Dari pendekatan kognisi sosial,
penjelasan tentang bagaimana kita mengenali dan mengerti orang lain dapat
diperoleh dalam konsep tentang teori kepribadian tersirat (implicit personality
theory), yaitu sebuah jenis skema yang digunakan orang untuk mengelompokkan
beragam jenis sifat-sifat kepribadian. Orang menggunakan teori itu untuk
membentuk kesan tentang orang lain dalam waktu cepat.
Menurut Rosenberg dan Sedlack, (1972),
banyak orang berbagi teori kepribadian tersirat dalam sebuah budaya. Hoffman
(1986) menemukan bahwa partisipan yang berbahasa bilingual Cina-Inggris
membentuk penafsiran berbeda terhadap orang yang sama, bergantung pada apakah
mereka membaca deskripsi dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Cina. Dengan
deskripsi berbahasa Inggris, kesan artistik dibangkitkan, sedang dengan
deskripsi berbahasa Cina, sebuah kesan tentang Shi Gu (nama kota) dibangkitkan.
Isi deskripsinya sama, hanya bahasa yang digunakan berbeda. Bahasa sebagai
perwujudan dari budaya memberikan kerangka penafsiran terhadap objek-objek di
dunia, juga penafsiran terhadap orang lain.
Dalam membentuk kesan, kita dapat
menggunakan jalan-pintas mental. Ketika tingkah laku seseorang tampak ambigu,
tidak jelas teori atau sifat apa yang akan kita gunakan untuk memersepsikan orang
tersebut. Dalam keadaan tersebut, kesan bisa jadi ditentukan oleh seberapa
mudah kita bisa mengakses sebuah kategori sifat kepribadian, misalnya jika kita
tahu orang itu dikenal sebagai orang yang ramah, maka jika suatu kali ia tidak
menegur temannya, kita memersepsikan ia tidak melihat temannya atau sedang
terburu-buru. Cara ini merupakan jalan-pintas mental untuk memahami apa yang
dirasakan dan dipikirkan orang.
Beberapa sifat yang pernah dipersepsikan
di masa lalu, digunakan untuk memersepsikan tingkah laku saat ini. Sifat-sifat
lain dapat dimunculkan melalui priming, yaitu sebuah proses mengakses
sifat-sifat khusus melalui pengalaman saat ini. Higgins, dick (1977) memberi
ilustrasi operasi priming dalam studi mereka. Ketika partisipan penelitian mengingat
kata positif atau negatif dan kemudian membaca paragraf yang ambigu tentang
karakter bernama Donald, serta membentuk kesan, maka mereka yang mengingat
kata-kata positif akan membentuk kesan positif lebih banyak tentang Donald
daripada partisipan yang mengingat kata-kata negatif.
sumber nya ka ?
ReplyDelete