Sunday, 20 September 2015

Menurut Harvey & Smith (dalam Wibowo, 1988:2.10) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi sosial yaitu:
a. Variabel Obyek — Stimulus.
b. Variabel Latar dan Suasana yang mengiringi kehadiran obyek —stimulus.
c. Variabel Perseptornya sendiri.
Dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Variabel Obyek - Stimulus
Karakteristik atau ciri-ciri yang melekat pada obyek persepsi dapat mempengaruhi persepsi kita terhadap obyek itu sendiri. Misalnya kita menangkap obyek-stimulus melalui indera penglihatan, ini disebut sebagai persepsi visual. Sedangkan persepsi auditif adalah jika obyek-stimuli-nya adalah melalui indera pendengaran.
Persepsi sosial menjangkau lebih jauh yakni emosi, sifat dan juga motif yang melandasi perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, kepribadian serta watak seseorang. Dalam persepsi ini apa yang akan dipersepsikan adalah tergantung pada petunjuk-petunjuk yang tertangkap oleh penginderaan kita seperti gerak-gerik, ekspresi wajah, cara duduk dan lain-lainnya. Melalui berbagai petunjuk yang didapat kita mengkonstruksikan hal-hal apa saja yang masuk dalam penginderaan kita sehingga kita dapat menarik kesimpulan seperti misalnya si A sedang sedih, si B adalah orang yang berhati jahat, si C adalah orang yang berwatak dingin dan sebagainya.
Tetapi apa yang kita inderai dapat mengecoh kita. Salah satu kesulitan yang dapat ditemui adalah kenyataan bahwa obyek dalam persepsi sosial khususnya orang-orang bukanlah obyek yang pasif atau statis. Mereka mampu menyembunyikan perasaan, pikiran, niatnya dan sebagainya atau lazim disebut dengan pengelolaan kesan (impressions management), yang kadangkala menipu kita. Orang dapat mengendalikan sikap dan respons orang lain atau lingkungan terhadap dirinya. Pengendalian kesan ini juga mempunyai hubungan yang erat dengan harapan-harapan sosial (social expectation) yang dilekatkan pada suatu peran (role) tertentu. Seorang atasan yang selalu dianggap baik sekali waktu perlu memarahi bawahannya di hadapan banyak orang untuk menunjukkan bahwa dia menghargai adanya kedisiplinan waktu di tempat kerja dan juga bahwa dia perlu menunjukkan kewibawaannya, misalnya. Hal ini bisa menimbulkan adanya rasa penghargaan dari para pegawainya meskipun kelihatarmya sikap atasan yang biasanya diam dan tiba-tiba marah besar menimbulkan adanya persepsi bahwa dia tidak konsisten dalam perilakunya. 


b. Variabel Latar dan Suasana pengiring kehadiran obyek-stimulus
Latar dan suasana atau situasi yang mengiringi kehadiran obyek-stimulus mempunyai pengaruh tertentu terhadap persepsi sosial karena berhubungan erat dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu kelompok, organisasi dan masyarakat. Selaras atau tidaknya perilaku yang diperagakan seseorang dengan hal-hal yang sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat akan dengan cepat mempengaruhi corak persepsi kita terhadap orang lain.
c. Variabel Diri Perseptor
Terdapat beberapa faktor dalam hal ini yaitu:
(a) Faktor Pengalaman. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang mengenai obyek-stimulusnya (sebagai hasil dan seringnya terjadi kontak antara perseptor dengan obyeknya, terutama obyek yang serupa) maka semakin tinggi pula veridikalitasnya.
(b) Faktor Intelegensia, dimana semakin tinggi intelegensinya semakin obyektif penilaiannya terhadap apa raja yang dipersepsi, akan cenderung lebih berhati-hati dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya sebelum menyimpulkan sesuatu serta tidak mudah terpengaruh.
(c)Faktor Kemampuan Menghayati Stimuli.
Adanya kemampuan berempati atau turut menghayati perasaan orang lain sebagaimana yang dialaminya sendiri. Semakin besar kemampuan ini semakin besar pula kemampuan untuk dapat menangkap stimuli sosial sesuai kenyataan yang sesungguhnya.
d ) Faktor Ingatan (Memory) yang akan menghindarkan adanya distorsi atau penyimpangan dalam persepsi. Pengalaman-pengalaman atau kejadian-kejadian masa lampau yang tersimpan dalam ingatan, akan menentukan veridikalitas persepsinya.
(e) Faktor Disposisi Kepribadian,
artinya kecenderungan kepribadian yang relatif menetap pada din seseorang akan turut pula menentukan persepsinya atas sesuatu. Seseorang yang memiliki kepribadian yang otoriter misalnya, akan cenderung bersikap kaku, berpandangan sempit dan merasa dirinya selalu benar.
(f)Faktor Sikap terhadap Obyek-Stimulus.
Sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berpikir atau berpandangan, berperasaan dan berkehendak serta berbuat secara tertentu terhadap obyek. Pengaruh sikap ini seringkali dinyatakan sebagai halo effect yang menyebabkan persepsi seseorang menjadi berat sebelah dan mengalami distorsi.
g) Faktor Kecemasan.
Seseorang yang dihinggapi kecemasan karena berkaitan dengan obyek-stimulinya akan mudah dihadapkan pada hambatan-hambatan dalam mempersepsikan obyek tersebut.
h) Faktor Pengharapan (Expectations).

Merupakan kumpulan dari beberapa bentuk pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai manusia, perilaku dan ciri-cirinya, sampai pada taraf tertentu yang diyakini kebenarannya. Pertama, hal ini berkaitan erat dengan pandangan hidup atau nilai-nilai utama yang dianut seseorang. Misalnya seseorang yang berperilaku altruistik atau suka menolong dan menjaga keharmonisan dalam hidupnya, akan cenderung dipersepsikan secara positif. Kedua, adanya hubungan yang kuat antara ciri-ciri seseorang dengan kelompok dari mana is berasal. Ciri-ciri tersebut dapat merupakan ciri-ciri yang dianggap negatif maupun positif, yang secara keseluruhan merupakan generalisasi mengenai orang-orang yang berasal dan kelompok yang sama. Hasil dari generalisasi ini biasanya disebut- sebagai stereotip sosial. Misalnya, adanya anggapan bahwa orang Batak itu adalah kasar, agresif, berwatak keras dan lain-lain. Sementara orang Jawa loyal, penurut, kurang tegas, percaya hal-hal gaib dan lain-lain. 

1 comment:

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget