Perspektif
Biologis
Berlawanan dengan latar belakang kemajuan dalam ilmu
kedokteran, seorang dokter dari Jerman Wilhelm Griesinger (1817-1868)
menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak. Pandangan
Griesinger mempengaruhi dokter Jerman lainnya, Emil Kraepelin (1856-1926), yang
menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri pada tahun 1883 di mana
menghubungkan gangguan mental dengan penyakit fisik. Griesinger dan Kraepelin
membuka jalan untuk perkembangan model medis modern, yang berusaha menjelaskan
penyebab perilaku abnormal berdasarkan kerusakan biologis atau abnormalitas
yang mendasarinya, bukan roh jahat.
Menurut model medis, orang yang berperilaku abnormal
menderita penyakit atau gangguan mental yang dapat diklasifikasi, sebagaimana
penyakit fisik, berdasarkan penyebab dan simtom khusus dari masing-masing
gangguan. Tidak semua orang yang mengadopsi model medis meyakini bahwa setiap
pola perilaku abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka
mempertahankan keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat
dihubungkan dengan penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat dikonseptualisasikan
sebagai simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya, apa pun penyebabnya.
Kraepelin menspesifikasi dua kelompok utama dari gangguan atau penyakit mental:
dementia praecox (dari altar kata yang berarti "kegilaan precocious (prematur)"),
yang saat ini kita sebut sebagai skizofrenia, dan psikosis manic depresi, yang
sekarang diistilahkan sebagai gangguan bipolar. Kraepelin meyakini bahwa
dementia praecox disebabkan oleh ketidakseimbangan biokimiawi dan psikosis
manik depresi oleh suatu abnormalitas dalam metabolisme tubuh. Namun kontribusi
utama dari Kraepelin adalah penciptaan sistem klasifikasi yang menjadi intisari
bagi sistem diagnostik saat ini. Banyak terminologi yang digunakan saat ini
yang mencerminkan pengaruh dari model medis. Dengan adanya model medis, banyak
profesional dan orang awam berbicara mengenai orang-orang yang perilakunya
dianggap abnormal sebagai menderita sakit mental. Karena model medis ini banyak
orang berbicara mengenai simtom-simtom perilaku abnormal, dan bukan ciri-ciri
atau karakteristik perilaku abnormal. Istilah-istilah lain yang dikembangkan
oleh model medis termasuk kesehatan men-rah sindrom, diagnosis, pasien, pasien
mental, rumah sakit mental prognosis, penanganan, terapi, kesembuhan, Icambuh,
dan remisi.2 Model medis merupakan kemajuan utama dari demonologi. Model ini
mengilhami ide bahwa perilaku abnormal seharusnya ditangani oleh profesional
terlatih dan bukan dengan hukuman. Kasih sayang menggantikan kebencian,
ketakutan, dan penganiayaan.
Perspektif Psikologis
Meskipun model medis mempunyai pengaruh pada abad
ke-19, terdapat sejumlah orang yang meyakini bahwa faktor organis semata tidak
dapat menjelaskan berbagai bentuk perilaku abnormal. Di Paris, seorang neurolog
yang sangat disegani, Jean-Martin Charcot (1825-1893), melakukan eksperimen
dengan penggunaan hipnosis (hypnosis) dalam menangani histeria, suatu kondisi
di mana orang-orang datang dengan simtom-simtom fisik seperti kelumpuhan atau
mati rasa yang tidak dapat dijelaskan oleh berbagai macam penyebab fisik yang
mendasari.
Pemikiran pada masa itu adalah bahwa mereka pasti
mengalami masalah pada sistem saraf, yang menyebabkan simtom-simtom tersebut.
Namun Charcot dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa simtom-simtom tersebut dapat
dihilangkan dari tubuh pasien histeria atau benar-benar dimunculkan pada tubuh
pasien normal melalui sugesti hipnosis. Di
antara mereka yang menghadiri demonstrasi Charcot terdapat seorang dokter muda
dari Austria bernama Sigmund Freud (1856-1939). Freud berpikir bahwa apabila
simtom-simtom histeria dapat dihilang-kan atau dimunculkan melalui
hipnosis—sekedar "saran tentang ide"—maka simtom tersebut semestinya
me-miliki sumber yang bersifat psikologis (E. Jones, 1953). la menyimpulkan
bahwa apa pun faktor psikologis yang menyebabkan histeria, faktor-faktor itu
pasti terletak di luar area kesadaran.
Hal ini
merupakan ide penting yang mendasari perspektif psikologis pertama mengenai
perilaku abnormal—model psikodinamika (psychodynamic model). Freud meyakini
bahwa penyebab perilaku abnormal terletak pada interaksi antara
kekuatan-kekuatan di dalam pikiran bawah sadar. "Saga memperoleh impresi
yang paling membanggakan," Freud menulis mengenai pengalamannya dengan
Charcot, "atas kemungkinan bahwa terdapat proses-proses mental yang sangat
kuat yang di sisi lain tetap tersembunyi di dalam ketidaksadaran manusia"
(sebagaimana dikutip dalam Sulloway, 1983, halaman 32). Freud juga dipengaruhi
oleh seorang dokter dari Wina, Joseph Breuer (1842-1925), yang berusia 14 tahun
lebih tua dari dirinya. Breuer juga menggunakan hipnosis untuk menangani
seorang perempuan berusia 21 tahun, Anna yang memiliki keluhan-keluhan histeria
di mana tidak terdapat dasar medis yang jelas, seperti kelumpuhan pada tungkai,
mad rasa, serta gangguan dalam penglihatan dan pendengaran (E. Jones, 1953).
Otot yang "lumpuh" di lehernya membuat ia tidak dapat menolehkan
kepalanya. Ketidakmampuannya untuk menggerakkan jari-jari di tang-an kiri
membuatnya tidak mungkin untuk makan sendiri. Breuer yakin bahwa terdapat komponen
psikologis yang sangat kuat pada simtom-simtom tersebut. Ia menangani Anna
dengan mendorongnya untuk membicarakan keluhannya. terkadang di bawah hipnosis.
Mengingat kembali dan membicarakan tentang peristiwa-peristiwa yang terkait
dengan kemunculan simtom-simtom tersebut---terutama peristiwa-peristiwa yang
membangkitkan perasaan takut, cemas, atau rasa bersalah—tampaknya dapat
menghilangkan simtom itu, paling tidak untuk suatu waktu. Anna menyebut
penanganan ini sebagai "pembicaraan yang mengobati," atau, ketika
bercanda, sebagai "pembersihan cerobong asap." Simtom histeria
dianggap mencerminkan transformasi dari emosi-emosi yang terhambat, terlupakan
namun tidak hilang, menjadi keluhan-keluhan fisik.
Pada kasus Anna, simtom-simtomnya tampak meng-hilang
ketika emosi-emosi yang ia pendam dibawa ke alam sadar dan
"dilepaskan." Breuer mengistilahkan efek terapeutik ini sebagai
katarsis (catharsis), istilah Yunani yang berarti pembersihan atau pemurnian
perasaan. Kasus-kasus histeria, seperti pada Anna 0., tampaknya merupakan suatu
hal yang umum terjadi pada akhir masa Victoria, namun relatif lebih jarang pada
masa kini (Spitzer dkk., 1989). Model teoretis Freud merupakan model psikologis
utama yang pertama membahas mengenai perilaku abnormal. Sebagaimana yang akan
kita lihat di Bab 2, perspektif psikologis lain mengenai perilaku abnormal
segera mengikuti dengan didasarkan pada model-model behavioral, humanistik, dan
kognitif. Kita juga akan melihat bahwa masing-masing perspektif tersebut,
sebagaimana model medis kontemporer. menghasilkan bentuk-bentuk terapi tertentu
untuk menangani gangguan-gangguan psikologis.
Perspektif
Sosiokultural
Teoretikus sosiokultural meyakini bahwa kita harus
mempertimbangkan konteks-konteks sosial yang lebih luas di mana suatu perilaku
muncul untuk memahami ak)r dari perilaku abnormal. Mereka meyakini bahwa
penyebab perilaku abnormal mungkin dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat
dan bukan pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar
pada penyakit sosial masyarakat, seperti kemiskinan, perpecahan sosial,
diskriminasi ras dan gender, serta hilangnya kesempatan ekonomi. Menurut para
teoretikus sosiokultural yang lebih radikal, seperti psikiatri Thomas Szasz,
penyakit mental adalah suatu mitos—suatu label yang digunakan untuk
menstigmatisasi dan merendahkan orang-orang yang perilakunya menyimpang secara
sosial (T.S. Szasz, 1961, 2000). Szasz menyatakan bahwa apa yang disebut
penyakit mental sesungguhnya adalah "masalah dalam kehidupan," bukan
penyakit aktual seperti influenza, AIDS, dan kanker. Szasz beranggapan bahwa
orang-orang yang menyerang orang lain atau melakukan perilaku yang menyimpang
secara sosial dipersepsikan sebagai ancaman bagi keberadaan kelompok. Melabel
mereka dengan sakit memungkinkan orang lain untuk menginglcari validitas
masalah mereka dan menyingkirkan mereka ke institusi-institusi.
Para teoretikus sosiokultural menyatakan bahwa sekali
label "sakit mental" diberikan pada seseorang, sangatlah sulit untuk
dihilangkan. Label ini juga mempengaruhi respons orang lain terhadap
"pasien." Pasien mental distigmatisasi dan direndahkan secara sosial.
Kesempatan kerja mungkin hilang, persahabatan mungkin terpecah, dan
"pasien" mungkin semakin diasingkan dari masyarakat. Szasz
mengemulcalcan bahwa memperlakukan orang sebagai berpenyakit mental berarti
mencabut martabat mereka karena hal ini merupakan penyangkalan atas tanggung
jawab mereka terhadap perilaku-perilaku dan pilihan-pilihan mereka sendiri. Ia
menyatakan bahwa orang yang bermasalah seharusnya didorong untuk lebih
bertanggung jawab dalam mengatur kehidupan dan memecahkan masalah mereka
sendiri.
Meskipun tidak semua teoretikus sosiokultural
menyetujui pandangan radikal Szasz, semuanya menekankan pentingnya
mengikutsertakan faktor sosiokultural dalam memahami orang-orang yang
perilakunya membuat mereka dipersepsikan mengalami sakit mental atau abnormal.
Faktor-faktor sosiokultural dapat mencakup hal-hal yang berkaitan dengan
gender, ras, etnisitas, gaya hidup, atau penyakit-penyakit sosial seperti
kemiskinan dan diskriminasi.
Perspektif
Biopsikososial
Banyak akademisi terkemuka pada masa kini yang
meyakini bahwa pola-pola perilaku abnormal terlalu kompleks untuk dapat
dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif. Mereka mendukung pandangan
bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan
interaksi antara berbagai macam penyebab yang mewakili bidang biologis,
psikologis, dan sosiokultural.
Perspektif biopsikososial, atau model interaksionis,
menginspirasikan pendekatan yang kami ambil dalam buku ini untuk memahami asal
usul dari perilaku abnormal. Kami yakin bahwa kita perlu untuk mempertimbangkan
interaksi antara faktor-faktor biologis, psikologis, can sosiokultural dalam
perkembangan gangguan psikologis. Meskipun kami menyadari bahwa panahaman kami
mengenai faktor-faktor penyebab tersebut mungkin tidak lengkap, kami mendorong
pembaca untuk mempertimbangkan jalur penyebab yang mungkin ada yang melibatkan
pengaruh dari berbagai faktor dan interaksinya. Perspektif-perspektif tentang
gangguan psikologis memberikan suatu kerangka berpikir yang tidak Lanya untuk
penjelasan namun juga untuk penanganan (lihat Bab 4). Berbagai perspektif
tersebut juga menghasilkan formulasi untuk peramalan, atau hipotesis, yang menjadi
pedoman penelitian. Model medis, misalnya, memicu penyelidikan dalam
metode-metode penanganan genetis dan biokimiawi..
0 comments:
Post a Comment