Apakah dalam situasi tertentu seseorang
akan melakukan agresi atau tidak ditentukan 3 variabel:
a. Intensitas amarah seseorang.
b. Kecenderungan untuk mengekspresikan
rasa marah.
c. Kekerasan yang dilakukan karena
alasan lain yang bersifat instru-mental.
Terdapat beberapa cara untuk mengurangi
perilaku agresif:
a. Frustasi dapat dikurangi.
b. Orang dapat belajar untuk tidak
melakukan agresi dalam situasi tertentu atau dapat belajar menekan
agresivitasnya. Hal ini dilakukan dengan menyadari adanya punishment atau
hukuman.
c. Mereduksi agresi dengan pemanusiaan
korban, sehingga penyerang mempunyai empati terhadap korban.
d. Pengalihan yaitu mengekspresikan
agresi terhadap sasaran pengganti.
e. Katarsis (pembersihan, pengungkapan
agresi), maksudnya bila orang merasa agresif tindakan agresi yang dilakukannya
akan mengurangi intensitasnya.
Strategi umum untuk mengurangi agresi
bisa ditargetkan pada individu kemudian beralih ke strategi-strategi yang
diterapkan pada tingkat komunitas atau masyarakat.
1. Strategi yang Diarahkan pada Individu
Perilaku agresif dilakukan oleh pelaku individual. Dengan demikian, sebagian
besar upaya intervensi diarahkan pada pengurangan kemungkinan individu untuk
memperlihatkan perilaku agresif. Tiga mekanisme yang mungkin bisa mencegah
perilaku agresif telah dieksplorasi yaitu katarsis, hukuman dan mengelola
amarah.
a Katarsis.
Menurut pendapat yang diterima secara
luas, menahan perasaan agresif bisa menimbulkan masalah penyesuaian dan membawa
resiko ledakan agresi yang tidak terkontrol. Ide tentang katarsis yang
dimunculkan Freud dan Lorenz menyatakan bahwa ventilasi perasaan bermusuhan
dapat melepaskan impuls-impuls agresif yang secara temporer mengurangi
kemungkinan perilaku agresif. Versi hipotesis katarsis yang lebih umum
menyatakan bahwa ekspresi perasaan agresif apapun akan mengurangi kemungkinan
agresi selanjutnya Tetapi temuan empiris mengenai efektivitas katarsis
memperlihatkan bahwa katarsis bukan hanya tidak efektif tetapi justru
kontraproduktif untuk mengurangi agresi (Baron dan Richardson, 1994 dalam
Krahe, 2005:354). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tindakan agresif
imajiner, misalnya dengan berpura-pura melakukan agresi atau memainkan
permainan agresif, berkemungkinan meningkatkan agresi daripada menurunkannya.
Hal yang sama juga berlaku untuk menonton tindakan kekerasan di media. Terlibat
dalam bentuk-bentuk agresi imajiner atau agresi yang tidak merugikan atau
melihat perilaku kekerasan orang lain, bisa menjadi pencetus agresi dalam
bentuk perilaku di masa mendatang. Ekspresi agresi terbuka dalam bentuk verbal
maupun fisik diketahui bisa mengurangi rangsangan afektif negatif. Tetapi,
bukannya bertindak mencegah perbuatan agresi selanjutnya, pengalaman bahwa
perasaan negatif dapat dikurangi melalui perilaku agresif itu justru bisa
meningkatkan dan bukan menghambat agresi di masa mendatang.
b. Hukuman.
Penjelasan tentang agresi sebagai hasil
proses belajar menekankan peran penguatan dan hukuman dalam mengatur performa
perilaku agresif. Agresi dianggap bisa meningkat sejauh pelakunya (orang lain
yang diobservasinya) mendapatkan akibat positif atas tindakan agresifnya.
Sebaliknya, perilaku agresif yang diikuti akibat adversif, seperti hukuman,
mestinya frekuensinya menjadi berkurang. Efektivitas hukuman sebagai mekanisme
kontrol untuk agresi hanya bisa diharapkan menekan perilaku agresif bila
beberapa kondisi terpenuhi:
• Hukuman yang diantisipasi itu hams
cukup adversif.
• Hukuman itu harus memiliki kemungkinan
tinggi untuk diterapkan.
• Hukuman itu hanya bisa menjalankan
fungsi pencegahan bila rangsangan negatif individu tidak terlalu kuat hingga
mengganggu ketepatan pengukurannya terhadap beratnya sanksi dan kemungkinannya
untuk diterapkan.
• Hukuman itu hanya akan efektif bila
ada alternatif perilaku yang atraktif bagi pelaku dalam situasi itu.
• Hukuman yang sesungguhnya hams
diberikan segera setelah agresi dilakukan sehingga dipersepsi sebagai sesuatu
yang berhubungan dengan perilaku agresif itu.
c. The American Psychological Society
menyatakan bahwa hukuman bisa menekan perilaku antisosial dalam jangka pendek
tetapi modifikasi perilaku yang lebih kekal hanya akan muncul setelah cara-cara
alternatif untuk mengatasi masalah-masalah sosial dipelajari. Berdasarkan alur
penalaran ini, program-program yang diarahkan pada pencegahan gangguan perbuatan
agresif pada anak-anak difokuskan pada strategi pendisiplinan non-kekerasan
oleh orangtua. Latihan manajemen untuk orang tua dimaksudkan untuk mengajari
orangtua tentang cara menguatkan perilaku prososial. Hal ini melibatkan
pengembangan perilaku pengasuhan yang baru, seperti memberikan penguatan
positif untuk perilaku yang benar, memberikan hukuman yang ringan dan
berkompromi melalui negosiasi (Kazdin, 1987 dalam Krahe, 2005:359). Latihan
manajemen untuk orangtua terbukti berhasil mengubah pola-pola perilaku
antisosial anak di berbagai penelitian. Perbaikan itu tetap stabil untuk kurun
waktu yang lama setelah perlakuan itu selesai diterapkan.
Mengelola
Kemarahan.
Kemarahan dan rangsangan afektif negatif
memainkan peran kunci dalam banyak pengekspresian perilaku agresif. Dengan
demikian pemberian kemungkinan untuk mengontrol kemarahan mestinya efektif
dalam mengurangi agresi bermusuhan seseorang. Fokus pendekatan manajemen
kemarahan adalah menunjukkan kepada individu agresif tentang model kemarahan
yang bisa dimengerti dan hubungannya dengan kejadian, pikiran serta perilaku
kekerasan yang dipicu olelmya. Pendekatan metode manajemen kemarahan hanya bisa
diharapkan pada individu-individu yang menyadari kenyataan bahwa perilaku
agresif mereka adalah akibat kegagalan mengontrol impuls agresif dan pada
individu yang termotivasi untuk mengubah cam mereka yang tidak adekuat dalam
menangani impuls. Selain itu kontrol terhadap kemarahan dapat ditingkatkan
dengan melatih individu-individu ini agar mampu menyadari tentang
penyebab-penyebab potensial dan keadaan-keadaan yang dapat mengurangi perilaku
yang negatif dan menyebabkan frustasi. Dalam hal ini, temuan dan beberapa
penelitian eksperimental memperlihatkan bahwa agresi dapat dikurangi sejauh
perilaku orang lain dapat diinterpretasi sebagai perilaku yang tidak dapat
dihindari atau dilakukan secara tidak sengaja.
Empati
terhadap target tindakan agresif bisa mengurangi agresi sejauh si agresor
tidakterangsang secara emosional karenamempersepsi penderitaan korbannya
sebagai pengumpan positif. Humor juga bisa memblokir kecenderungan agresif,
kecuali bila bahan humor itu sendiri mengandung stimulus agresif atau
bermusuhan. Tetapi masing-masing afek ini terbatas pad.4. konteks segera
(immediate) dan tidak akan berhasil mengurangi agresi dan waktu ke waktu atau
dan satu situasi ke situasi yang lain.
Belajar
melalui observasi yaitu mengamati orang-orang yang
berperilaku non-agresif bisa mengurangi performa tindakan agresif pengamatnya
(Baron dan Richardson, dalam Krahe, 2005:362-363). Menyaksikan tokoh
non-agresif dimaksudkan untuk mendapatkan repertoar perilaku ban' dimana
pola-pola respons agresif dapat digantikan untuk jangka waktu yang lebih lama.
2. Pendekatan kepada Masyarakat Setiap
masyarakat berkewajiban menawarkan kemungkinan pengamanan terbaik dan dari
agresi dan kekerasan terhadap warganya. Norma-norma dan praktek-praktek yang
ada di masyarakat dapat memberikan efek yang nyata pada Skala agresi yang
ditunjukkan warganya. Misalnya upaya regulasi-diri yang dilakukan oelh media
untuk mengontrol dan membatasi tingkat aksesabilitas program-program yang
mengandung kekerasan untuk melindungi warga masyarakat. Badan hukum yang
berwenang juga hams berupaya metakukan pengontrolan terhadap ketersediaan isi
media yang mengandung kekerasan.
Dan perspektif ekologis, Goldstein
(dalam Krahe, 2005:364) mempresentasikan pendekatan pencegahan kejahatan yang
didasarkan pada penciptaan lingkungan fisik dan social yang membatasi peluang
perilalcu agresif. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah:
• Mempersulit pelaku kriminal untuk
mencapai targetnya (melalui penghalang fisik atau pengontrolan akses).
• Mengontrol fasilitatornya (misalnya
melarang penjualan alkohol pada acara-acara keramaian seperti saat pertandingan
olahraga, konser musik, dan lainnya).
• Mengimplementasikan sistem pengawasan
formal dan informal (misalnya televisi jaringan tertutup atau Close Circuit
Television/ CCTV).
• Sistem keamanan lingkungati
(siskamling). • Mengidentifikasikan properti atau barang-barang berharga
(dengan membubuhkan label atau kode elektronik). Mekanisme pengontrolan agresi
dan kekerasan lain di tingkat masyarakat adalah penerapan sanksi hukum.
Penjatuhan hukuman terhadap terhadap pelaku agresi individual setelah melakukan
indak kejahatan atau kekerasan dimaksudkan untuk menghalangi kekerasan
selanjutnya.