Monday, 12 October 2015

Berbagai bentuk prasangka dapat kita lihat dalam beragam peristiwa. Ketika terjadi peristiwa pemboman di World Trade Center (WTC) di Amerika atau dikenal dengan peristiwa 9/11, sebuah penelitian menunjukkan adanya prasangka dan warga negara Amerika terhadap kaum muslim (dalam Myers, 2012:5). Kemudian dalam hal usia, dimana kaum tua dianggap rapuh, tidak kompeten dan tidak produktif sebagaimana kaum muda, sehingga hal ini menyebabkan para orang lanjut usia menjadi merasa kurang kompeten dan bertindak kurang cakap. Hal ini menunjukkan bahwa hadirnya prasangka tersebut menyebabkan rasa tidak percaya diri dan merasa tidak berguna (dibandingkan saat mereka muda dulu) bagi kaum lanjut usia. Dalam konteks prasangka, setiap situasi tertentu melibatkan evaluasi yang negatif dan beberapa kelompok.
Prasangka sosial merupakan sikap-perasaan individu terhadap golongan individu tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berlainan, yang terdiri atas sikap-sikap sosial yang negatif terhadap golongan individu lain, serta mempengaruhi tingkah laku individu yang bersangkutan terhadap golongan individu yang lain tadi. Sikap-sikap perasaan negatif ini lama kelamaan akan menjadi tindakan yang "diskriminatif' yakni tindakan yang bercorak menghambat, merugikan perkembangan bahkan mengancam kehidupan pribadi individu yang diprasangkai tersebut.

Prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka. Para pakar psikologi sosial umumnya membedakan 3 komponen antagonisme kelompok. Komponen Kognitif yaitu "Stereotip", merupakan keyakinan tentang sifat-sifat pribadi yang dimiliki orang dalam kelompok atau kategori sosial tertentu. Stereotip bisa menjadi destruktif bila mengabaikan bukti realitas dan digeneralisasikan terhadap semua anggota kelompok.
Komponen Afektif yaitu "Prasangka", merupakan penilaian terhadap suatu kelompok atau seorangindividu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok orang tersebut. Prasangka mempunyai kualitas tambahan berupa penilaian pendahuluan (prejudgment). Komponen Perilaku yaitu "Diskriminasi", merupakan perilaku menerima atau menolak seseorang berdasarkan (atau setidaknya dipengaruhi oleh) keanggotaan kelompoknya. Prasangka dan stereotip mempengaruhi sikap dan perilaku individu melalui berbagai cara.
Prasangka dan stereotip mempengaruhi persepsi tentang individu anggota kelompok sasaran. Tekanan psikologis terhadap konsistensi psikologis sering menyebabkan kita membentuk sikap yang konsisten dengan prasangka kita. Bila terdapat ambiguitas tentang situasi yang nyata, kebutuhan konsistensi akan mendorong orang untuk membiaskan persepsi sesuai dengan prasangka. Prasangka juga mempengaruhi respons politik terhadap kelompok minoritas. Sikap berprasangka juga dapat menimbulkan perilaku diskriminasi dengan cara yang lebih nyata tetapi tidak langsung. Misalnya prasangka orang tua dapat mempengaruhi anaknya.
Pengaruh yang lebih lanjut adalah bahwa stereotip tidak hanya mempengaruhi perilaku kita tetapi juga perilaku korban stereotip ketika kita berinteraksi dengan mereka. Dalam hal ini stereotip bisa menjadi dugaan pemuas diri. Anggota kelompok korban akan mulai melakukan sesuatu seperti yang di-stereotip-kan, menampilkan karakteristik sesuai dengan isi stereotip tersebut. Hal ini disebabkan karena sebagian besar orang berperilaku sesuai dengan harapan orang lain.
Bila diterapkan pada stereotip, rangkaian dugaan pemuas diri melibatkan 4 tahap:
a. Stereo* (harapan) tentang bagaimana orang lain akan berperilaku.
b. Perubahan perilaku pada diri penganut stereotip.
c. Menimbulkan perubahart perilaku pada diri orang yang menjadi kelompok sasaran.
d. Persepsi tentang perilaku orang yang menjadi sasaran sebagai penyesuaian terhadap stereotip dan bukan sebagai respons terhadap perilaku si penganut stereotip.
Ada beberapa hal yang menyebabkan timbulnya prasangka:
1. Orang berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam (scape — goastism).
2. Orang berprasangka karena memang is sudah dipersiapkan di dalam lingkungannya atau kelompoknya untuk berprasangka.
3. Prasangka timbul karena adanya perbedaan, dimana perbedaan ini menimbulkan perasaan superior. Perbedaan disini bisa meliputi:
a. Perbedaan fisik / biologis, ras.
b. Perbedaan lingkungan / geografis.
c. Perbedaan status sosial.
d. Perbedaan kepercayaan/agama.
e. Perbedaan kekayaan.
f. Perbedaan norma-norma sosial.
4. Prasangka timbul karena adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau kebiasaan di dalam lingkungan tertentu (misalnya ibu tiri, janda, dan lain-lain).
5.Prasangka timbul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan (A. Ahmadi, 2002 : 210 — 211).
Beberapa pendapat tentang prasangka yaitu (dalam Brown, 2005:
8-9):
1.       Chumber English Dictionary, 1988 :
Prasangka adalah penilaian atau pendapat yang dibentuk tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu (a judgement opinion formed beforehand or without due examination).
2.    Allport, 1954: Prasangka etnik adalah antipati berdasarkan generalisasi yang salah atau tidak fleksiblel. Prasangka 'bisa dirasakan atau diekspresikan. Prasangka bisa diarahkan terhadap suatu kelompok secara keseluruh-an terhadap seseorang karena is merupakan anggota kelompok dimaksud.
3.    Jones, 1972: Penilaian negatif yang sudah ada sebelumnya mengenai anggota ras, agama, atau pemeran sosial signifikan lain yang dipegang dengan tidak mempedulikan fakta yang berlawanan dengan itu.
4.   Worchel, et.al.,:
       Sikap negatif tak berdasar terhadap seseorang, yang didasarkan pada kenggotaannya semata-mata di sebuah kelompok.

Prasangka merupakan penilaian negatif yang telah dimiliki sebelumnya terhadap suatu kelompok dan masing-masing anggota kelompoknya (Myers, 2012:6). Prasangka adalah sikap, dimana sikap adalah kombinasi dan perasaan (affect), kecenderungan berperilaku (behavior tendency) dan keyakinan (cognition). Bentuk-bentuk prasangka di banyak masyarakat di dunia ini yang membutuhkan pemahaman kita adalah prasangka yang negatif seperti:
a. Was-was (wary).
b. Ketakutan (fearful).
c. Kecurigaan (suspicious).
d. Penghinaan (derogatory).
e. Permusuhan (hostility).
f. Tindakan saling membunuh antar kelompok.

Prasangka hams dianggap sebagai seperangkat kepercayaan yang salah atau irasional, generalisasi yang serampangan (ngawur) atau disposisi yang tidak beralasan yang menyebabkan orang berperilaku negatifterhadap kelompok lain.
Oleh karenanya prasangka dapat ditelaah sebagai:
1. Pertama, dengan mengatakan bahwa prasangka adalah sebuah sikap atau kepercayaan yang "keliru" maka hal ini menyiratkan bahwa kita bisa "membetulkannya" dengan 6ra-cora tertentu. Pada keadaan-keadaan tertentu hal ini mungkin untuk dilakukan, selama kepercayaan yang dipermasalahkan itu mengacu pada kriterian yang dapat diukur secara objektif.
2. Kedua, dengan memasukkan elemen "nilai kebenaran" dalam definisi prasangka muncul dari sifat relativistik persepsi antar kelompok yarig boleh dikatakan aneh. Misalnya konfirmasi oleh kelompok bahwa " kecantikan itu tergantung siapa yang melihatnya". Dengan kata lain, apa yang dianggap "menyenangkan" atau "baik budi" oleh sebuah kelompok mungkin dianggap sama sekali berbeda dengan kelompok lain.
3. Ketiga, dalam hubungannya dengan definisi tradisional mengenai prasangka ini adalah bahwa definisi tersebut seringkali tanpa dibuat sebelum dilakukan analisis mengenai asal mula dan fungsi pemikiran yang mengandung prasangka.
Dari berbagai pertimbangan diatas maka Brown (2005:12) menyimpulkan bahwa prasangka adalah: "Dipegangnya sikap sosial atau keyakinan kognitif yang bersifat merendahkan, pengekspresian afek negatif, atau tindakan ber-musuhan atau diskriminatif terhadap anggota suatu kelompok yang dihubungkan dengan keanggotaannya dalam kelompok tersebut".
Prasangka sosial dapat ditunjukkan oleh adanya jarak sosial (social distance) yaitu suatu posisi yang diberikan oleh para anggota kelompok yang berprasangka itu kepada kelompok lain dalam hal simpati. Jadi kalau terdapat simpati jaraknya dekat, tetapi kalau tidak simpati bahkan sampai antipati maka jarak sosialnya jauh.
Terbentuknya sosial distance antara lain karena
1. Adanya norma-norma tertentu dari kelompokmayoritas / yang dominan sesuai dengan status dan sudut pandangnya yang dihembuskan terhadap kelompok minoritas.
2. Menurut observasi Allport : bahwa social distance dalam masyarakat hanya terdapat pada masyarakat 'yang heterogen yang di dalamnya terdapat kelompok-kelompok yang memiliki fungsi dan interest yang berbeda-beds.
3. Adanya rasa superioritas kelompok atau keunggulan kelompok atas kelompok yang lain.
Adanya prasangka sosial berkaitan erat dengan "stereotip" yang merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi individu golongan lain yang bercorak negatif. Stereotip mengenai orang lain sudah terbentuk pada orang yang berprasangka sebelum is bergaul dengan individu yang dikenai prasangka tersebut. Biasanya stereotip terbentuk berdasarkan keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan subyektif
Stereotip adalah :
Kognisi yang relatif kompleks mengenai kelompok sosial yang membutakan individu terhadap beragamnya perbedaan yang ada diantara anggota kelompok manapun baik kelompok sosial, etnis, usia, jenis kelamin dan kelas sosial serta cenderung membekukan penilaiannya.
Myers (2012:7) menyatakan bahwa stereotip yang merupakan bentuk evaluasi negatif yang menandai prasangka, menunjukkan adanya generalisasi seperti orang Indonesia sangat ramah, orang Amerika mudah bergaul, profesor adalah orang yang linglung dan sebagainya. Jadi stereotip merupakan keyakinan mengenai atribut kepribadian dari satu kelompok atau orang-orang. Stereotip terkadang terlalui digeneralisasi tidak akurat dan resisten terhadap adanya informasi baru.
Jadi perubahan sikap mengenai prasangka mempunyai tiga ciri sebagai berikut:
1. Adanya pembatasan tentang situasi dari segi pre-conseption (pandangan tertentu sebelumnya).
2. Sikap yang demikian itu bertahan dengan kuatnya artinya sikap tersebut berlangsung dalam waktu yang lama.
3. Tinjauan terhadap obyek sikap yang menjurus ke arah yang negatif artinya ke arah yang tidak menyenangkan.
Bentuk lain dan prasangka selain stereotip adalah adanya perilaku diskriminasi, rasisme dan seksisme. Diskriminasi adalah perilaku negatif yang tidak pada tempatnya kepada sate kelompok dan anggota kelompoknya. Contoh perilaku diskriminatif adalah perbedaan respons atau kesan terhadap orang kaya dan orang miskin ketika mengakses pelayanan kesehatan. Rasisme adalah (1) sikap prasangka seseorang dan perilaku yang mendiskriminasi terhadap orang dan ras tertentu atau (2) praktik institusional (bahkan meskipun tidak dimotivasi oleh prasangka) yang merendahkan orang lain dan ras tertentu. Sebagai contoh dalam pertandingan sepakbola kita pernah melihat kasus rasisme terhadap pemain-pemain tertentu seperti Zinedine Zidane (Perancis) dan Mario Balotelli (Italia). Hal ini jugaalah yang kemudian membawa semangat "Say No to Racism" yang senantiasa disuarakan dalam setiap perhelatan akbar sepakbola seperti penyelenggaraan Piala Dunia (World Cup). Sedangkan seksisme adalah (1) sikap prasangka seseorang dan perilaku yang mendiskriminasi orang-orang dan jenis kelamin tertentu atau (2) praktik institusional (bahkan meskipun tidak dimotivasi oleh prasangka) yang merendahkan orang dan jenis kelamin tertentu. Misalnya prasangka bahwa perempuan itu sensitif, kurang kompeten dalam membuat keputusan dan secara fisik memiliki kelemahan tertentu.
Ada beberapa ciri pribadi orang yang berprasangka yaitu:
1. tidak toleran
2. kurang mengenal dirinya sendiri
3. kurang berdaya cipta.
4. Tidak merasa aman.
5. Memupuk khayalan-khayalan yang agresif (Gerungan, 2004:189).
AM Rose (dalam Gerungan, 2004:188) mengemukakan kerugian-kerugian yang bisa terjadi akibat adanya prasangka sosial yaitu :
 1. Potensi-potensi dalam masyarakat tidak dapat berkembang, tindakan diskriminatif hanya menguntungkan sebagian golongan tetapi dapat merugikan masyarakat sebagai keseluruhan.
2. Tindakan diskriminatif menimbulkan konflik-konflik sosial yang memerlukan usaha-usaha dan waktu tambahan bagi pemerintah untuk meredakannya. Usaha-usaha dan waktu yang sebenarnya dapat dihemat dan dikerahkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang lebih produktif
3. Prasangka sosial yang timbul akan menyebabkan hambatan dalam pergaulan antar golongan dan kemudian dapat memecah-belah kerjasama yang wajar antar golongan tersebut.
4. Pada akhirnya prasangka sosial itu dapat menjadi "outlet", pelepasan dari frustasi-frustasi yang dialami orang lalu menjelma ke dalam tindakan-tindakan agresif terhadap suatu golongan yang menjadi kambing hitamnya sehingga masyarakat mengalami kekacauan.
Terdapat 4 teori utama dalam prasangka yaitu:
1.. Teori Konflik Kelompok Realistis (Realistic Group Conflict Theories), menyelidiki kapan dan bagaimana prasangka berkembang dalam masyarakat, kebudayaan atau kelompok tertentu. Teori ini biasanya memfokuskan din pada kelompok dan bukan pada individu. Prasangka merupakan konsekuensi dan konflik nyata yang tidak dapat dielakkan. Versi lain dari teori ini adalah teori Kekurangan Relatif (Relative Deprivasion Theory). Hal ini berkaitan dengan ketidakpuasan yang tidak hanya timbul dari kekurangan obyektif, tetapi juga perasaan kurang secara subyektif yang relatif lebih besar dibandingkan dengan orang lain atau kelompok lain.
2. Teori Belajar Kelompok (Social Learning Theories) berkaitan dengan prasangka individu tertentu dan menempatkan penyebabnya pada pengalaman orang yang berprasangka dalam hubungannya dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Teori ini memandang prasangka sebagai sesuatu yang dipelajari dengan cara yang sama seperti bila orang mempelajari nilai-nilai sosial yang lain. Prasangka disebarluaskan dan orang yang satu kepada orang yang lain sebagai bagian dan sejumlah norma. Penyebarluasan dan pengungkapan prasangka yang terus nrenerus akan memperkuat peranannya sebagai norma budaya.
3. Teori Kognitif (Cognitive Theories), menekankan peranan proses kognitifseperti kategorisasi, penonjolan dan skema dalampembentukan prasangka. Proses kategorisasi membantu pengamat memproses informasi tentang berbagai individu secara efisien. Misalnya adanya kategorisasi berdasarkan etnis, kategorisasi berdasarkan status sosial ekonomi, kategorisasi berdasarkan tingkat pendidikan, dan sebagainya.

4. Teori Psikodinamika (Psychodynamic Theories) yang mencari sumber prasangka pada orang yang berprasangka. Salah satunya adalah menganggap prasangka sebagai agresi yang dialihkan. Pengalihan terjadi bila sumber frustasi atau gangguan tidak dapat diserang karena ada rasa takut atau karena sumber itu benar-benar tidak ada. Dalam kondisi ini orang akan mencari kambing hitam untuk dipersalahkan dan diserang. 

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget