Sikap menurut GW Allport (dalam
Sears, dkk., 1985:137) adalah keadaan mental dan sarafdari kesiapan yang diatur
melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarh terhadap
respons individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap
terutama digambarkan sebagai kesiapan untuk menanggapi dengan cara tertentu dan
menekankan implikasi perilakunya. Sedangkan Krech & Crutchfield (dalam
Sears, dkk., 1985:137) yang sangat mendukung perspektif kognitif mendefinisikan
sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dan proses motivasional,
emosional, perceptual dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu.
Beberapa pendapat tentang sikap
antara lain (dalam Dayakisni, 2006:113):
a. Sikap merupakan suatu
tingkatan afek, baik itu bersifat positif maupun negatif dalam hubungannnya
dengan obyek-obyek psikologis (Thurstone).
b. Sikap merupakan suatu
prediposisi mental untuk melakukan suatu tindakan (Kimball Young, 1945).
c. Sikap sebagai predisposisi
yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan
dengan obyek tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975).
d. Sikap menentukan keajegan dan
kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau
kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan
timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (Sherif & Sherif, 1956).
Karakteristik sikap adalah:
a. Sikap disimpulkan dari
cara-card individu bertingkah laku.
b. Sikap ditujukan mengarah
kepada obyek psikologis atau kategori dalam hal ini skema yang dimiliki orang
menentukan bagaimana mereka mengkategorisasikan target obyek dimana sikap
diarah-kan.
c. Sikap dipelajari.
d. Sikap mempengaruhi perilaku.
Pengukuhan sikap yang mengarah pada satu obyek memberikan alasan untuk
berperilaku mengarah pada obyek itu dengan suatu cara tertentu.
Sedangkan fungsi sikap Katz
(1960) dalam Dayakisni (2006: 116) antara lain adalah:
a. Utilitarian Function dimana
sikap memungkinkan untuk memperoleh atau memaksimalkan ganjaran (reward) atau
persetujuan dan meminimalkan hukuman. Dengan kata lain sikap dapat berfungsi
sebagai penyesuaian sosial, misalnya seseorang dapat memperbaiki ekspresi dan
sikapnya terhadap sesuatu obyek tertentu untuk mendapatkan persetujuan atau
dukungan.
b. Knowledge Function, yaitu
bahwa sikap membantu dalam memahami lingkungan (sebagai skema) dengan
melengkapi ringkasan evaluasi tentang obyek dan kelompok obyek atau segala
sesuatu yang dijumpai di dunia ini.
c. Value-Expressive Function
yaitu sikap kadang-
kadang mengkomunika-sikan nilai dan identitas yang dimiliki
seseorang terhadap orang lain.
d. Ego-Defensive Function yaitu
sikap melindungi diri, menutupi kesalahan, agresi dan sebagainya dalam rangka
mempertahankan diri. Sikap ini mencerminkan kepribadian individu yang
bersangkutan dan masalah-masalah yang belum mendapatkan penyelesaian secara
tuntas, sehingga individu berusaha mempertahankan dirinya secara tidak wajar
karena merasa takut kehilangan statusnya.
Sikap adalah suatu sistem yang
terbentuk dari kognisi, perasaan dan kecenderungan perilaku yang saling
berkaitan. Perilaku sosial seseorang — apakah perilaku yang melibatkan perilaku
,keagamaan, cara mencari nafkah, kegiatan politik atau jual beli barang —
diarahkan oleh sikapnya.
Tindakan sosial individu
mencerminkan sikapnya yakni sistem yang selalu ada mengenai evaluasi, perasaan
emosional dan kecenderungan tindakan pro dan kontra dalam kaitannya dengan
obyek sosial.
Komponen sikap terdiri atas
(Sears, 1985:138-141):
1.
Komponen Kognitif dalam suatu sikap terdiri dan
keyakinan seseorang mengenai obyek tersebut bersifat "evaluatif yang
melibatkan diberikannya kualitas disukai atau tidak disukai, diperlukan atau
tidak diperlukan, baik atau buruk terhadap obyek.
2. Komponen
Perasaan dalam suatu sikap berkenaan dengan emosi yang berkaitan dengan obyek
tersebut. Obyek tersebut dirasakan sebagai hal yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Beban emosional inilah yang
memberikan watak tertentu terhadap sikap yaitu watak mantap, tergerak dan
termotivasi.
3.
Komponen Kecenderungan Tindakan dalam suatu
sikap mencakup semua kesiapan perilaku yang berkaitan dengan sikap. Jika
seorang individu bersikap positif terhadap obyek tertentu, maka ia akan
cenderung membantu atau memuji / mendukung obyek tersebut. Jika ia bersikap negatif
maka ia akan cenderung untuk mengganggu/ menghukum / merusak obyek tersebut.
Sebagai contoh dapat
diilustrasikan sikap mahasiswa terhadap senjata nuklir. Misalnya komponen
kognitif dapat meliputi beberapa informasi tentang ukurannya, cara pelepasannya,
jumlah kepala nuklir pada setiap rudal dan beberapa keyakinan tentang
negara-negara yang mungkin memilikinya, daya hancurnya dan kemungkinan
penggunaannya. Komponen afektif meliputi perasaan seseortng yang dalam hal ini
mungkin didominasi oleh penilaian negatif yang kuat yang mungkin disertai
kekhawatiran atau ketakutan akan terjadinya penghancuran oleh nuklir. Komponen
perilaku menunjukkan kecenderungan mahasiswa untuk menandatangani petisi dan
mengadakan demonstrasi untuk menentang penyebaran rudal berkepala nuklir dan
menentang orang-orang yang menggunakan rudal.
Kompleksitas kognitif adalah
banyaknya pikiran dan keyakinan yang dimiliki oleh individu tentang sebuah
obyek untuk disikapi. Setiap kognisi bisa berbeda dalam tingkat kepentingan.
Sikap dapat berupa hal yang cukup rumit dan melibatkan sejumlah kognisi yang
mempunyai perbedaan dalam hubungannya dengan inti masalah dalam komponen
penilaiannya. Gambaran ini merupakan penyederhanaan yang berlebihan dari
berbagai sikap dalam kehidupan nyata. Kesan kita tentang orang lain cenderung
menjadi konsisten secara evaluatif. Sebagian besar sikap menjadi cenderung
sederhana secara evaluatif. Tidak peduli sejauhmana kita mengenalnya secara
umum kita cenderung menyukai atau tidak menyukainya. Bahkan pada tingkat lebih
lanjut sikap tentang hubungan masyarakat dimana orang sering tidak memiliki
informasi yang memadai sikap mereka cukup konsisten stidaknya bila menghadapi
persoalan yang amat genting. Komponen evaluatif yang relatif sederhana dari
sikap merupakan faktor penentu perilaku yang utama. Sikap memiliki komponen
emosional atau komponen evaluatif yang tidak dimiliki oleh keyakinan akan
fakta. Sikap bila telah ditentukan jauh lebih sulit berubah dibandingkan dengan
keyakinan akan fakta.
Komponen ketiga dari sikap
menyangkut kecenderungan ber-perilaku. Banyak penelitian dalam psikologi sosial
menunjukkan bahwa perilaku nyata sering tidak sesuai dengan sikap dan nampaknya
orang dapat hidup cukup nyaman dengan ketidaksesuaian tersebut. Misalnya,
banyak perokok percaya bahwa merokok itu tidak baik untuk kesehatan dan banyak
yang tidak menyukai rasa nikotin. Tetapi sulit bagi mereka untuk melepaskan
diri dan kebiasaan tersebut. Perilaku merokok mereka tidak dikendalikan oleh
kognisi dan penilaian negatif mereka tentang merokok. Jadi komponen perilaku
dan sikap tidak selalu sesuai dengan komponen kognitif dan afelctifnya.
Perilaku nyata (overt behaviour) dapat mengontrol komponen evaluatif dan
komponen kognitif sikap. Orang dapat berperilaku dalam cam tertentu dan sikap
mereka mungkin sejalan. Misalnya saja sekalipun seorang wanita gemar merokok
namun ketika ia sedang hamil atau mengandung .maka ia memutuskan untuk berhenti
merokok demi kesehatan janinnya. Selama sembilan bulan masa kehamilan maka
wanita tersebut akan berhenti merokok. Secara bertahap mungkin ia akan percaya
bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan (baik bagi ibu maupun bayinya). Mungkin
ia akan belajar untuk tidak menyukai bau dan rasa nikotin dan mungkin ia juga
akan mempelajari fakta-fakta tentang bahaya merokok dengan mencari informasi
tentang hal itu melalui internet misalnya. Pada waktu bayinya lahir mungkin ia
memiliki sejumlah kognisi mengenai keburukan merokok dan penilaian negatif
tentang merokok (komponen kognitif dan komponen evaluatif). Jadi hubungan
antara komponen kognitif dan afektif sikap di satu pihak dan perilaku nyata di
pihak lainnya dapat berlangsung dalam satu arah.
0 comments:
Post a Comment