Altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan
imbalan apapun (kecuali mungkin perasaan telah melakukan kebaikan). Dengan
definisi ini, apakah suatu tindakan altruistik atau tidak, tergantung pada
tujuan si penolong. Misalnya setelah menolong korban kebakaran, si penolong
menghilang tanpa diketahui identitasnya, merupakan tindakan yang altruistik.
Perilaku prososial mencakup kategori yang lebih luas,
meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong
orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong. Perilaku prososial
berkisar dari tindakan altruisme yang tanpa pamrih atau tidak mementingkan din
sendiri sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh diri sendiri.
Perilaku altruistik berasal dari tiga perspektif
teoritis yaitu:
a. Dasar historis, yaitu pandangan para sosiobiolog
bahwa predisposisi untuk menolong merupakan bagian dari warisan genetik.
b. Tindakan menolong dipengaruhi oleh prinsip dasar
penguatan dan peniruan.
c. Pengambilan keputusan, memfokuskan din pada proses
yang mem-pengaruhi penilaian kita tentang kapan dibutuhkan pertolongan.
Pandangan ini juga menekankan pertimbangan untung rugi keputusan untuk
memberikan pertolongan.
Terdapat tiga norma yang paling penting dalam
perilaku prososial yaitu (Myers, 2012:187-197):
a. Norma tanggung jawab social, menentukan bahwa
seharusnya kita membantu orang lain yang bergantung pada kita. Orangtua
diharapkan memelihara anak-anaknya dan lembaga-lembaga yang lain bisa ikut
bertanggung jawab apabila orangtua gagal memenuhi kewajibannya. Gum hams
membantu murid-muridnya, pelatih hams menguruh timnya, dan teman sekerja hams
saling membantu. Aturan agama dan moral kebanyakan masyarakat menekankan
kewajiban untuk menolong orang lain. Kadang-kadang kewajiban ini ditulis dalam
bentuk aturan hukum tertulis. Hukum merupakan salah satu cara untuk menekankan
pada orang bahwa mereka mempunyai kewajiban untuk menolong.
b. Norma timbal balik, menyatakan bahwa kita hams
menolong orang yang menolong kita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang
lebih cendemng membantu seseorang yang pemah membantu mereka. Tampaknya norma
timbal balik sangat kuat dan terjadi di sebagian besar kebudayaan. Kekuatan ras
kewajiban dipengaruhi faktor-faktor yang ada dalm suatu situasi. Misalnya
Greenberg dan Frish (1972) menyimpulkan bahwa bantuan yang lebih besar lebih
sering dibalas daripada bantuan yang lebih kecil. Pandangan orang tentang motif
penolong juga berpengaruh. Upaya membalas pertolongan orang lain lebih mungkin
terjadi bila bantuan awal dipersepsi sebagai sesuatu yang diberikan secara
sengaja dan sukarela. Subjek yang dibantu oleh seseorang cendemng membalas
orang tersebut, tetapi cendemng tidak menawarkan bantuan kepada orang yang
lainnya.
c. Norma keadilan sosial, yaitu aturan tentang
keadilan dan pembagian cumber daya secara adil. Salah satu prinsip keadilan
adalah kesamaan, dua orang yang memberikan andil yang sama dalam suatu tugas
hams menerima ganjaran yang sama. Bila salah seorang menerima lebih dari orang
lain, is akan mengalami tekanan untuk mencoba memulihkan keadilan dengan
mengulangi pembagian ganjaran tersebut. Orang yang mendapat bagian kurang dari
apa yang seharusnya diterima, jelas merasa dirugikan. Fakta yang lebih menarik
adalah bahwa orang yang mendapat bagian lebih dari apa yang seharusnya diterima
akan memberikan sebagian dari miliknya untuk orang yang mendapatkan terlalu
sedikit. Sementara orang ketiga, yang menyaksikan situasi tidak adil itu,
mungkin tertarik untuk menolong orang yang dirugikan. Tindakan "membantu
orang yang kurang beruntung" dalam kehidupan sehari-hari, seperti memberi
sumbangan amal, tampaknya dimotivasi oleh keinginan untuk menciptakan situasi
yang lebih adil.
Orang belajar menolong melalui penguatan
(reinforcement), efek ganjaran dan hukuman (reward and punishment) terhadap
tindakan menolong dan peniruan (imitasi) yaitu meniru oamg lain yang memberikan
pertolongan.
Langkah pertama yang penting dalam setiap tindakan
prososial adalah memperhatikan bahwa sesuatu sedang berlangsung dan memutuskan
apakah pertolongan dibutuhkan. Telaah yang dilakukan oleh Shotland dan Huston
(Sears, 1985:57) mengidentifikasi 5 karakteristik utama yang mengarahkan
persepsi bahwa suatu kejadian merupakan keadaan darurat:
a. Sesuatu terjadi secara tiba-tiba dan tidak
terduga.
b. Ada ancaman bahaya yang jelas terhadap korban.
c. Tindakan yang membahayakan korban cenderung
meningkat bila tidak ada campur tangan seseorang.
d. Korban tidak berdaya dan membutuhkan bantuan orang
lain.
e. Ada beberapa kemungkinan cara campur tangan yang
efektif.
0 comments:
Post a Comment