Sunday 25 October 2015

Faktor penentu perilaku prososial yang spesifik adalah:
a. Situasi, meliputi kehadiran orang lain, sifat lingkungan, fisik dan tekanan keterbatasan waktu.
b. Karakteristik penolong, meliputi faktor kepribadian, suasana hati, rasa bersalah, distres diri (reaksi pribadi kita terhadap orang lain-perasaan terkejut, cemas, takut, prihatin, tidak berdaya) serta sikap empatik (perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain).
c. Karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan, misalnya menolong orang yang kita sukai, menolong orang yang pantas ditolong. 

Dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Situasi
Orang yang paling altruis sekalipun cenderung tidak memberikan bantuan dalam situasi tertentu. Kehadiran orang lain, mungkin telah menjadi alasan bagi tiadanya usaha untuk memberikan pertolongan. Orang-orang cenderung berpikir bahwa sudah ada orang lain yang bertindak untuk memberikan pertolongan sehingga is sendiri tidak akan bertindak apapun untuk menolong. Dalam "keadaan darurat" individu lebih cenderung memberikan reaksi bila mereka sendirian ketimbang bila mereka mempunyai anggapan bahwa orang lain juga mengetahui situasi tersebut. Semakin banyak orang yang hadir, semakin kecil kemungkinan seseorang benar-benar memberikan pertolongan. 
Mengapa kehadiran orang lain kadang-kadang menghambat usaha untuk menolong? Dalam konteks pengambilan keputusan, pertama terdapat penyebaran tanggung jawab yang timbul karena kehadiran orang lain. Bila hanya satu orang yang menyaksikan korban yang mengalami kesulitan maka orang itu mempunyai tanggung jawab penuh untuk memberikan reaksi terhadap situasi tersebut dan akan menanggung rasa bersalah dan rasa sesal jika tidak bertindak. Bila orang lain juga hadir, maka pertolongan bisa muncul dari beberapa orang dan tanggung jawab untuk menolong kemudian terbagi. Kedua, adanya efek ambiguitas dalam menginterpretasikan sesuatu. Penolong kadang-kadang tidak yakin apakah situasi tertentu benar-benar situasi darurat. Kadangkala ketenangan orang lain yang juga hadir menyebabkan subjek menginterpretasikan situasi tersebut sebagai situasi yang tidak berbahaya. Ketiga, adalah adanya rasa takut dinilai. Bila kita mengetahui bahwa orang lain memperhatikan perilaku kita, mungkin kita akan berusaha melakukan apa yang menurut kita diharapkan oleh orang lain dan memberikan kesan yang baik. Kondisi Lingkungan. Keadaan fisik juga mempengaruhi kesediaan untuk membantu. Stereotip yang umum adalah bahwa penduduk kota tidak ramah dan tidak suka menolong sedangkan penduduk kota kecil atau desa secara kooperatif suka menolong. 
Sejumlah penjelasan tentang penduduk kota yang lc-Luang suka menolong telah dikemukakan. Hal ini mencakup anonimitas kehidupan kota, rangsangan sensorik yang berlebihan yang dialami oleh penduduk kota yang terus-menerus mengalami persaingan dengan orang lain untuk bertahan hidup, kemungkinan perasaan tidak berdaya karena menghadapi birokrasi yang ruwet dan pemerintahan yang tidak tanggap. Faktor lingkungan yang lain adalah kebisingan, yang menurunkan daya tanggap terhadap semua kejadian di lingkungan. Suara bising yang keras menyebabkan orang mengabaikan orang lain di sekitarnya dan memotivasi mereka untuk meninggalkan situasi tersebut secepatnya, sehingga menciptakan penonton yang tidak begitu suka menolong.
Tekanan Waktu. Rasionalitas (akal sehat) dan penelitian me-nunjukkan bukti bahwa kadang-kadang kita berada dalam keadaan tergesa-gesa untuk menolong sehingga kita memutuskan untuk tidak melakukan tindakan memberikan pertolongan.
2. Karakteristik Penolong
Faktor Kepribadian. Orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial dan mendapat pujian, lebih cenderung bertindak prososial dan akan melakukan tindakan ini jika mereka diperhatikan. Selain itu karakteristik moralitas diri yang sangat kuat dan identifikasi yang erat dengan orangtuanya yang menjadi model tindakan moral, juga merupakan karakteristik individu penolong (juga latar belakang dan nilai-nilai mereka).
Suasana Hati.
Orang lebih terdorong untuk memberikan bantuan bila mereka berada dalam suasana hati yang baik. Tindakan menolong orang lain merupakan tindakan yang memberikan kepuasan, yang dapat meningkatkan perasaan mereka sendiri.
Rasa Bersalah.
Keadaan psikologis yang mempunyai relevansi khusus dengan perilaku prososial adalah rasa bersalah, perasaan gelisah yang timbul bila kita melakukan sesuatu yang kita anggap salah. Keinginan untuk mengurangi rasa bersalah bisa menyebabkan kita menolong orang yang kita rugikan atau berusaha menghilangkannya dengan melakukan tindakan yang baik.
Distress Diri dan Rasa Empatik.
Distress diri (personal distress) adalah reaksi pribadi kita terhadap penderitaan orang lain — perasan terkejut, takut, cemas, prihatin, tidak berdaya atau perasaan apapun yang kita alami. Rasa empatik (emphatic concern) adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Perbedaan utamanya adalah bahwa penderitaan diri terfokus pada diri sendiri, sedangkan rasa empatik terfokus pada si korban. Distress diri memotivasi kita untuk mengurangi kegelisahan kita sendiri. Kita bisa melakukannya dengan membantu orang yang membutuhkan, tetapi kita juga dapat melakukannya dengan menghindari situasi tersebut atau mengabaikan penderitaan di sekitar kita. Sebaliknya, rasa empatik hanya dapat dikurangi dengan membantu orang-orang yang berada dalam kesulitan. Karena tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan orang lain, jelas bahwa rasa empatik merupakan sumber altruistik (bukan kepentingan diri) perilaku membantu.
3. Karakteristik Orang yang Membutuhkan Pertolongan
Menolong orang yang kita sukai. Perilaku prososial dipengaruhi oleh jenis hubungan antara orang, seperti yang terlihat jelas dalam pengalaman sehari-hari. Tidak peduli apakah karena rasa suka, kewajiban sosial, kepentingan din atau empati, kita lebih suka menolong teman dekat daripada orang acing. Semakin dekat hubungan, semakin kuat harapan untuk mendapatkan bantuan, semakin sedikit rasa terima kasih yang diungkapkan pada saat bantuan diberikan, akan semakin besar rasa marah yang dirasakan bila permintaan bantuan ditolak. Hal ini merupakan basil penelitian yang dilakukan untuk pemberian bantuan yang diberikan orangtua, saudara kandung, teman akrab dan kenalan.
Menolong orang yang pantas ditolong. Legitimasi atau kelayakan permintaan atau masalah menimbulkan perbedaan. Tentu saj a, penilaian tentang makna penting kebutuhan tertentu sangat dipengaruhi oleh nilai budaya. Misalnya orang lebih suka meminjamkan uangnya untuk mereka yang sakit daripada meninjamkan uangnya untuk mereka yang tidak punya uang karena malas. Keterkaitan jugs bisa mempengaruhi perasaan kita tentang orang yang membutuhkan. Mungkin kita merasa prihatin dan simpati terhadap orang yang mengalami penderitaan bukan karena kesalahan mereka sendiri, mungkin kita merasa marah dan benci terhadap mereka yang bertanggung jawab atas masalah mereka sendiri. Perhatian kita sampai saat ini terfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi apakah bantuan akan diberikan atau tidak. Untuk dapat meningkatkan kesediaan memberikan pertolongan dapat kita lakukan dengan cara berikut dalam Myers, 2012:240): Kita dapat membalik faktor-faktor yang menghambat perilaku menolong. Kita dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ambiguitas dari suatu kondisi darurat, untuk membuat ketertarikan personal dan untu meningkatkan rasa tanggung jawab. Menggunakan teknik door-in-the-face yaitu strategi untuk mendapatkan sebuah pengakuan. Setelah seseorang pertama kali meminta permintaan yang besar (the-door-in-the-face, peminta yang sama menawarkan kembali dengan permintaan yang masuk akal. Hal ini untuk memicu rasa bersalah dan bentuk kepedulian terhadap gambaran diri.

Menyosialisasikan altruisme dengan cara; mengajarkan penyertaan moral, memodelkan altruisme, belajar dengan cara melakukan, meng-atribusikan perilaku menolong dengan motif altruistis dan mempelajari altruisme. Anak-anak yang melihat perilaku menolong cenderung akan menolong juga. Memberikan pilihan agar melakukan hal baik terhadap anak juga dapat dengan sendirinya memotivasi anak untuk berbuat baik/ menolong.

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget