.
8.beberapa anggota dari kelompok mulai
berfungs sebagai “penjaga pikiran” (mindguards) penjaga yang “melindungi”para
pemimpin dari pandangan yang menyimpang dengan mejerakan secara aktif para
penentang untuk mengungkapkan ketidaksetujuan mereka.
Gejala berpikir
kelompok tidak merupakan gejala yang timbul disetiap kelompok .hanya pada
kelompok yang berada dalam kondisi tertentu gejala tersebut dapat timbul
.kondisinya ialah jika kelompok :
a.memiliki kelekatan
(cohesiveness) yang tinggi (b) terasing dari kelompok lain dengan pandangan
yang berbeda;(c) tidak memiliki prosedur metodologikal untuk mengkaji dan
memilih informasi jawaban alternative yang relevan; (d) tidak memiliki prosedur
yang sistematis untuk menilai alternative-alternatif ; (e) memiliki pimpinan
otoriter yang kuat ,yang menjerakan para penentang ,yang berada dibawah tekanan
yang besar tetapi merasa putus asa dalam mencari penyelesaian yang lebih baik
dari yang sedang dipertimbangkan .yang paling membahayakan adalah jika kelompok
percaya bahwa mereka sadar akan adanya berbagai macam alternative,dan tidak
memiliki kesangsian bahwa penentangan /perbedaan telah ditekan (suppressed) atau dicegah dari
dalam diri mereka sendiri oleh “penjaga pikiran” (mindguards).
Untuk mencegah
timbulnya berpikir kelompok schein (1980) selanjutnya menyarankan agar
ditimbulkan kondisi dimana pengajuan pandangan yang bertentangan
,pencarian,penilaian yang kritis ,eksplorasi dari alternatif dan pengecekan
dari asumsi ditunjang dan digalakkan .pengecekan adari asumsi menjadi sangat
penting terutama jika kelompok berdiam diri dan seolah olah menyetujui
.pimpinan pada saat itu harus secara langsung memastikan apakah diam berarti
bahwa setiap orang menyetujui ,dan harus secara aktif meneliti alternatif dan
keberatan sebelum mengasumsikan bahwa telah mencapai consensus .
Jika pemimpin tidak siap
untuk mendengarkan keberatan dan penentangan dari kelompok,maka ia tidak
dianjurkan untuk menggunakan proses pengambilan keputusan oleh kelompok
.pelatihan merupakan salah satu cara untuk mempersiapkan pemimpin memimpin
pertemuan sehingga mereka dapat menjadi sadar akan gejala dari berpikir
kelompok dan bagaimana mereka harus bertindak jika gejala tersebut timbul.
e.polarisasi kelompok (Group
Polarization)
gejala lain dalam
proses pengambilan keputusan kelompok ialah adanya pergeseran keputusan yang
menuju kedua ekstrem,keputusan yang sangat tinggi resikonya atau keputusan yang
sangat rendah derajat resikonya.gejala pertama dinamakan penggeseran
keresiko(risky syift),yng kedua dinamakan (fincham & Rhodes 1988)
penggeseran kehati-hatian(caution shift) .kalau pada penggeseran
keresiko,derajat resiko dari keputusan kelompok lebih tinggi dari derajat
risiko yang lebih rendah dari derajat resiko yang berani diambil oleh setiap
anggotanya,.pada penggeseran ke
kehati-hatian keputusan kelompok justru sebaliknya memiliki derajat resiko yang
lebih rendah dari derajat derajat resiko yang yang berani diambil oleh para
anggota kelompok .fincham dan Rhodes yang menamakan kedua gejala tersebut
polarisasi kelompok,mengemukakakn terjadi nya kedua gejala tersebut .
1.suatu kemungkinan ialah adanya
tanggung jawab yang tersebar (diffusion of responsibility) dengan keputusan
kelompok para anggota merasa bahwa mereka tidak dimintai pertangung jawaban
secara keseluruhan.Tanggung jawab di tanggung bersama,sehinga mereka berani untuk
mengambil keputusan yang lebih tinggi resikonya.
2.kemungkinan penjelasan yang lain ialah
karena beroprasina proses pembanding social (social comparison process).Di sini
para angota kelompok memperlihatkan diri sebaik mungkin.Tidak hanya menyokong
nilai kebudayaan yang dominan,tetapi dengan membandingkan pandangan mereka
dengan pandangan anggota lain,berusaha menunjang,paling tidak,sama dengan
anggota lainya.keputusan kelompok yang diambil memnjadi lebih ekstrem kearah
sikap sosial yang pada saat itu mendominasi.Jika keberanianuntuk berspekulasi
dalam bidang perusahaan dinilai sebagaisesuatu yang tinggi oleh masyarakat,maka
aka nada kecenderungn untuk mengambil keputusan di bidang perusahaan yang lebih
tinggi resikonya.Sebaliknya jika misalnya nilai kreativitas diangap rendah oleh
pimpinan perusahaan,maka kelompok kerja akan mengambil keputusan yan sangat
konservatif.
3.kemungkinan yang lebih mutakhir yang
menjelaskan gejala polarisasi kelompok ialah bahwa pengambilan keputusan yang
ekstrem sangat dipengaruhi oleh pertukaran informasi dan argumentasi yang
meyakinkan (persuasive) .dalam diskusi para anggota kelompok akan memberikan
dan dan menerima informasi lebih banyak dari para anggota lainnya .disamping
itu masing-masing mendengarkan argumentasi dari para anggotanya sehingga
menjadi lebih yakin akan kebenaran keputusan yang diambil oleh kelompok
Tidak dapat disangsikan ketiga
kemungkinan diatas beroperasi dalam
proses kelompok dan menghasilkan gejala polarisasi kelompok .
5.interaksi antar kelompok
System terdiri dari berbagai subsistem
,dan berinteraksi secara sambung-menyambung dengan subsistem lainnya dalam satu
system.kalau kita terapkan uraian diatas pada organisasi sebagai satu social
system ,maka dapat dikatakan bahwa organisasi terdiri berbagai kelompok kerja
,dan berinteraksi dengan organisasi lainnya dalam suatu organisasi yang lebih
besar..
Kelompok kerja
berinteraksi dengan kelompok kerja lainnya secara sambung menyambung dalam
organisasi. System akan berhenti eksistensinya jika keluarannya tidak
digunakan,tidak diserap oleh system lainnya.organisasi akan berhenti
eksistensinya jika keluarannya tidak dirasakan bermanfaat,tidak disrap oleh
organisasi lain .perusahaan yang produknya tidak laku ,perusahaan jasa yang
jasa jasanya tidak dianggap bermanfaat tidak mampu meneruskan usahanya.untuk
dapat mempertahankan diri,untuk dapat terus mengembangkan diri haruslah
organisasi mampu menghadapi dan mengatasi masalah lingkungan.kemampuan
organisasi ini sangat tergantung bagaimana derajat ketrpaduan di dalamnya,keterpaduan
dari kelompok kerjanya.jika mengikuti pandangan dari likert ,dimana anggota
dari setiap kelompok merupakan anggota juga dari kelompok dari tingkat organisasi yang lebih rendah dan
berfungsi sebagai pasak penghubung .maka,seolah olah jika telah tercapai
kesepakatan pada kelompok direksi akan tercapai juga kesepakatan dan kerjasama
dikelompok kerja dibawah kelompok direksi .hal ini dapat kita temukan jika
direktur utamanya merupakan pemimpin yang otoriter dan kuat yang memiliki
charisma yang besar,para kepala satuan kerja dan pekerjaannya menerima
pimpinannya . dalam kenyataan kesepakatan tidak sedemikian mudahnya
dicapai.setiap pribadi atasan dari berbagai tingkat dan setiap kelompok kerja
memiliki kepentingan masing masing yang kebanyakan berbeda beda bahkan
bertentangan ,sehingga sulit untuk mencapai suatu kesepakatan.
Karena berbeda tugasnya
,berbeda kepentingannya,maka konflik antar kelompok merupakan sesuatu yang
wajar timbul,yang harus dikelola untuk kemanfaatan keseluruh organisasi .konflik
antara kelompok dapat terjadi antara satuan kerja yang kecil(misalnya antara
kelompok pekerja operator mesin I dan kelompok pekerja operator mesin ll )
Dapat terjadi antara
satuan kerja yang besar (misalnya antara divisi produksi,antara kelompok manajemen dan kelompok pekerja )
5.1 saingan atau konflik antarkelompok
Schein (1980) membahasa
beberapa akibat dari saingan atau konflik antar kelompok . ia mengutip
eksperimen yang dilakukan oleh sheriff,Harvey,white,hood dan juga blake dan
mouton .
Robbins (1998)
berpendapat bahwa konflik adalah satu proses yang dimulai jika satu pihak
beranggapan bahwa pihak lain telah secara negative mempengaruhi atau akan
mempengaruhi secara negative,sesuatu yang akan dilakukan atau yang menjadi
perhatian pihak pertama.batasan konflik dari robbins sangat luas.dua orang yang
berbeda pandangan sudah dapat dianggap konflik .saingan antardua kelompok juga
termasuk dalam pengertian konflik.
Jika ada dua kelompok
yang bersaing,maka dampaknya Dapat diuraikan kedalam kategori berikut :
a.Yang Terejadi di dalam Setiap Kelompok
yang Bersaing
1. Setiap
kelompok lebih menutup diri dan membangkitkan loyalitas yang lebih besar dari
para anggota kelompoknya; para anggota kelompoknya menjadi makin akrab dan
melupakan pertentangan antarmereka.
2. Suasana
kelompok berubah dari informal, santai, ceria, menjadi berorientasi pada kerja
dan tugas.
3. Pola
kepemimpinan cenderung berubah dari lebih demokratis menjadi lebih otokratis,
kelompok menjadi lebih bersedia untuk menerima kepemimpinan otokratis.
4. Setiap
kelompok menjadi lebih berstruktur dan terorganisasi.
5. Setiap
kelompok menuntut kesetiaan dan konformitas yang lebih besar dari para
anggotanya agar mampu menyajikan satu barisan yang lebih tangguh.
b.Yang Terjadi Antara Kelompok yang
Bersaing
1. setiap
kelompok mulai melihat kelompok lain lebih sebagai musuhnya , bukan sekedar
sebagai objek yang netral.
2. Setiap
kelompok mulai mengalami distorsi (gangguan) dalam persepsi; kelompok cenderung
hanya melihat bagian yang baik dari kelompoknya sendiri, mengingkari
kelemahannya dan cenderung hanya melihat bagian yang buruk dari kelompok lain,
mengingkari kekuatannya. Setiap kelompok mengembangkan stereotip yang negative
dari kelompok saingannya (they don’t play
fair like we do).
3. Rasa
bermusuhan terhadap kelompok lain meningkat, sebaliknya interaksi dan
komunikasi dengan kelompok lain menurun. Stereotip tetap dipertahankan,
gangguan persepsi sulit dikoreksi.
4. Jika
kelompok dipaksa untuk berinteraksi, misalnya harus mendengar uraian penjelasan
dari masing-masing kelompok, maka masing-masing kelompok cenderung hanya
mendengarkan penjelasan dari kelompok mereka sendiri, kecuali untuk menemukan
kesalahan/kelemahan dari kelompok saingannya.
Gejala-gejala diatas,
menurut Schein, akan dapat timbul dalam berbagai kelompok yang berkompsetisi
atau bersaing , apakah kelompok olah raga, perdebatan antara manajemen dan
pekerja, saingan antar bagian seperti antara penjuaalan dan produksi di dalam
organisasi industry. Gejala-gejala tersebut dapat meningkatkan motivasi dari
para anggotanya, tetapi sebaliknya dapat pula membuka kesempatan timbulnya
berpikir kelompok. Apa akibatnya jika ada kelompok yang menang atau kalah?
Misalnya usulan kelompok konsultan untuk satiu kontrak konsultasi dibidang
manajemen diterima,usulan kelompok konsultan yang lain untuk kontrak yang sama
ditolak , atau anggaran untuk kelompok sales dari daerah penjualan “A”
diterima, sedangkan anggaran untuk kelompok sales dari daerah “S” ditolak.
c.Yang Terjadi dangan yang Menang
1. Pemenang
mempertahankan kelekatannya, malahan dapat meningkatkan derajat kelekatan
antaranggota kelompok.
2. Pemenang
cenderung melepas ketegangan,kehilangan semangat juangnya, menjadi santai.
3. Pemenang
cenderung mengarah ke kerjasama antaranggota kelompok dan perhatian terhadap
kebutuhan para anggotanya yang tinggi dan berkurang perhatiannya kepada
pelaksanaan tugas dan kerja.
4. pemenang
cenderung menjadi puas dan merasa bahwa hasil positive telah mengkonfirmasi
stereotip yang baik dari mereka sendiri dan stereotip yang negative dari kelompok
saingan mereka, sehingga tidak ada atau setikit ada keinginan untuk
mereevaluasi pandangan dan menguji kembali kegiatan kelompok agar dapat belajar
bagaimana meningkatkan mutu pandangan dan kegiatannya. Pemenang tidak belajar
banyak tentang diri mereka sendiri.
d. Yang Terjadi dengan yang Kalah
1. Jika
hasilnya tidak seluruhnya jelas sehingga dapat ditafsirkan lain (misalnya jika
tidak jelas kriteria yang digunakan dalam penilaian) ada kecenderungan kuat
pada kelompok yang kalah untukmenolak atau merusak kenyataan kekalahan,
kelompok yang kalah akan menemukan psikologik seperti, “pengambil keputusan
berprasangka”,”pengambil keputusan tidak memahami usulan kami”,”kriteria tidak
dijelaskan kepada kami” dan sebagainya. Reaksi pertama dari kelompok yang kalah
ialah “kita sebenarnya tidak kalah”.
2. Jika
kekalahan diterima secara psikologik, kelompok yang kalah cenderung mencari
seseorang atau sesuatu untuk disalahkan. Akan dicari kambing hitam. Jika tidak
ada orang luar yang dapat disalahkan , kelompok mulai melihat kedalam dirinya
sendiri, perpecahan, konflik yang dulu tidak terselesaikan muncul kembali. Ini
semua dilakukan dalam rangka menemukan sebab dari kesalahan.
3. kelompok
yang kalah lebih tegang, siap untuk lebih keras, dan merasa tidak ada harapan (desperate).
4. kelompok
kalah cenderung mengarah ke kerjasama antar angggota kelompok yang rendah,
perhatian terhadap kebutuhan anggotanya kecil, dan perhatian tinggi untuk dapat
memperbaiki diri, membalas kekalahannya dengan cara bekerja lebih keras agar
pada kesempatan lain dapat menang.
5. kelompok
yang kalah cenderung belajar banyak tentang diri mereka sebagai kelompok karena
, dengan kekalahan mereka, stereotype positive dari mereka dan stereotive
negative dari kelompok saaingannya tidak ditunjang, sehingga , sebagai akibat,
memaksakan satu reevaluasi dari pengamatan. Kelompok yang kalah akan
mengorganisasi diri dan menjadi lebih lekat dan efektive,begitu kekalahan
mereka telah dapat diterima secara nyata.
Masalah antar kelompok dapat terjadi
pada berbagai macam kelompok di masyarakat, tidak hanya terjadi pada kelompok
yang telah jelas dibatasi. Misalnya masalah antarkelompok dapat terjadi antara
kelompk pria dan wanita, antara generasi tua dan muda, antara pejabat tingkat
tinggi dengan pejabat tingkat rendah, antara yang berkuasa dengan yang tidak
berkuasa, dan seterusnya.
5.2.Teknik-teknik Mengurangi Akibat
Negative dari Saingan
Sherif,Blake,Alderfer, Schein, Leavitt,
Fincham & Rhodes telah menyarankan berbagai teknik untuk mengatasi atau
mengurangi akibat negative dari konflik antarkelompok. Strategi dasar dari
pengurangan konflik ialah untuk menemukan tujuan yang dapat diterima oleh
kelompok yang bersaing sebagai tujuan mereka bersama dan melancarkan proses
komunikasi antarkelompok. Berikut ini beberapa teknik yang diajukan oleh Schein
(1980), yang dapat digunakan tersendiri atau beberapa teknik secara
bersama-sama dalam kombinasi tertentu.
a.
Menemukan Musuh Bersama
Konflik
antara penjualan dan produksi dapat dikurangi jika kedua bagian mau menggunakan
upaya mereka untuk perusahaan mereka agar dapat berhasil bersaing dengan
perusahaan lain. Konflik ini disini digeser ke tingkat yang lebih tinggi.
Teori
identitas seseorang yang diajukan oleh Fincham dan Rhodes (1988) menjelaskan
bahwa para tenaga kerja bagian penjualan dan bagian produksi memperoleh
identitas mereka dari bagian mereka masing-masing. Identitas mereka
berbeda-beda. Dengan memberikan kepada mereka musuh bersama, mereka dapat
memperoleh identitas mereka dari perusahaan. Mereka tidak lagi merasa tenaga
kerja bagian penjualan dan bagian produksi, melainkan mereka merasakan menjadi
tenaga kerja perusahaan X.
b.
Pimpinan atau
Subkelompok dari Kelompok-kelompok yang Bersaing Dibawa Berinteraksi
Dalam
kelompok baru yang terdiri dari wakil dari kelompok yang bersaing, karena
mendapatkan delegasi wewenang dari kelompok mereka masing-masing dapat
melakukan perundingan untuk mencapai suatu kesepakatan, kalau perlu dapat
saling memberikan konsesi untuk mencapai tujuan kompromi.
Namun
Leavitt (1988) mengingatkan agar hati-hati dalam menggunakan teknik ini. Jika
kelompok yang bersaing masing-masing memiliki derajat kelekatan yang tinggi,
maka tidak akan dapat dicapai kata sepakat, kecuali jika yang mewakili ialah
pemimpinnya yang memiliki kuasa penuh.
c.
Menemukan Tujuan yang
Mencakup (Superordinate)
Kelompok
yang bersaing harus bekerjasama agar tujuan dapat tercapai. Misalnya perusahaan
ingin melemparkan produk baru ke pasar. Produk yang murah pembuatannya dan
dapat diinginkan oleh konsumen. Untuk keperluan ini bagian penjualan harus
bekerja sama dengan bagian produksi. Tujuan yang harus dicapai ialah tujuan
perusahaan dan bukan tujuan masing-masing kelompok.
d.
Pelatihan Antarkelompok
Melalui Penghayatan-Pengalaman (Experiential Inter Group Training)
kelompok
yang bersaing dikumpulkan dan diminta untuk mengkaji perilaku mereka sendiri.
Selama pelatihan masing-masing kelompok mencatat persepsi tentang mereka
sendiri dan persepsi mereka tentang kelompok lain. Kedua hasil kelompok
kemudian dibicarakan dan dibahas, persepsi yang keliru dihilangkan dan hubungan
di masa depan ditentukan bersama. Teknik ini merupakan salah satu teknik dari
Pengembangan Organisasi yang akan lebih dijelaskan dalam bab berikutnya.
5.3.Dimensi dari Intensi Menyelesaikan
Konflik
Robbins (1998) membahas
dimensi dari intensi menyelesaikan konflik dari Thomas (1992). Intensi
menyelesaikan konflik dapat dikelompokkan kedalam lima cara yang diperoleh
berdasarkan dua dimensi, yaitu: 1.Dimensi Assertiveness
dan 2.Dimensi Cooperativeness (Gambar
6.2).
Keempat intensi menyelesaikan
konflik ialah, bersaing (Competing),
bekerjasama (Collaborating),
berkompromi (Compromising),
menghindar (avoiding), menyesuaikan (accomodating).
1. Bersaiang
ialah hasrat untuk memuaskan kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan dampak
terhadap pihak lawan konflik (tinggi pada assertiveness
dan rendah pada cooperativeness).
Situasi ini juga dinamakan situasi
menang-kalah (win-lose).
2. Bekerjasama
ialah pihak-pihak yang konflik masing-masing berhasrat untuk memuaskan
kepentingan pihaknya (assertiveness
dan cooperativeness tinggi). Situasi
ini dinamakan juga situasi menang-menang (win-win)
3. Berkompromi
ialah satu situasi dimana masing-masing pihak yang bersengketa bersedia untuk
mengeorbankan sesuatu (assertiveness dan
cooperativeness sedang tingginya).
Situasi ini dinamakan kalah-kalah (lose-lose),
karena ada yang dikorbankan.
4. Menghindar
adalah hasrat untuk mengundurkan diri dari situasi konflik atau menekan
konflik, tidak mau bersengketa (assertiveness
dan cooperativeness rendah).
5. menyesuaikan
adalah adanya satu pihak yang konflik bersedia untuk meletakkan kepentingan
pihak lain lebih tinggi dari kepentingannya (assertiveness rendah,
cooperativeness tinggi).
Situasinya
satu pihak mengalah atau memenangkan pihak lawan.
Kelima penyelesaian
konflik merupakan intensi (niat) cara menyelesaikan konflik. Bagaimana cara
penyelesaian yang nyata tergantung dari sikap kedua belah pihak yang
bersengketa.Cara penyelesaian konflik dapat diwujudkan kedalam berbagai teknik
penyelesaian konflik. Teknik-teknik yang telah disebutkan diatas , Teknik
“Menemukan musuh bersama”,”Pimpinan atau subkelompok dari kelompok yang
bersaing dibawa berinteraksi”,”Menemukan tujuan yang mencakup (superordinate)”,dan “Pelatihan antar
kelompok melalui penghayatan pengalaman (experiential
inter group training)” merupakan teknik-teknik penyelesaian masalah yang
menggambarkan situasi menang-menang, tidak ada pihak dalam persaingan yang
menang.
Disamping teknik-teknik
penyelesaian konflik diata ada beberapa teknik penyelesaian konflik lainnya yang
diajukan oleh Robbins (1998), yang bersifat situasi win-win.
Teknik problem solving: pertemuan berhasapan (face-to-face) antara pihak yang
bersengketa dengan tujuan menemukenali masalah dan memecahkannya melalui
diskusi terbuka. Misalnya sengketa antara pekerja dengan manajemen, antara
kelompok staf junior dan staf senior. Teknik pengadaan sumber yang lebih banyak
: ini khusus kalau konflik yang terjadi disebabkan kurangnya atau terbatasnya
sumber yang diperlukan. Misalnya alokasi anggaran untuk bagian-bagian yang
berbeda-beda dan dirasakan tidak adil.
Teknik pelunak (smoothing) berusaha mengurangi arti
perbedaan dan menekankan pada kepentingan bersama dari pihak yang bersengketa.
Teknik perintah otoritatif, manajemen menggunakan otoritas formalnya untuk menyelesaikan
konflik dan mengkomunikasikan keinginannya kepada pihak-pihak yang bersengketa.
Teknik mengubah variable manusia : menggunakan teknik pengubahan perilaku
melalui pelatihan, seperti pelatihan dalam hubungan antar manusia, sehingga
dapat mengubah sikap dan perilaku yang menimbulkan konflik. Teknik mengubah
variable structural. Mengubah struktur formal organisasi dan pola interaksi
dari pihak konflik melalui rancang ulang dari pekerjaan (job redisign), pemindahan, pembentukan kedudukan dengan tugas
koordinasi, dan sebagainya.