Tuesday 14 July 2015

Ikhwal Belajar dan Kaitannya dengan Proses Pendidikan

2.4.1.Landasan Teori
2.4.1.1. Pengertian
Belajar adalah suatu proses adaptasiatau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif (Skinner (1985) dalam bukunya Educational Psychology : The Teaching-Learning Process ). Sedangkan menurut Syah (1995), belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.[1]
2.4.1.2.Arti Penting Belajar
Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Karena demikian pentingnya arti belajar, maka bagian terbesar upaya riset dan eksperimen psikologi pendidikan pun diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebih luas dan mendalam mengenai proses perubahan manusia itu.
Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan kelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar.
Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang ideal seperti di atas, kemampuan para pendidik teristimewa guru dalam membimbing belajar murid-muridnya amat dituntut. Jika guru dalam keadaan siap dan memiliki profesi (berkemampuan tinggi) dalam menunaikan kewajiban harapan tercapainya sumber daya manusia yang berkualitas sudah tentu akan tercapai.
2.4.1.3.Belajar, memori, dan pengetahuan dalam perspektif Psikologi
A.Perspektif Psikologi
Pada umumnya para ahli psikologi pendidikan khususnya mereka yang tergolong cognitivist (ahli sains kognitif) sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori, dan pengetahuan itu sangat erat dan tidak mungkin dapat dipisahkan. Memori yang biasanya kita artikan sebagai ingatan itu sesungguhnya adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan storage system ,yakni system penyimpanan informasi dan pengetahuan yang terdapat di dalam otak manusia[2].
Menurut Bruno (1987), memori ialah proses mental yang meliputi pengkodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi dan pengetahuan.
Ditinjau dari sifat dan cara penerapannya, ilmu pengetahuan terdiri atas dua macam, yakni :declarative knowledge dan procedural knowledge (Best, 1989; Anderson, 1990).  Declarative knowledge lazim juga disebut propositional knowledge (Evan, 1991).
Pengetahuan declarative atau pengetahuan proposisional ialah pengetahuan mengenai informasi factual yang pada umumnya bersifat statis-normatif dan dapat dijelaskan secara lisan/verbal.Sebaliknya pengetahuan procedural adalah pengetahuan yang mendasari kecakapan atau keterampilan perbuatan jasmaniah yang cenderung bersifat dinamis. Pengetahuan procedural lazim disebut pengetahuan bagaimana cara melakukan sesuatu perbuatan, pekerjaan, dan tugas tertentu.
Selanjutnya, ditinjau dari sudut jenis informasi dan pengetahuan yang disimpan , memori manusia itu terdiri atas dua macam, yakni :
1.      semantic memory (memori semantic), yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau pengertian-pengertian,
2.      episodic memory (memori episodic), yaitu memori khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa[3].

2.4.1.4.Teori-teori pokok belajar
Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat tiga macam yang sangat menonjol, yakni :connectionism, classical conditioning, dan operant conditioning.
Ø  Koneksionisme
Teori koneksionisme adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L.Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan tahun 1890-an. Eksperimen ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Penelitiannya yaitu Animal Intelligence : An Experimental Study of the Associative Processes in Animal. Menekankan pada aspek fungsional dari perilaku yaitu bahwa proses mental dan perilaku berkaitan dengan penyesuaian diri organisme terhadap lingkungannya. Dasar dari belajar adalah “trial and error” atau disebut sebagai learning by selecting and connecting.Berdasarkan eksperimennya dengan puxxle box, ketika hewan dihadapkan pada masalah, ia dalam keadaan discomfort dan dalam memecahkan masalahnya dengan trial and error[4].
Hukum primer dalam belajar menurut Thorndike :
Ø  Hukum kesiapan (the law of readiness)
Ø  Hukum latihan (the law of exercise)
Ø  Hukum efek (the law of effect)[5]
Ø  Pembiasaan Klasik
Teori ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936). Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan reflex baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflex tersebut (Terrace, 1973)[6].
Pada percobaan tersebut, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan antara conditionined stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan unconditioned-response (UCR).
Berdasarkan eksperimen tersebut, semakin jelas bahwa belajar merupakan perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki (CR)[7].
Ø  Pembiasaan Perilaku Respons
Teori ini dikembangkan oleh Burrhus Frederic Skinner (1904).Teori ini disebut sebagai operant conditioning.Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Reber,1988)[8].Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforce (stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam Classical respondent conditioning). Selanjutnya, proses belajar dalam teori operant conditioning juga tuntuk pada dua hukum operant yang berbeda, yakni : law of operant conditioning (jika timbulnya tingkah laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat)dan law of operant extinction(jika timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioningitu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun bahkan musnah).
Kelemahan-kelemahan dari ketiga teori diatas antara lain :
·         proses belajar tersebut dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagai gejalanya,
·         proses belajar tersebut bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-direction (kemampuan mengarahkan diri) dan self control (pengendalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bias menolak merespons jika ia menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati,
·         proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima, menginget mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dengan hewan.

Ø  Teori Pendekatan Kognitif
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal , mental manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental , seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, san sebagainya.
Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hamper setiap peristiwa belajar siswa[9].

2.4.1.5.Proses dan fase belajar
a. Definisi proses belajar
Proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber, 1988)[10]. Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa, perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi kea rah lebih maju dari pada keadaan sebelumnya (Syah, 2010)
b. Fase-fase dalam proses belajar
Menurut Jerome S.Bruner, salah seorang penentang teori S-R Bond (Barlow,1985), dalam proses belajar, siswa menempuh tiga episode atau fase, yakni :
Ø  Fase informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam fase ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.
Ø  Fase transformasi (tahap pengabahan materi)
dalam fase transformasi,informasi yang diperoleh itu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas.
Ø  Fase evaluasi (tahap penilaian materi)
seorang siswa akan menilai diri sendiri sampai sejauh mana pengetahuan (informasi yang telah diinformasikan tadi) dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan masalah yang dihadapi.
Menurut Wittig (1981), setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tahapan-tahapan yang mencakup :
·         Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi)
Pada tingkat ini, seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respon terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perilaku baru.
·         Storage (tahap penyimpanan informasi)
Pada tingkat storage, seorang siswa otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition.
·         Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi)
Pada tingkatan retrieval seorang siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi system memorinya, misalkan ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah[11].

2.4.2.      Kajian Teori
2.4.2.1.            Pengertian
Belajar ialah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi sesorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu (Hilgard,1948:4; Whiterighton, 1952:163 ; Sartain,1958:299, Crow and Crow, 1956:225, Morgan, 1961:187, Gage and Berliner, 1975:86)[12]. Menurut Good and Bropy dalam bukunya Educational Psychology , ia menjelaskan bahwa belajar itu dalah perubahan diri seseorang yang benar-benar bersifat internal (a purely internal event). Maksudnya disini adalah belajar merupakan proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses tersebut terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Jadi, menurut Good and Brophy yang dimaksud belajar bukanlah tingkah laku yang Nampak, tetapi prosesnya yang terjadi secara internal di dalam diri individu guna memperoleh hubungan-hubungan baru (new associations). Hubungan-hubungan baru itu dapat berupa : antara perangsang-perangsang, antara reaksi-reaksi, atau antara perangsang dan reaksi[13].

2.4.2.2.Arti Penting Belajar
Meskipun banyak titik pertemuan antara berbagai pendapat para ahli mengenai apa itu hakekat atau esensi dari perbuatan belajar, secara singkat arti penting belajar itu sendiri antara lain :
a.       belajar merupakan perubahan fungsional,
b.      belajar merupakan perkayaan materi pengetahuan (material dan atau perkayaan pola-pola sambutan (responses) perilaku baru (behaviour),
c.       belajar merupakan perubahan perilaku dan pribadi secara keseluruhan[14].
2.4.2.3.Belajar, memori, dan pengetahuan dalam perspektif Psikologi
Pada umumnya para ahli psikologi pendidikan khususnya mereka yang tergolong cognitivist (ahli sains kognitif) sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori, dan pengetahuan itu sangat erat dan tidak mungkin dapat dipisahkan. Memori yang biasanya kita artikan sebagai ingatan itu sesungguhnya adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan storage system ,yakni system penyimpanan informasi dan pengetahuan yang terdapat di dalam otak manusia[15].
Model Kognitif mengatakan bahwa: "Memori merupakan bagian dari information processing(proses informasi)".Teori ini mencoba menjelaskan bahwa manusia memiliki tiga macam Memori sebagai berikut:
1. Memori Sensoris: Memori Sensoris didefinisikan sebagai
"informasi sensoris yang masih tersisa sesaat setelah stimulus diambil/hilang"
Tidak semua informasi yang tercatat dalam Memori Sensoris akan disimpan lebih lanjut ke Memori Jangka Pendek atau Jangka Panjang, karena manusia akan melakukan proses selective attention, yaitu memilih informasi mana yang akan diproses lebih lanjut. jd jangan sampe hafalan dan pelajaran kualitasnya cm sebatas memori sensoris aja ya kiki emotikon
2. Memori Jangka Pendek: Memori Jangka Pendek disimpan lebih lama dibanding Memori Sensoris. Memori ini berisi hal-hal yang kita sadari dalam benak kita pada saat ini. Otak kita dapat melakukan beberapa proses untuk menyimpan apa yang ada di Memori Jangka Pendek ke dalam Memori Jangka Panjang, misalnya:
a. rehearsal (mengulang-ulang informasi di dalam benak kita hingga akhirnya kita mengingatnya) ini kenapa harus ada muroja'ah atau pengulangan hafalan yang udah kalian hafal smile emotikon
b. encoding (proses di mana informasi diubah bentuknya menjadi sesuatu yang mudah diingat). Salah satu contoh konkret proses encoding adalah ketika kita melakukan chunking, seperti ketika kita mengingat nomor telepon, di mana kita akan berusaha membagi-bagi sederetan angka itu menjadi beberapa potongan yang lebih mudah diingat. makanya nomor cantik dan makhluk canti lebih mudah dihafal, hehe kiki emotikon
3. Memori Jangka Panjang: Memori Jangka Panjang adalah informasi-informasi yang disimpan dalam ingatan kita untuk keperluan di masa yang akan datang. Ketika kita membutuhkan informasi yang sudah berada di Memori Jangka Panjang, maka kita akan melakukan proses retrieval, yaitu proses mencari dan menemukan informasi yang dibutuhkan tersebut. Proses retrieval ini bisa berupa:
-Recognition: Mengenali suatu stimulus yang sudah pernah dialami sebelumnya. Misalnya dalam soal pilihan berganda, siswa hanya dituntut untuk melakukan recognition karena semua pilihan jawaban sudah diberikan.Siswa hanya perlu mengenali jawaban yang benar di antara pilihan yang ada.
-Recall: Mengingat kembali informasi yang pernah disimpan di masa yang lalu. Misalnya ketika saksi mata diminta menceritakan kembali apa yang terjadi di lokasi kecelakaan, maka saksi tersebut harus melakukan proses recal.
Retrieval bisa dibantu dengan adanya cue, yaitu informasi yang berhubungan dengan apa yang tersimpan di Memori Jangka Panjang. Terkadang kita merasa sudah hampir bisa menyebutkan sesuatu dari ingatan kita namun tetap tidak bisa; fenomena ini disebut tip of the tounge.Misalnya ketika kita bertemu dengan kenalan lama dan kita yakin sekali bahwa kita mengingat namanya namun tetap tidak dapat menyebutkannya.
2.4.2.4.Teori-teori pokok belajar
Berdasarkan landasan teori diatas, saya akan mengulas mengenai teri belajar connectionism, classical conditioning, dan operant conditioning.
a.       teori connectionism
Berdasarkan teori ini, Thorndike mengemukakan bahwa proses belajar itu melalui proses :
1.      trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan),
2.      law of effect, yang berarti bahwa segal tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan segala tingkah laku yang berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan atau dilupakannya. Tingkah laku tersebut terjadi secara otomatis. Otomatis dalam belajar itu dapat dilatih dengan syarat-syarat tertentu,pada binatang juga pada manusia[16].
Hukum primer dalam belajar menurut Thorndike :
Ø  Hukum kesiapan (the law of readiness)
kepuasan organisme tersebut berasal dari pendayagunaan satuan perantara. Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Apabila organisme memiliki kesiapan untuk melaksanakan kesiapan itu, maka organisme akan mengalami kepuasan,  apabila organisme memiliki kesiapan untuk melakukan aktivitas,tetapi organisme tersebut tidak dapat melakukannya, maka organisme akan mengalami kekecewaan, apabila organisme tidak memiliki kesiapan untuk melakukan aktivitas, tetapi disuruh melakukannya, maka hal ini akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
Ø  Hukum latihan (the law of exercise)
Ada dua aspek, yaitu the law of use (hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi antara stimulus dan respons akan menjadi kuat apabila sering digunakan) dan the law of disuse (hukum yang menyatakan bahwa hubungan atau koneksi antara stimulus dan respons akan menjadi lemah apabila tidak digunakan)
Ø  Hukum efek (the law of effect)
Jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan hubungan antara stimulus dengan respons menghasilkan efek yang memuaskan , hubungan stimulus dengan respons akan semakin kuat[17].

b.      teori classical conditioning
Menurut teori ini, belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu.Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang kontinu. Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yakni hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya.
Kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis,sedangkan keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Padalah kita tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat  manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar, namun pribadinya sendiri yang memegang peranan paling penting untuk menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya.
Selain itu, teori conditioning ini memang tepat jika diterapkan pada binatang sedangkan pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu saja, seumpamanya dalam belajar mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil[18].
c.       teori operant conditioning
Skinner membedakan adanya dua macam respons, yaitu :
1.      respondent response (reflexive response) : respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu.
2.      operant response (instrumental response) : respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme.
Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant conditioning secara sederhana adalah seperti berikut :
1.      mengidentifikasikan hal-hal apa yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi tingkah laku yang akan dibentuk,
2.      menganalisis dan selanjutnyamengidentifikasi komponen-komponen kecil tadi yang membentuk tingkah laku yang dimaksud.
3.      berdasarkan urutan-urutan komponen tersebut sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer (hadiah) untuk masing-masing komponen itu.
4.      melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponen-komponen yang telah disusun.


2.4.2.5.Proses dan fase belajar
Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa, perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi kea rah lebih maju dari pada keadaan sebelumnya (Syah, 2010)[19]. Proses belajar menurut Abin Syamsyudin Makmun (2012), dibagi dalam dua cara yaitu :
a.       proses belajar dalam konteks S-O-R
Mekanisme proses belajar dari diri siswa dapat diterangkan sebagai berikut :
Ø  tahap/fase pertama : penerimaan informasi.
Pada tahap ini, input informasi ( penjelasan data, masalah, pemerintah, tugas, dan sebagainya dalam bentuk tulisan, isyarat atau symbol) sampai dan diterima oleh receptor (panca indra), kemudian dibaca dan diseleksi atau diperhatikan oleh siswa.
Ø  tahap/fase kedua : pengolahan informasi
Pada tahap ini, siswa mencamkan (mentransformasikan informasi yang telah ada dalam memorynya ke dalam bahasa yang biasa dipergunakan dalam berpikirnya kemudian: menafsirkan (informasi menurut kaidah_kaidah logikanya) barulah masalah/ tugas dipecahkan/diselesaikan sehingga menghasilkan kesimpulan-kesimpulan, generalisasi interpretasi dan keputusan-keputusan tertentu..
Ø  tahap/fase ketiga : ekspresi hasil pengolahan informasi
Pada tahap ini siswa memilih, menggunakan, dan menggerakkan instrument (mulut,tangan ,kaki dan sebagainya) untuk mengekspresikan hasil pengolahan dan tafsirannya sehingga menghirupkan seperangkat pola-pola sambutan (diwujudkan dalam perilaku)[20].
b.      proses belajar dalam konteks : what-why-how ?
Dalam konteks ini, proses belajar itu berlangsung dalam tiga tahapan/fase :
Ø  pertama, siswa merasakan adanya kebutuhan, misalnya : ia ingin meningkatkan atau memperhatikan prestasinya, baik dari dorongan diri sendiri maupun dorongan dari luar (guru, orangtua, dan sebagainya)(Whiterington,1952; Woodwork & Marquis, 1957);
Ø  kedua, siswa menyadari bahwa cara-cara belajar yang selama ini biasa ia gunakan atau keterampilan-keterampilan yang telah dimilikinya ternyata tidak memadai lagi digunakan untuk meningkatkan atau mempertahankan prestasinya, ia memerlukan pola-pola sambutan baru, misalnya : ia harus pandai mengatur pemanfaatan waktu se seminimal mungkin dan memilih cara bertindak seefektif mungkin.
Ø  mencoba melakukan cara-cara atau pola-pola sambutan yang telah diketahui dan dipilihnya itu di dalam praktik, mungkin ia gagal atau mungkin ternyata berhasil mencapai atau mempertahankan prestasi yang diinginkannya.[21]

2.4.3.      Kritik dan saran Terhadap Materi
A. Kritik
Belum adanya pembahasan mengenai materi evalusi belajar padahal penulis menilai bahwa materi evaluasi belajar sangat erat hubungannya dengan proses belajar mengajar. Untuk lebih jelasnya terkait materi evaluasi belajar, dapat dilihat pada buku reverensi Psikologi Pendidikan karya Abin Syamsuddin Makmun (2012, halaman166-169)
B. Saran
mengingan pentingnya materi ini, oleh karena itu perlu adanya tambahan reverensi materi yang lebih kompleks lagi

2.4.4.      Kritik dan Saran Terhadap Dosen
A.    Kritik
Tidak ada kritik terhadap dosen.Dalam hal ini dosen sudah sangat bagus dalam menyampaikan materi.Selain itu, dosen selalu membimbing peserta didik dengan contoh dan penjelasan yang sangat jelas.Pesan moral selalu disampaikan setiap pembelajaran berlangsung.
B.     Saran
Kami mengharapkan untuk selalu ditingkatkan pembelajaran seperti ibu dosen terapkan kepada kami untuk diterapkan dengan perbaikan-perbaikan kepada adik angkatan berikutnya.

2.4.5.      Kesimpulan
Belajar adalah istilah kunci paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.Mengingat betapa pentingnya arti belajar, oleh karena itu sangatlah diperlukan riset dan penelitian psikologi pendidikan agar selalu diupayakan untuk dikembangkan secara berkelanjuntan guna mencapai kualitas pembelajaran yang bermutu.




[1]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.87
[2]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.94
[3]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.97
[4]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.103
[5]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.103
[6]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.104
[7]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.105
[8]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.107
[9]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.108
[10]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.110
[11]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.111
[12]Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012 hlm.157
[13]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995 hlm.85
[14]Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012 hlm.160
[15]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.94
[16]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995 hlm.99
[17]Rahma Widyana, Psikologi Dasar 1, Yogyakarta: UMBY, 2014 hlm.27
[18]Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995 hlm.91
[19]Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010 hlm.110
[20]AbinSyamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012 hlm.161
[21]AbinSyamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012 hlm.163

1 comment:

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget