Thursday, 30 July 2015



Masa Remaja


1.              Pengertian dan Makna Masa Remaja
a.       Batas Masa Remaja
Harold Alberty (1957:86) menyatakan bahwa periode masa remaja itu dapat didefinisikan secara umum sebagai suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanaknya sampai datangnya awal masa dewasanya. Secara tentetif pula para ahli umumnya sependapat bahwa rentangan masa remaja itu berlangsung dari sekitar 11-13 tahun sampai 18-20 tahun menurut umur kalender kelahiran seseorang.
Dalam rentangan periode cukup panjang (6-7 tahun) itu ternyata terdapat beberapa indicator yang menunjukkan perbedaan yang berarti (meskipun bersifat gradual, baik secara kuantitatif maupun kualitatif) dalam kharakteristik dari beberapa aspek perilaku dan pribadi pada tahun-tahun permulaan dan tahun-tahun terakhir pada masa remaja itu. Oleh karena itu, para ahli cenderung membagi masa remaja menjadi dua periode yaitu masa remaja awal (early adolescent, puberty) dan masa remaja akhir (late adolescent, puberty) yang mempunyai rentangan waktu antara 11-13 sampai 14-15 tahun 14-16 sampai 18-20 tahun Charlotte Buhler menambahkan suatu masa transisi ke periode ini ialah masa pre-puberteit(pra-remaja) yang berkisar sekitar 10-12 tahun dari kalender kelahiran yang bersangkutan..
b.      Makna Masa Remaja
Fenomena perubahan-perubahan psikofisik yang menonjol terjadi dalam masa remaja, baik dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya maupun sesudahnya, mengundang banyak tafsiran. Sebagaimana lazimnya dalam dunia ilmu pengetahuan (social, terutama) bahwa sifat tafsiran itu sangat bergantung pada dasar pandangan (assumption) dan konsep atau kerangka dasar teoritis (conceptual frame work) serta norma yang digunakan (frame of references) oleh penafsir atau sarjana yang bersangkutan. Hal ini ternyata berlaku pula bagi fenomena masa remaja seperti tampak pada beberapa contoh berikut :
(1)    Freud (dengan teori kepribadiannya yang berorientasi pada seksual libido; dorongan seksual), menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitive karena perpaduan (uninfikasi) hidup seksual yang banyak bentuknya (polymorph) dan infantile (sifat kekanak-kanakan).
(2)    Charotte Buhler (yang membandingkan proses pendewasaan pada hewan dan manusia), menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi. Individu menjadi gelisah dalam kesunyiannya, lekas marah dan bernafsu serta dengan ini tercipta syarat-syarat untuk kontak dengan individu-individu lain.
(3)    Spanger (dengan teori kepribadiannya yang berorientasi pada sikap individu terhadap nilai-nilai), Menafsirkan masa remaja itu sebagai suatu masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental ialah kesadaran akan “aku”, berangsur-angsur menjadi jelasnya tujuan hidup, pertumbuhan kea rah dank e dalam berbagai lapangan hidup.
(4)    Hoffman (berorientasi kepada teori Resonansi Psikis), menafsirkan bahwa masa remaja itu merupakan suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dijalani indifidu. Perkembangan fungsi-fungsi psikofisisnya pada masa remaja itu berlangsung amat pesat sehingga dituntut kepadanya untuk melakukan tindakan-tindakan integrative demi terciptanya harmoni diantara fungsi-fungsi tersebut dalam dirinya.
(5)    Conger (yang menekankan pada pendekatan interdisipliner dalam pemahamannya terhadap kehidupan remaja masa kini) sejalan dengan pendapatnya Erikson (yang teori kepribadiannya berorientasi kepada phychological crisis development), menafsirkan masa remaja itu sebagai suatu masa yang amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best of time and warst of time. Kalau individu berhasil mengatasi berbagai tuntutan yang dihadapinya secara integrative, ia akan menemukan identitasnya yang akan dibawanya menjelang masa dewasanya. Sebaliknya, kalau gagal, ia akan berada pada krisis identitas yang berkepanjangan.

Tuesday, 21 July 2015

Psikologi Pendidikan ( Selayang Pandang )

Landasan Teori
Pendidikan bukan hanya soal kemampuan untuk menguasai informasi teknologi , tetapi kemampuan untuk menginternalisasikan nilai dalam kehidupan. Proses penginternalisasian nilai ini perlu menyentuh analisir-analisir tidak sadar di dalam tiap pribadi , sehingga ia mampu secara bebas untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya serta agar mengenal distorsi-distorsi kesadarannya.[1]
Menurut Naga (2003) pendidikan melingkupi area yang luas di belantara kehidupan manusia. Salah satu elemennya adalah pendidikan sekolah, sedangkan pendidikan diperguruan tinggi hanya merupakan bagian dari pendidikan yang luas, ia memiliki karakteristik sendiri. Apabila dikaitkan dengan kondisi saat ini yang terus menerus dilingkupi beragam problematika di berbagai kehidupan, maka pendidikan tinggi memerlukan perubahan guna mengatasi problematika tersebut. Menurut Daud Yusuf (dalam Naga,2003) bahwa pendidikan sekolah pra Perguruan Tinggi adalah pusat kebudayaan , sedangkan pendidikan di Perguruan Tinggi merupakan masyarakat ilmiah , sekalipun pendidikan kebudayaan diletakkan di pendidikan sekolah pra pendidikan tinggi, tidak berarti bahwa pusat pendidikan berhenti di sekolah. Melalui dimensi yang berbeda, kebudayaan masih perlu menjadi bagian dari pendidikan tinggi, walaupun titik berat pendidikan ini bertumpu kepada ilmu. Hal ini menyiratkan makna bahwa di Perguruan Tinggi , mahasiswa tidak sekedar menggali ilmu, tetapi juga menghayati hidup berbudaya (kampus sebagai basis moral).[2]
 Para pakar berpendapat bahwa hasil pendidikan minimal di Perguruan Tinggi adalah mampu membuahkan manusia yang tahu, bisa ,dan mau (Naga, 2003). Pendapat tersebut senada dengan ide Ruth Beard (dalam Naga, 2003) yang menyatakan bahwa keluaran pendidikan tinggi harus menguasai 3 hal, yakni :knowledge, skill, dan attitudes. Sementara itu Ramsden (dalam Naga, 2003) menyimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan tinggi adalah terkait dengan kemampuan tingkat tinggi yang mencakup pengembangan intelektual umum serta pengembangan abilitas khusus dibidang ilmu dan profesi.Didalam konsep pendidikan, pengetahuan diraih melalui pembelajaran sehingga mahasiswa menjadi terpelajar, keterampilan diraih melalui pelatihan sehingga terlatih, sikap diraih melalui pendidikan sehingga terdidik.Terpelajar , terlatih , dan terdidik merupakan keunggulan pada pendidikan di Perguruan Tinggi. Oleh karena itu , keunggulan di bidang pengetahuan, keterampilan, dan sikap ii hendaknya dapat menelurkan temuan ilmiah serta intervensi atau rekacipta (Naga,2003)[3].

Psikologi pendidikan dimaknai sebagai subdisiplin psikologi yang menelaah masalah-masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan (terkait dengan proses belajar, mengajar, dan proses belajar-mengajar), dapat digunakan sebagai pedoman praktis , disamping sebagai kajian teoretik (Syah, 2001).  Mengkaji definisi tersebut maka sudah selayaknya bahwa bagi setiap guru/pendidik (apapun bidang keilmuannya) diharapkan memiliki (lebih baik menguasai) pengetahuan psikologi pendidikan yang memadai agar dapat mendidik para siswa melalui proses belajar-mengajar yang berdaya guna dan berhasil guna, meskipun demikian psikologi pendidikan jangan dipandang satu-satunya gudang penyimpanan segala jawaban yang benar dan pasti atas problematika kependidikan yang dihadapi. Sebaliknya, guru tetap perlu tahu bahwa dalam psikolgi pendidikan terdapat serangkaian stok informasi mengenai teori-teori dan praktek belajar , mengajar, dan belajar-mengajar yang bias dipilih. Dalam hal ini tentu pilihannya akan diselaraskan dengan kebutuhan kontekstual sesuai tuntutan ruang dan zaman[4].

Analisis Teori
Akar kata pendidikan adalah “didik” atau “mendidik” yang secara harfiah artinya memelihara dan memberi latihan (Syah, 2010: 32)[5]. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 232), pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (proses; perbuatan; cara mendidik). Senada dengan definisi ini adalah definisi yang disampaikan oleh Ralph W. Tyler, yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses mengubah pola perilaku manusia. Perilaku di sini dalam pengertian yang luas, yang meliputi pemikiran dan perasaan. Pendidikan dipandang dengan cara ini adalah ketika sebuah lembaga pendidikan menghendaki para peserta didik belajar secara mandiri untuk mengidentifikasi perubahan yang diperlukan dalam pola perilaku para peserta didik (Tyler, 1973: 6).
Pengajaran merupakan totalitas aktivitas belajar mengajar yang diawali dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi, yang kemudian diteruskan dengan follow up (tindak lanjut). Secara lebih jelas dapat dikatakan, pengajaran adalah kegiatan yang mencakup semua/meliputi seluruh kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan entry-behavior peserta didik, menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dan seterusnya) (Rohani, 2004: 68)
Berdasarkan uraian tersebut di atas jelas sekali terdapat benang merah antara “pendidikan” dan “pengajaran”. Pendidikan merupakan konsep idealnya, sedangkan pengajaran merupakan konsep operasional dalam rangka pengembangan potensi atau kemampuan manusia dengan melakukan kegiatan mendidik, melatih atau mengajar. Kata mengajar di sini berarti memberi pelajaran.
Menurut Paul Suparno, sebagaimana dikutip oleh Muliawan (2005: 132), mengajar adalah suatu proses membantu seseorang untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Mengajar bukanlah mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu (guru) kepada yang belum tahu (peserta didik), melainkan membantu seseorang agar dapat mengonstruksi sendiri pengetahuannya melalui kegiatannya terhadap fenomena dan obyek yang ingin diketahui.
Pengertian yang lain menyebutkan bahwa mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar peserta didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong peserta didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan kepada peserta didik dalam melakukan proses belajar (Fathurrohman & Sutikno, 2007: 9).

Berdasarkan arti-arti ini, maka pengajaran dipahami sebagai proses perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan (Syah, 2010: 33)[6]. Mengajar di sini bukan hanya memindahkan pengetahuan dengan hafalan. Mengajar tidak direduksi menjadi mengajar saja, tetapi mengajar menjadi efektif jika peserta didik “belajar untuk belajar” (learn to learn) (Freire, 2002 : 27).
Mendidik (pedagogy) yang dikatakan oleh sebagian orang sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus.Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang.Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan.Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengerian bahwa mendidik bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi penolong bagi umat manusia.Sementara mengajar hanya pada tataran transfer of knowledge.
Keteladanan adalah sikap terpuji yang semestinya melekat pada semua guru.Jadi, dengan demikian, setiap guru seharusnya menjadi model untuk mendorong pembentukan sikap terpuji peserta didik.Disinilah tugas guru bukan sekadar mengajar yang sangat teknis, melainkan mendidik untuk membentuk insan generasi muda yang berperilaku mulia, baik, jujur serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa didiknya.
Status guru mempunyai implikasi terhadap peran dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya. Guru memiliki satu kesatuan peran dan fungsi yang tidak terpisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajar dan melatih. Keempat kemampuan tersebut merupakan kemampuan integratif, antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi guru adalah sebagai pendidik, pengajar, fasilitator, pembimbing, pelayan, perancang, pengelola, inovator, dan  penilai. Peran dan fungsi guru tersebut membutuhkan keahlian khusus yang biasanya diperoleh oleh calon guru/ guru disaat mereka menempuh pendidikan formal keguruan baik di SPG, D2, atau S1 Kependidikan.Namun banyak juga calon guru/ guru yang belajar dari pengalaman mereka dalam pembelajaran di kelas, belajar pada masalah-masalah yang mereka hadapi di kelas dan sharing dengan rekan sejawat.Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk selalu belajar dan belajar.



[1]Indra Ratna, Psikologi Pendidikan (Selayang Pandang), Yogyakarta: Fakultas Psikologi UNWAMA, 2007 hlm.1

[2]Indra Ratna, Psikologi Pendidikan (Selayang Pandang), Yogyakarta: Fakultas Psikologi UNWAMA, 2007 hlm.2

[3]Indra Ratna, Psikologi Pendidikan (Selayang Pandang), Yogyakarta: Fakultas Psikologi UNWAMA, 2007 hlm.4

[4]Indra Ratna, Psikologi Pendidikan (Selayang Pandang), Yogyakarta: Fakultas Psikologi UNWAMA, 2007 hlm.7

[5]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.32
[6]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.33
Libur telah tiba....!!!! libur telah tiba.... hore !!! hore !!! Hay sahabat blogger, libur sekolah kini telah tiba. Setelah 6 bulan pusing dengan tugas tugas yang bikin stres bin gila bin 'edan'. Kali ini saya akan berbagi tempat-tempat wisata terbaik di Yogyakarta untuk mengisi waktu libur lebaran Anda. 
 1. Pantai Parangtritis
Pantai Parangtritis merupakan salah satu pantai terkenal di Yogyakarta.Pantai ini terletak di kecamatan Kretek, Bantul.  Tak lengkap rasanya jika kita berkunjung di Jogja jika tidak mampir di Pantaiparangtritis. Pantai yang terkenal landai dengan pasir yang luas menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun asing. Disamping itu, terdapat Gumuk pasir yang merupakan salah satu fenomena Geologi yang hanya ada satu-satunya di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, kentalnya mitos Nyi Roro Kidul menambah keunikan dipantai ini. Konon, jangan datang dipantai ini dengan memakai pakaian warna hijau, karena bisa menjadi tumbal bagi penguasa pantai selatan.


2. Pantai Depok
Pantai ini terletak disebelah barat pantai Parangtritis, tepatnya berlokasi di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Suguhan pantai yang sedikit curam dengan tambahan pemandangan perahu nelayan dipinggiran pantai menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Keunikan lain dari pantai ini, Anda bisa menikmati aneka kuliner seafood segar dari nelayan setempat. Setelah puas bermain air, anda bisa langsung memesan aneka olahan seafood disekitaran pantai. Banyak olahan dari udang, cakalan, cumi-cumi, kerang, cucut, dan masih banyak lainnya.

3. Pantai Klakal
Pantai Krakal merupakan pantai disepanjang pesisir Gunung Kidul yang memiliki sederetan keindahan tersembunyi yang luar biasa. Garis pantai yang membentang dengan balutan pasir putih serta hempasan ombak yang jernih akan memuaskan liburan Anda. Bagi anda yang bosan bermain dipinggir pantai, anda bisa berjalan-jalan dan menjelajahi lepas pantai. Terdapat deretan batu karang yang timbul dipermukaan dan memanjang ke arah laut, menjadi daya eksotikn tersendiri untuk mengeksporasi keindahan pantai ini. 


4. Pantai Sundak
Pantai Sundak terletak sekitar 4 km dari pantai Krakal. Pantai ini masih sangat natural, dengan deburan ombak yang landai, dihiasi pasir putih yang sangat indah dan air pantai yang sangat jernih. Disamping itu, banyak pendopo disekitaran pantai ini.  Pantai ini sangat ramai dikunjungi wisatawan apabila musim liburan tiba. Sangat indah bukan...!!!


Monday, 20 July 2015

Sekilas Tentang Psikologi Pendidikan

    2.2.1  Landasan Teori
2.2.1.1 Devinisi Psikologi, Pendidikan dan Psikologi Pendidikan serta Ruang Lingkup
a.      Psikologi
Adalah ilmu yang menyelediki dan membahas perilaku yang bersifat jasmaniah / psikomotor / terbuka / (overt behavior) dan yang bersifat rohaniah/kognitif+afektif/tertutup (covert behavior) pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok dalam hubungannya dengan lingkungan (meliputi semua orang, barang, keadaan, dan kejadian yang ada di sekitar manusia)[1]
b.      Pendidikan
Yaitu upaya penumbuhkembangkan segenap kemampuan dan pengubahan sikap serta tata laku seseorang atau kelompok yang bertujuan untuk mendewasakan manusia melalui pengajaran formal (sekolah), area non formal (pelatihan,kursus),kancah informal (keluarga), serta secara mandiri (self instruction)[2].
c.       Psikologi Pendidikan
Adalah sub disiplin Psikologi yang menelaah/meneliti problematika psikologis yang terjadi di dalam dunia pendidikan. Berlanjut, semua hasil dan temuan penyelidikan ini dirumuskan ke dalam bentuk konsep, teori, dan metode yang diterapkan untuk memecahkan permasalahan yang terkait dengan proses belajar , mengajar, dan belajar-mengajar. Alhasil, psikologi pendidikan dapat dipakai sebagai pedoman praktis, di samping sebagai kajian teoritik[3]

d.      Ruang Lingkup
Secara garis besar meliputi : ide tentang “belajar” (teori, prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa), ide tentang “proses belajar” (tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam aktivitas belajar siswa), dan ide tentang “situasi belajar” (suasana dan keadaan lingkungan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik yang terkait dengan kegiatan belajar siswa)[4].
2.2.1.2Manfaat dan Metode
a.      Manfaat
Sub disiplin ini merupakan alat bantu esensial bagi para penyelenggara pendidikan dalam pencapaian tujuannya. Prinsip yang terkandung dalam Psikologi Pendidikan dapat dijadikan landasan berfikir dan bertindak dalam mengelola proses belajar mengajar, sedangkan proses tersebut adalah unsur utama dalam pelaksanaan setiap system pendidikan. Secara lebih rinci, buah yang bias dipetik dari Psikologi Pendidikan, meliputi : proses perkembangan siswa, cara belajar, kaitan mengajar dengan belajar, pengambilan keputusan dalam pengelolaan proses belajar mengajar[5].
b.      Metode
Secara singkat dipahami sebagai cara/jalan yang ditempuh dalam melakukan kegiatan.Dalam psikologi pendidikan, metode ini dipakai untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi psikologis yang penting dan terkait dengan aktivitas pendidikan dan pengajaran.Beberapa metode tersebut misalnya, metode eksperimen, kuisioner, studi kasus, penyelidikan klinis, dan observasi naturalistic[6].
2.2.1.3 Hakikat Hubungan Pendidikan dam Pengajaran
Pendidikan pada dasarnya adalah pengembangan potensi atau totalitas kemampuan manusia yang pelaksanaanya dilakukan dengan cara mengajarkan berbagai pengetahuan dan kecakapan yang dibutuhkan oleh manusia. Adapun pengajaran adalah sebuah proses kependidikan yang sebelumnya direncanakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan demi kemudahan dalam belajar. Apabila pendidikan dianggap jauh berbeda dengan pengajaran adalah persepsi yang keliru.pengajaran memang tidak sama dengan pendidikan, tetapi tidak berarti keduanya berbeda secara tajam. Pendidikan mengkin dipandang lebih utama daripada pengajaran dalam arti sebagai sebuah konsep ideal (landasan hukum), tetapi sulit dipercaya bila ada sebuah system pendidikan dapat berjalan tanpa pengajaran.Dalam hal ini, pengajaran dengan segala variasinya seyogyanya dipandang sebagai konsep operasional yang berposisi setara dengan pendidikan sebagai konsep ideal. Disimpulkan bahwa hakikat hubungan antara pendidikan dangan pengajaran ibarat dua sisi mata uang logam yang satu sama lain saling membutuhkan. Pengajaran memiliki signifikasi vital dalam proses pendidikan, dan keduanya sama-sama berfungsi sebagai piranti pencetak sumber daya manusia yang (diharapkan) berkualias (pengajaran sebagai konsep operasional merupakan penjabaran dari konsep ideal yang berhubungan langsung dengan fungsi dan tujuan)[7].
2.2.1.4  Proses Belajar Mengajar
Dari kaca mata filsafat pendidikan modern yng melandasi kurikulum, siswa lebih dianggap sebagai subjek atau orang yang sudah tahu sesuatu (walau mungkin belum sempurna), dan melalui pendidikan siswa dibantu agar lebih aktif mengembangkan diri. Ddalam hal ini , siswa dan guru saling belajar, saling membantu,serta saling menghargai (Suparno,2000). Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan itu merupakan bentukan siswa yang sedang belajar.Siswa membentuk/membangun pengetahuannya lewat interaksi dengan materi yang dipelajari atau pengalaman baru melalui inderanya.Pembentukan itu dapat secara personal maupun social. Pengetahuan tidak dapat ditransver begitu saja oleh guru kepada siswa bila siswa itu sendiri tidak aktif membentuknya (Von Glasersfeld dalam Suparno,1997). Senada dengan ulasan di atas, selayaknya memang proses PMB hanya bias terjadi dalam atmosfer dialogis yang interaktif dengan diwarnai oleh rasa saling percaya dan saling menghormati,diantara peserta didik dan pendidiknya. Dalam hal ini guru tidak dapat memaksakan “pengetahuan”-nya kepada siswa.Isi pengetahuan pun ditentukan bersama-sama dengan melibatkan siswa, sehingga tekanan pembelajaran lebih pada bagaimana membantu siswa aktif mengkonstruksi/membangun pengetahuannya dan bukan bagaimana memaksakan siswa.Dalam pendekatan ini, yang penting bagaimana siswa menggeluti bahan, mengolah, menganalisa, dan merumuskannya. Melalui kalimat lain, bagaimana berupaya sedemikian rupa agar siswa dengan mudah mengarah ke perbuatan belajar yang efektif. Dari titik tumpu ini, diharapkan siswa akan terlatih aktif, mandiri, mengembangkan pengetahuan sendiri dan berani berinisiatif mengungkapkan ide/gagasan serta ilmu yang telah diperolehnya kepada teman serta gurunya. Semua ini akan menunjang siswa untuk lebih bersikap demokratis kelak[8].

2.2.2  Analisa Teori
2.2.2.1 Devinisi Psikologi, Pendidikan dan Psikologi Pendidikan serta Ruang Lingkup
a.      Psikologi
Menurut Bimo Walgito dalam bukunya“Pengantar Psikologi Umum” (2005), Psikologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari dan meneliti tentang perilaku atau aktivitas-aktivitas, dan pelaku serta aktivitas-aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan[9].Menurut Lailatul Fitriyah dalam buknya “Pengantar Psikologi Umum” (2014),Psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah[10].Menurut Muhibbin Syah (2010), Psikologi adalah ilmu pengatahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk, berjalan,dan lain sebagainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir,berkeyakinan, berperasaan, dan lain sebagainya[11]. Sehingga penulis menyompulkan bahwa Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun hbungannya dengan lingkungan. tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun yang tidak tampak, yang disadari maupun tidak disadari.

b.      Pendidikan
Akar kata pendidikan adalah “didik” atau “mendidik” yang secara harfiah artinya memelihara dan memberi latihan (Syah, 2010:10). Senada dengan definisi ini adalah definisi yang disampaikan oleh Ralph W. Tyler, yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses mengubah pola perilaku manusia. (Tyler, 1973: 6).Ki Hajar Dewantoro sebagaimana dikutip oleh Mahfud (2006: 33)dalam kongres Taman Siswa I tahun 1930 mendefinisikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak.  Ketiga hal tersebut tidak boleh dipisah-pisahkan satu sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak didik. Oleh karena itu, fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik sehingga menjadi cakap dan kreatif sekaligus mampu bertanggungjawab dalam berinteraksi, membangun serta mengembangkan masyarakatnya (Muhaimin, 2003: 43).

c.       Psikologi Pendidikan
Psikologi Pendidikan ialah sebuah disiplin psikologi (sub disiplin psikologi) yang menyelidiki masalah-masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Lalu hasil pendidikan tersebut dirumuskan dalam bentuk konsep,teori, dan metode yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan proses belajar,proses mengajar,dan proses mengajar-belajar (Muhibbin Syah,2010)[12].Psikologi Pendidikan adalah psikologi yang khusus menguraikan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan[13].Menurut Crow & Crow , Psikologi Pendidikan merupakan suatu ilmu yang berusaha menjelaskan masalah-masalah belajar yang dialami individu dari sejak lahir sampai berusia lanjut, terutama yang menyangkut kondisi-kondisi yang mempengaruhi belajar ( Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi pendidikan, 1990 )[14],Sehingga penulis menyimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada masakah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar.

d.      Ruang Lingkup
Mengingat bahwa psikologi pendidikan merupakan ilmu yang memusatkan dirinya pada penemuan dan aplikasi prinsip-prinsip dan teknik-teknik psikologi ke dalam pendidikan , maka ruang lingkup psikologi pendidikan mencakup topic-topik psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan[15].
Crow & Crow secara eksplisit mengemukakan psikologi pendidikan sebagai ilmu terapan (applied science) berusaha untuk menerangkan masalah belajar menurut prinsip-prinsip dan fakta-fakta mengenai tingkah laku manusia yang telah ditentukan secara alamiah.
Sesuai pendapatnya itu Crow & Crow mengemukakan bahwa data yang dicoba didapatkan oleh psikologi pendidikan,yang dengan demikian merupakan ruanglingkup psikologi pendidikan antara lain ialah :
1)      sampai sejauh mana faktor-faktor pembawaan dan lingkungan berpengaruh  terhadap belajar,
2)      sifat-sifat dari proses belajar,
3)      hubungan antara tingkat kematangan dengan kesiapan belajar (learning readiness),
4)      signifikasi pendidikan terhadap perbedaan-perbedaan individual dalam kecepatan dan keterbatasan belajar,
5)      perubahan-perubahan jiwa (inner changes) yang terjadi selama dalam belajar,
6)      hubungan antara prosedur-prosedur mengajar dengan hasil belajar,
7)      teknik-teknik yang sangat efektif bagi penilaian kemajuan dalam belajar,
8)      pengaruh/akibat relative dari pendidikan formal dibandingkan dengan pengalamanpengalaman belajar yang incidental dan informal terhadap suatu individu,
9)      nilai/manfaat sikap ilmiah terhadap pendidikan bagi personil sekolah,
10)  akibat/pengaruh psikologis (psychological impact) yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi sosiologis terhadap sikap para siswa[16].
Secara garis besar , banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam, yaitu :
1)      pokok bahasan mengenai “belajar”,yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa, dan sebagainya,
2)      pokok bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar siswa,
3)      pokok bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun nonfisik yang berhubumgan dengan kegiatan belajar siswa.

2.2.2.2 Manfaat dan Metode
a.      Manfaat
Manfaat psikologi pendidikan antara lain untuk membantu para guru dan calon guru dalam memahami proses dan masalah kependidikan serta mengatasi masalah tersebut dengan metode saintifik psikologis[17].
Secara lebih rinci, buah yang bisa dipetik dari Psikologi Pendidikan, meliputi : proses perkembangan siswa, cara belajar, kaitan mengajar dengan belajar, pengambilan keputusan dalam pengelolaan proses belajar mengajar[18].
Berhubungan dengan hal diatas, psikologi pendidikan mampu membantu guru-guru untuk menciptakan terjadinya iklim dan proses belajar-mengajar yang efektif dan efisien[19].
b.      Metode
Pada umumnya , para ahli psikologi pendidikan melakukan riset psikologi di bidang kependidikan dengan memanfaatkan beberapa metode penelitian tertentu, seperti :
1)      Metode Eksperimen
Merupakan serangkaian percobaan yang dilakukan eksperimenter (peneliti yang bereksperiment) didalam sebuah laboraturium atau ruangan tertentu lainnya.teknis pelaksanaan disesuaikan dengan data yang akan diangkat, misalnya data pendengaran siswa, penglihatan siswa, dan gerak mata siswa ketika sedang membaca.selain itu, eksperimen dapat pula dipakai untuk mengukur kecepatan bereaksi siswa terhadap stimulus tertentu. Alat yang digunakan dalam eksperimen pada jurusan psikologi pendidikan atau fakutas psikologi di Universitas-universitas terkemuka biasanya adalah computer dengan berbagai programnya seperti cognitive psychology test.[20].
2)      Metode Kuesioner
Kuesioner atau sering disebut juga dengan angket merupakan metode penelitian dengan menggunakan dafter pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang menjadi subjek dari penelitian tersebut (Bimo Walgito dalam bukunya “Pengantar Psikologi Umum”, 2005).
Dengan angket, orang dapat memperoleh fakta atau opini. Pertanyaan dalam angket tergantung pada maksud serta tujuan yang ingin dicapai.[21].
3) Metode Studi Khusus
Ialah sebuah metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh gambaran yang rinci mengenai aspek-aspek psikologis seorang siswa atau kelompok siswa tertentu.
4) Metode Penyelidikan Klinis
Dalam metode ini, berisi diagnosis dan penggolongan penyakit kelainan jiwa serta cara-cara memberi perlakuan pemulihan terhadap kelainan jiwa tersebut[22].
5) Metode Observasi Naturalistik
Merupakan observasi yang dilakukan secara alamiah.Dalam hal ini, peneliti barada diluar objek yang diteliti atau tidak menampakkan diri sebagai orang yang sedang melakukan penelitian[23].

2.2.2.3 Hakikatdan Hubungan Pendidikan dan Pengajaran
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar secara aktif mengembangkan potensi dirinya secata total.Syarat psikologis yang lengkap, utuh dan menyeluruh bagi seorang calon guru untuk setiap jenjang pendidikan meliputi kompetensi profesionalisme keguruan, yakni kompetensi ranah cipta ( kognitif ); kompetensi ranah rasa ( afektif ); kopetensi ranah karsa ( psikomotor ).
Selanjutnya istilah pengajarandalam bahasa inggris disebut instruction atau teaching. Akar kata instruction adalah memberi pengarahan agar melakukan sesuatu, mengajar agar melakukan sesuatu: member informasi.
Hubungan pendidikan dan pengajaran cukup erat kaitannya karena menurut undang – undang nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional Bab 1 pasal 1, adalah usaha sadar yang dilakukan untuk menyiapkanpeserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan agar peserta didik tersebut berperan dalamkehidupan masa depannya. Selain pengajaran dalam pendidikan juga diperlukan adanya bimbingan sebagaimana tersebut dalam kutipan dari UUSPN di muka. Bimbingan, seperti juga latihan adalah bagian penting yang ideal karena akan berdampak kebaikannya penanggulangan kesulitan belajar dan pelaksanaan rimedial teaching yang secara psikologis di diktis merupakan salah satu keharusan bagi guru.
Berdasarkan uraian diatas, dan juga uraian mengenai ragam arti pendidikan dan pengajaran, jelas betapa eratnya hakikat hubungan antara pendidiakan dan pengajaran. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa , hakikat antara pendidikan dengan pengajaran itu kira-kira ibarat dua sisi mata uang logam yang satu sama lain saling memerlukan[24].
2.2.2.4 Proses Belajar Mengajar
Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan intraksi antara guru dan  murid dimana akan diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar ( Dimyati dan Mudjiono, 2006 : 3 ). Proses pembelajaran juga diartikan sebagai suatu proses terjadinya intraksi antara pelajar, pengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, yang berlangsung dalam suatu lokasi tertentu dalam jangka satuan waktu tertentu pula ( Hamalik, 2006 : 162 ). Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran sebagai suatu proses intraksi antara guru dan murid dimana akan dikhiri dengan proses evaluasi hasil belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang berlangsung dalam suatu lokasi dan jangka waktu tertentu.
Dalam keseluruhan proses pendidikan , kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya  pencapaian pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara professional.
Setiap kegiatan proses belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi belajar siswa yang didesain secara sengaja, sistematis dan bersikenbambungan. Sedangkan anak sebagai subyek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati kondisi belajar yang diciptakan guru.Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini melahirkan intraksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya.Pada kegiatan belajar, keduanya (guru-murid) saling mempengaruhi dan member masukan. Karna itulah kegiatan belajar mengajar harus merupakan aktivitas yang hidup, sarat nilai dan senantiasa memiliki tujuan.[25].




[1]Indra Ratna, “Replika”Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY, 2009 hlm 1.
[2]Indra Ratna, “Replika”Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY, 2009 hlm 1
[3]Indra Ratna, “Replika”Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY, 2009 hlm 1
[4]Indra Ratna, “Replika”Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY, 2009 hlm 1
[5]Indra Ratna, “Replika”Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY, 2009 hlm 1
[6]Indra Ratna, “Replika”Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY, 2009 hlm 1
[7]Indra Ratna, “Replika”Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY, 2009 hlm 1
[8]Indra Ratna, “Replika”Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY, 2009 hlm 2
[9]Bimo Walgito, Pengantar psikologi Umum, Yogyakarta: PT. Andi, 2005 hlm.9
[10]Lailatul Fitriyah, Pengantar psikologi Umum, Jakarta: PT. Prestasi Pustaka, 2005 hlm.1
[11]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.10
[12]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.15
[13]Bimo Walgito, Pengantar psikologi Umum, Yogyakarta: PT. Andi, 2005 hlm.25
[14]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995 hlm.8
[15]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995 hlm.10
[16]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995 hlm.11
[17]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.39
[18]Indra Ratna, “Replika”Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UMBY, 2009 hlm 1
[19]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995 hlm.12
[20]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.29
[21]Bimo Walgito, Pengantar psikologi Umum, Yogyakarta: PT. Andi, 2005 hlm.33
[22]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.30
[23]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.31
[24]http://sumberilmupsikologi.blogspot.com/2014/11/18/hakikat-pembelajaran-pengajaran
[25]http://sumberilmupsikologi.blogspot.com/2015/03/21/proses-belajar-mengajar
Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget