Sunday, 25 October 2015

Altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun (kecuali mungkin perasaan telah melakukan kebaikan). Dengan definisi ini, apakah suatu tindakan altruistik atau tidak, tergantung pada tujuan si penolong. Misalnya setelah menolong korban kebakaran, si penolong menghilang tanpa diketahui identitasnya, merupakan tindakan yang altruistik.


Perilaku prososial mencakup kategori yang lebih luas, meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Perilaku prososial berkisar dari tindakan altruisme yang tanpa pamrih atau tidak mementingkan din sendiri sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh diri sendiri.
Perilaku altruistik berasal dari tiga perspektif teoritis yaitu:
a. Dasar historis, yaitu pandangan para sosiobiolog bahwa predisposisi untuk menolong merupakan bagian dari warisan genetik.
b. Tindakan menolong dipengaruhi oleh prinsip dasar penguatan dan peniruan.
c. Pengambilan keputusan, memfokuskan din pada proses yang mem-pengaruhi penilaian kita tentang kapan dibutuhkan pertolongan. Pandangan ini juga menekankan pertimbangan untung rugi keputusan untuk memberikan pertolongan.
Terdapat tiga norma yang paling penting dalam perilaku prososial yaitu (Myers, 2012:187-197):
a. Norma tanggung jawab social, menentukan bahwa seharusnya kita membantu orang lain yang bergantung pada kita. Orangtua diharapkan memelihara anak-anaknya dan lembaga-lembaga yang lain bisa ikut bertanggung jawab apabila orangtua gagal memenuhi kewajibannya. Gum hams membantu murid-muridnya, pelatih hams menguruh timnya, dan teman sekerja hams saling membantu. Aturan agama dan moral kebanyakan masyarakat menekankan kewajiban untuk menolong orang lain. Kadang-kadang kewajiban ini ditulis dalam bentuk aturan hukum tertulis. Hukum merupakan salah satu cara untuk menekankan pada orang bahwa mereka mempunyai kewajiban untuk menolong.
b. Norma timbal balik, menyatakan bahwa kita hams menolong orang yang menolong kita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang lebih cendemng membantu seseorang yang pemah membantu mereka. Tampaknya norma timbal balik sangat kuat dan terjadi di sebagian besar kebudayaan. Kekuatan ras kewajiban dipengaruhi faktor-faktor yang ada dalm suatu situasi. Misalnya Greenberg dan Frish (1972) menyimpulkan bahwa bantuan yang lebih besar lebih sering dibalas daripada bantuan yang lebih kecil. Pandangan orang tentang motif penolong juga berpengaruh. Upaya membalas pertolongan orang lain lebih mungkin terjadi bila bantuan awal dipersepsi sebagai sesuatu yang diberikan secara sengaja dan sukarela. Subjek yang dibantu oleh seseorang cendemng membalas orang tersebut, tetapi cendemng tidak menawarkan bantuan kepada orang yang lainnya.
c. Norma keadilan sosial, yaitu aturan tentang keadilan dan pembagian cumber daya secara adil. Salah satu prinsip keadilan adalah kesamaan, dua orang yang memberikan andil yang sama dalam suatu tugas hams menerima ganjaran yang sama. Bila salah seorang menerima lebih dari orang lain, is akan mengalami tekanan untuk mencoba memulihkan keadilan dengan mengulangi pembagian ganjaran tersebut. Orang yang mendapat bagian kurang dari apa yang seharusnya diterima, jelas merasa dirugikan. Fakta yang lebih menarik adalah bahwa orang yang mendapat bagian lebih dari apa yang seharusnya diterima akan memberikan sebagian dari miliknya untuk orang yang mendapatkan terlalu sedikit. Sementara orang ketiga, yang menyaksikan situasi tidak adil itu, mungkin tertarik untuk menolong orang yang dirugikan. Tindakan "membantu orang yang kurang beruntung" dalam kehidupan sehari-hari, seperti memberi sumbangan amal, tampaknya dimotivasi oleh keinginan untuk menciptakan situasi yang lebih adil.
Orang belajar menolong melalui penguatan (reinforcement), efek ganjaran dan hukuman (reward and punishment) terhadap tindakan menolong dan peniruan (imitasi) yaitu meniru oamg lain yang memberikan pertolongan.
Langkah pertama yang penting dalam setiap tindakan prososial adalah memperhatikan bahwa sesuatu sedang berlangsung dan memutuskan apakah pertolongan dibutuhkan. Telaah yang dilakukan oleh Shotland dan Huston (Sears, 1985:57) mengidentifikasi 5 karakteristik utama yang mengarahkan persepsi bahwa suatu kejadian merupakan keadaan darurat:
a. Sesuatu terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga.
b. Ada ancaman bahaya yang jelas terhadap korban.
c. Tindakan yang membahayakan korban cenderung meningkat bila tidak ada campur tangan seseorang.
d. Korban tidak berdaya dan membutuhkan bantuan orang lain.

e. Ada beberapa kemungkinan cara campur tangan yang efektif. 

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget