Sunday 25 October 2015

Perspektif Biologis
Berlawanan dengan latar belakang kemajuan dalam ilmu kedokteran, seorang dokter dari Jerman Wilhelm Griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak. Pandangan Griesinger mempengaruhi dokter Jerman lainnya, Emil Kraepelin (1856-1926), yang menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri pada tahun 1883 di mana menghubungkan gangguan mental dengan penyakit fisik. Griesinger dan Kraepelin membuka jalan untuk perkembangan model medis modern, yang berusaha menjelaskan penyebab perilaku abnormal berdasarkan kerusakan biologis atau abnormalitas yang mendasarinya, bukan roh jahat.
Menurut model medis, orang yang berperilaku abnormal menderita penyakit atau gangguan mental yang dapat diklasifikasi, sebagaimana penyakit fisik, berdasarkan penyebab dan simtom khusus dari masing-masing gangguan. Tidak semua orang yang mengadopsi model medis meyakini bahwa setiap pola perilaku abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka mempertahankan keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan dengan penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat dikonseptualisasikan sebagai simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya, apa pun penyebabnya. Kraepelin menspesifikasi dua kelompok utama dari gangguan atau penyakit mental: dementia praecox (dari altar kata yang berarti "kegilaan precocious (prematur)"), yang saat ini kita sebut sebagai skizofrenia, dan psikosis manic depresi, yang sekarang diistilahkan sebagai gangguan bipolar. Kraepelin meyakini bahwa dementia praecox disebabkan oleh ketidakseimbangan biokimiawi dan psikosis manik depresi oleh suatu abnormalitas dalam metabolisme tubuh. Namun kontribusi utama dari Kraepelin adalah penciptaan sistem klasifikasi yang menjadi intisari bagi sistem diagnostik saat ini. Banyak terminologi yang digunakan saat ini yang mencerminkan pengaruh dari model medis. Dengan adanya model medis, banyak profesional dan orang awam berbicara mengenai orang-orang yang perilakunya dianggap abnormal sebagai menderita sakit mental. Karena model medis ini banyak orang berbicara mengenai simtom-simtom perilaku abnormal, dan bukan ciri-ciri atau karakteristik perilaku abnormal. Istilah-istilah lain yang dikembangkan oleh model medis termasuk kesehatan men-rah sindrom, diagnosis, pasien, pasien mental, rumah sakit mental prognosis, penanganan, terapi, kesembuhan, Icambuh, dan remisi.2 Model medis merupakan kemajuan utama dari demonologi. Model ini mengilhami ide bahwa perilaku abnormal seharusnya ditangani oleh profesional terlatih dan bukan dengan hukuman. Kasih sayang menggantikan kebencian, ketakutan, dan penganiayaan.

Perspektif Psikologis
Meskipun model medis mempunyai pengaruh pada abad ke-19, terdapat sejumlah orang yang meyakini bahwa faktor organis semata tidak dapat menjelaskan berbagai bentuk perilaku abnormal. Di Paris, seorang neurolog yang sangat disegani, Jean-Martin Charcot (1825-1893), melakukan eksperimen dengan penggunaan hipnosis (hypnosis) dalam menangani histeria, suatu kondisi di mana orang-orang datang dengan simtom-simtom fisik seperti kelumpuhan atau mati rasa yang tidak dapat dijelaskan oleh berbagai macam penyebab fisik yang mendasari.
Pemikiran pada masa itu adalah bahwa mereka pasti mengalami masalah pada sistem saraf, yang menyebabkan simtom-simtom tersebut. Namun Charcot dan rekan-rekannya menunjukkan bahwa simtom-simtom tersebut dapat dihilangkan dari tubuh pasien histeria atau benar-benar dimunculkan pada tubuh pasien normal melalui sugesti hipnosis.  Di antara mereka yang menghadiri demonstrasi Charcot terdapat seorang dokter muda dari Austria bernama Sigmund Freud (1856-1939). Freud berpikir bahwa apabila simtom-simtom histeria dapat dihilang-kan atau dimunculkan melalui hipnosis—sekedar "saran tentang ide"—maka simtom tersebut semestinya me-miliki sumber yang bersifat psikologis (E. Jones, 1953). la menyimpulkan bahwa apa pun faktor psikologis yang menyebabkan histeria, faktor-faktor itu pasti terletak di luar area kesadaran.
 Hal ini merupakan ide penting yang mendasari perspektif psikologis pertama mengenai perilaku abnormal—model psikodinamika (psychodynamic model). Freud meyakini bahwa penyebab perilaku abnormal terletak pada interaksi antara kekuatan-kekuatan di dalam pikiran bawah sadar. "Saga memperoleh impresi yang paling membanggakan," Freud menulis mengenai pengalamannya dengan Charcot, "atas kemungkinan bahwa terdapat proses-proses mental yang sangat kuat yang di sisi lain tetap tersembunyi di dalam ketidaksadaran manusia" (sebagaimana dikutip dalam Sulloway, 1983, halaman 32). Freud juga dipengaruhi oleh seorang dokter dari Wina, Joseph Breuer (1842-1925), yang berusia 14 tahun lebih tua dari dirinya. Breuer juga menggunakan hipnosis untuk menangani seorang perempuan berusia 21 tahun, Anna yang memiliki keluhan-keluhan histeria di mana tidak terdapat dasar medis yang jelas, seperti kelumpuhan pada tungkai, mad rasa, serta gangguan dalam penglihatan dan pendengaran (E. Jones, 1953). Otot yang "lumpuh" di lehernya membuat ia tidak dapat menolehkan kepalanya. Ketidakmampuannya untuk menggerakkan jari-jari di tang-an kiri membuatnya tidak mungkin untuk makan sendiri. Breuer yakin bahwa terdapat komponen psikologis yang sangat kuat pada simtom-simtom tersebut. Ia menangani Anna dengan mendorongnya untuk membicarakan keluhannya. terkadang di bawah hipnosis. Mengingat kembali dan membicarakan tentang peristiwa-peristiwa yang terkait dengan kemunculan simtom-simtom tersebut---terutama peristiwa-peristiwa yang membangkitkan perasaan takut, cemas, atau rasa bersalah—tampaknya dapat menghilangkan simtom itu, paling tidak untuk suatu waktu. Anna menyebut penanganan ini sebagai "pembicaraan yang mengobati," atau, ketika bercanda, sebagai "pembersihan cerobong asap." Simtom histeria dianggap mencerminkan transformasi dari emosi-emosi yang terhambat, terlupakan namun tidak hilang, menjadi keluhan-keluhan fisik.
Pada kasus Anna, simtom-simtomnya tampak meng-hilang ketika emosi-emosi yang ia pendam dibawa ke alam sadar dan "dilepaskan." Breuer mengistilahkan efek terapeutik ini sebagai katarsis (catharsis), istilah Yunani yang berarti pembersihan atau pemurnian perasaan. Kasus-kasus histeria, seperti pada Anna 0., tampaknya merupakan suatu hal yang umum terjadi pada akhir masa Victoria, namun relatif lebih jarang pada masa kini (Spitzer dkk., 1989). Model teoretis Freud merupakan model psikologis utama yang pertama membahas mengenai perilaku abnormal. Sebagaimana yang akan kita lihat di Bab 2, perspektif psikologis lain mengenai perilaku abnormal segera mengikuti dengan didasarkan pada model-model behavioral, humanistik, dan kognitif. Kita juga akan melihat bahwa masing-masing perspektif tersebut, sebagaimana model medis kontemporer. menghasilkan bentuk-bentuk terapi tertentu untuk menangani gangguan-gangguan psikologis.
  
Perspektif Sosiokultural
Teoretikus sosiokultural meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks-konteks sosial yang lebih luas di mana suatu perilaku muncul untuk memahami ak)r dari perilaku abnormal. Mereka meyakini bahwa penyebab perilaku abnormal mungkin dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat, seperti kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras dan gender, serta hilangnya kesempatan ekonomi. Menurut para teoretikus sosiokultural yang lebih radikal, seperti psikiatri Thomas Szasz, penyakit mental adalah suatu mitos—suatu label yang digunakan untuk menstigmatisasi dan merendahkan orang-orang yang perilakunya menyimpang secara sosial (T.S. Szasz, 1961, 2000). Szasz menyatakan bahwa apa yang disebut penyakit mental sesungguhnya adalah "masalah dalam kehidupan," bukan penyakit aktual seperti influenza, AIDS, dan kanker. Szasz beranggapan bahwa orang-orang yang menyerang orang lain atau melakukan perilaku yang menyimpang secara sosial dipersepsikan sebagai ancaman bagi keberadaan kelompok. Melabel mereka dengan sakit memungkinkan orang lain untuk menginglcari validitas masalah mereka dan menyingkirkan mereka ke institusi-institusi.
Para teoretikus sosiokultural menyatakan bahwa sekali label "sakit mental" diberikan pada seseorang, sangatlah sulit untuk dihilangkan. Label ini juga mempengaruhi respons orang lain terhadap "pasien." Pasien mental distigmatisasi dan direndahkan secara sosial. Kesempatan kerja mungkin hilang, persahabatan mungkin terpecah, dan "pasien" mungkin semakin diasingkan dari masyarakat. Szasz mengemulcalcan bahwa memperlakukan orang sebagai berpenyakit mental berarti mencabut martabat mereka karena hal ini merupakan penyangkalan atas tanggung jawab mereka terhadap perilaku-perilaku dan pilihan-pilihan mereka sendiri. Ia menyatakan bahwa orang yang bermasalah seharusnya didorong untuk lebih bertanggung jawab dalam mengatur kehidupan dan memecahkan masalah mereka sendiri.
Meskipun tidak semua teoretikus sosiokultural menyetujui pandangan radikal Szasz, semuanya menekankan pentingnya mengikutsertakan faktor sosiokultural dalam memahami orang-orang yang perilakunya membuat mereka dipersepsikan mengalami sakit mental atau abnormal. Faktor-faktor sosiokultural dapat mencakup hal-hal yang berkaitan dengan gender, ras, etnisitas, gaya hidup, atau penyakit-penyakit sosial seperti kemiskinan dan diskriminasi.

Perspektif Biopsikososial
Banyak akademisi terkemuka pada masa kini yang meyakini bahwa pola-pola perilaku abnormal terlalu kompleks untuk dapat dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif. Mereka mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan interaksi antara berbagai macam penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural.

Perspektif biopsikososial, atau model interaksionis, menginspirasikan pendekatan yang kami ambil dalam buku ini untuk memahami asal usul dari perilaku abnormal. Kami yakin bahwa kita perlu untuk mempertimbangkan interaksi antara faktor-faktor biologis, psikologis, can sosiokultural dalam perkembangan gangguan psikologis. Meskipun kami menyadari bahwa panahaman kami mengenai faktor-faktor penyebab tersebut mungkin tidak lengkap, kami mendorong pembaca untuk mempertimbangkan jalur penyebab yang mungkin ada yang melibatkan pengaruh dari berbagai faktor dan interaksinya. Perspektif-perspektif tentang gangguan psikologis memberikan suatu kerangka berpikir yang tidak Lanya untuk penjelasan namun juga untuk penanganan (lihat Bab 4). Berbagai perspektif tersebut juga menghasilkan formulasi untuk peramalan, atau hipotesis, yang menjadi pedoman penelitian. Model medis, misalnya, memicu penyelidikan dalam metode-metode penanganan genetis dan biokimiawi.. 

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget