Monday, 26 October 2015

Apakah dalam situasi tertentu seseorang akan melakukan agresi atau tidak ditentukan 3 variabel:
a. Intensitas amarah seseorang.
b. Kecenderungan untuk mengekspresikan rasa marah.
c. Kekerasan yang dilakukan karena alasan lain yang bersifat instru-mental.
Terdapat beberapa cara untuk mengurangi perilaku agresif:
a. Frustasi dapat dikurangi.
b. Orang dapat belajar untuk tidak melakukan agresi dalam situasi tertentu atau dapat belajar menekan agresivitasnya. Hal ini dilakukan dengan menyadari adanya punishment atau hukuman.
c. Mereduksi agresi dengan pemanusiaan korban, sehingga penyerang mempunyai empati terhadap korban.
d. Pengalihan yaitu mengekspresikan agresi terhadap sasaran pengganti.
e. Katarsis (pembersihan, pengungkapan agresi), maksudnya bila orang merasa agresif tindakan agresi yang dilakukannya akan mengurangi intensitasnya.
Strategi umum untuk mengurangi agresi bisa ditargetkan pada individu kemudian beralih ke strategi-strategi yang diterapkan pada tingkat komunitas atau masyarakat.
1. Strategi yang Diarahkan pada Individu Perilaku agresif dilakukan oleh pelaku individual. Dengan demikian, sebagian besar upaya intervensi diarahkan pada pengurangan kemungkinan individu untuk memperlihatkan perilaku agresif. Tiga mekanisme yang mungkin bisa mencegah perilaku agresif telah dieksplorasi yaitu katarsis, hukuman dan mengelola amarah.
a Katarsis.
Menurut pendapat yang diterima secara luas, menahan perasaan agresif bisa menimbulkan masalah penyesuaian dan membawa resiko ledakan agresi yang tidak terkontrol. Ide tentang katarsis yang dimunculkan Freud dan Lorenz menyatakan bahwa ventilasi perasaan bermusuhan dapat melepaskan impuls-impuls agresif yang secara temporer mengurangi kemungkinan perilaku agresif. Versi hipotesis katarsis yang lebih umum menyatakan bahwa ekspresi perasaan agresif apapun akan mengurangi kemungkinan agresi selanjutnya Tetapi temuan empiris mengenai efektivitas katarsis memperlihatkan bahwa katarsis bukan hanya tidak efektif tetapi justru kontraproduktif untuk mengurangi agresi (Baron dan Richardson, 1994 dalam Krahe, 2005:354). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tindakan agresif imajiner, misalnya dengan berpura-pura melakukan agresi atau memainkan permainan agresif, berkemungkinan meningkatkan agresi daripada menurunkannya. Hal yang sama juga berlaku untuk menonton tindakan kekerasan di media. Terlibat dalam bentuk-bentuk agresi imajiner atau agresi yang tidak merugikan atau melihat perilaku kekerasan orang lain, bisa menjadi pencetus agresi dalam bentuk perilaku di masa mendatang. Ekspresi agresi terbuka dalam bentuk verbal maupun fisik diketahui bisa mengurangi rangsangan afektif negatif. Tetapi, bukannya bertindak mencegah perbuatan agresi selanjutnya, pengalaman bahwa perasaan negatif dapat dikurangi melalui perilaku agresif itu justru bisa meningkatkan dan bukan menghambat agresi di masa mendatang.

b. Hukuman.
Penjelasan tentang agresi sebagai hasil proses belajar menekankan peran penguatan dan hukuman dalam mengatur performa perilaku agresif. Agresi dianggap bisa meningkat sejauh pelakunya (orang lain yang diobservasinya) mendapatkan akibat positif atas tindakan agresifnya. Sebaliknya, perilaku agresif yang diikuti akibat adversif, seperti hukuman, mestinya frekuensinya menjadi berkurang. Efektivitas hukuman sebagai mekanisme kontrol untuk agresi hanya bisa diharapkan menekan perilaku agresif bila beberapa kondisi terpenuhi:
• Hukuman yang diantisipasi itu hams cukup adversif.
• Hukuman itu harus memiliki kemungkinan tinggi untuk diterapkan.
• Hukuman itu hanya bisa menjalankan fungsi pencegahan bila rangsangan negatif individu tidak terlalu kuat hingga mengganggu ketepatan pengukurannya terhadap beratnya sanksi dan kemungkinannya untuk diterapkan.
• Hukuman itu hanya akan efektif bila ada alternatif perilaku yang atraktif bagi pelaku dalam situasi itu.
• Hukuman yang sesungguhnya hams diberikan segera setelah agresi dilakukan sehingga dipersepsi sebagai sesuatu yang berhubungan dengan perilaku agresif itu.

c. The American Psychological Society menyatakan bahwa hukuman bisa menekan perilaku antisosial dalam jangka pendek tetapi modifikasi perilaku yang lebih kekal hanya akan muncul setelah cara-cara alternatif untuk mengatasi masalah-masalah sosial dipelajari. Berdasarkan alur penalaran ini, program-program yang diarahkan pada pencegahan gangguan perbuatan agresif pada anak-anak difokuskan pada strategi pendisiplinan non-kekerasan oleh orangtua. Latihan manajemen untuk orang tua dimaksudkan untuk mengajari orangtua tentang cara menguatkan perilaku prososial. Hal ini melibatkan pengembangan perilaku pengasuhan yang baru, seperti memberikan penguatan positif untuk perilaku yang benar, memberikan hukuman yang ringan dan berkompromi melalui negosiasi (Kazdin, 1987 dalam Krahe, 2005:359). Latihan manajemen untuk orangtua terbukti berhasil mengubah pola-pola perilaku antisosial anak di berbagai penelitian. Perbaikan itu tetap stabil untuk kurun waktu yang lama setelah perlakuan itu selesai diterapkan.
Mengelola Kemarahan.
Kemarahan dan rangsangan afektif negatif memainkan peran kunci dalam banyak pengekspresian perilaku agresif. Dengan demikian pemberian kemungkinan untuk mengontrol kemarahan mestinya efektif dalam mengurangi agresi bermusuhan seseorang. Fokus pendekatan manajemen kemarahan adalah menunjukkan kepada individu agresif tentang model kemarahan yang bisa dimengerti dan hubungannya dengan kejadian, pikiran serta perilaku kekerasan yang dipicu olelmya. Pendekatan metode manajemen kemarahan hanya bisa diharapkan pada individu-individu yang menyadari kenyataan bahwa perilaku agresif mereka adalah akibat kegagalan mengontrol impuls agresif dan pada individu yang termotivasi untuk mengubah cam mereka yang tidak adekuat dalam menangani impuls. Selain itu kontrol terhadap kemarahan dapat ditingkatkan dengan melatih individu-individu ini agar mampu menyadari tentang penyebab-penyebab potensial dan keadaan-keadaan yang dapat mengurangi perilaku yang negatif dan menyebabkan frustasi. Dalam hal ini, temuan dan beberapa penelitian eksperimental memperlihatkan bahwa agresi dapat dikurangi sejauh perilaku orang lain dapat diinterpretasi sebagai perilaku yang tidak dapat dihindari atau dilakukan secara tidak sengaja.
Empati terhadap target tindakan agresif bisa mengurangi agresi sejauh si agresor tidakterangsang secara emosional karenamempersepsi penderitaan korbannya sebagai pengumpan positif. Humor juga bisa memblokir kecenderungan agresif, kecuali bila bahan humor itu sendiri mengandung stimulus agresif atau bermusuhan. Tetapi masing-masing afek ini terbatas pad.4. konteks segera (immediate) dan tidak akan berhasil mengurangi agresi dan waktu ke waktu atau dan satu situasi ke situasi yang lain.
Belajar melalui observasi yaitu mengamati orang-orang yang berperilaku non-agresif bisa mengurangi performa tindakan agresif pengamatnya (Baron dan Richardson, dalam Krahe, 2005:362-363). Menyaksikan tokoh non-agresif dimaksudkan untuk mendapatkan repertoar perilaku ban' dimana pola-pola respons agresif dapat digantikan untuk jangka waktu yang lebih lama.
2. Pendekatan kepada Masyarakat Setiap masyarakat berkewajiban menawarkan kemungkinan pengamanan terbaik dan dari agresi dan kekerasan terhadap warganya. Norma-norma dan praktek-praktek yang ada di masyarakat dapat memberikan efek yang nyata pada Skala agresi yang ditunjukkan warganya. Misalnya upaya regulasi-diri yang dilakukan oelh media untuk mengontrol dan membatasi tingkat aksesabilitas program-program yang mengandung kekerasan untuk melindungi warga masyarakat. Badan hukum yang berwenang juga hams berupaya metakukan pengontrolan terhadap ketersediaan isi media yang mengandung kekerasan.
Dan perspektif ekologis, Goldstein (dalam Krahe, 2005:364) mempresentasikan pendekatan pencegahan kejahatan yang didasarkan pada penciptaan lingkungan fisik dan social yang membatasi peluang perilalcu agresif. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah:
• Mempersulit pelaku kriminal untuk mencapai targetnya (melalui penghalang fisik atau pengontrolan akses).
• Mengontrol fasilitatornya (misalnya melarang penjualan alkohol pada acara-acara keramaian seperti saat pertandingan olahraga, konser musik, dan lainnya).
• Mengimplementasikan sistem pengawasan formal dan informal (misalnya televisi jaringan tertutup atau Close Circuit Television/ CCTV).

• Sistem keamanan lingkungati (siskamling). • Mengidentifikasikan properti atau barang-barang berharga (dengan membubuhkan label atau kode elektronik). Mekanisme pengontrolan agresi dan kekerasan lain di tingkat masyarakat adalah penerapan sanksi hukum. Penjatuhan hukuman terhadap terhadap pelaku agresi individual setelah melakukan indak kejahatan atau kekerasan dimaksudkan untuk menghalangi kekerasan selanjutnya.

1 comment:

  1. Bagi saya yg kurang bisa mengontrol emosi,sangat berguna bgt ini blog....

    ReplyDelete

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget