Berbagai bentuk prasangka dapat kita lihat dalam beragam
peristiwa. Ketika terjadi peristiwa pemboman di World Trade Center (WTC) di
Amerika atau dikenal dengan peristiwa 9/11, sebuah penelitian menunjukkan
adanya prasangka dan warga negara Amerika terhadap kaum muslim (dalam Myers,
2012:5). Kemudian dalam hal usia, dimana kaum tua dianggap rapuh, tidak
kompeten dan tidak produktif sebagaimana kaum muda, sehingga hal ini
menyebabkan para orang lanjut usia menjadi merasa kurang kompeten dan bertindak
kurang cakap. Hal ini menunjukkan bahwa hadirnya prasangka tersebut menyebabkan
rasa tidak percaya diri dan merasa tidak berguna (dibandingkan saat mereka muda
dulu) bagi kaum lanjut usia. Dalam konteks prasangka, setiap situasi tertentu
melibatkan evaluasi yang negatif dan beberapa kelompok.
Prasangka sosial merupakan sikap-perasaan individu terhadap
golongan individu tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berlainan, yang
terdiri atas sikap-sikap sosial yang negatif terhadap golongan individu lain,
serta mempengaruhi tingkah laku individu yang bersangkutan terhadap golongan
individu yang lain tadi. Sikap-sikap perasaan negatif ini lama kelamaan akan
menjadi tindakan yang "diskriminatif' yakni tindakan yang bercorak
menghambat, merugikan perkembangan bahkan mengancam kehidupan pribadi individu
yang diprasangkai tersebut.
Prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang
atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka. Para pakar
psikologi sosial umumnya membedakan 3 komponen antagonisme kelompok. Komponen
Kognitif yaitu "Stereotip", merupakan keyakinan tentang sifat-sifat
pribadi yang dimiliki orang dalam kelompok atau kategori sosial tertentu.
Stereotip bisa menjadi destruktif bila mengabaikan bukti realitas dan
digeneralisasikan terhadap semua anggota kelompok.
Komponen Afektif yaitu "Prasangka", merupakan
penilaian terhadap suatu kelompok atau seorangindividu yang terutama didasarkan
pada keanggotaan kelompok orang tersebut. Prasangka mempunyai kualitas tambahan
berupa penilaian pendahuluan (prejudgment). Komponen Perilaku yaitu
"Diskriminasi", merupakan perilaku menerima atau menolak seseorang
berdasarkan (atau setidaknya dipengaruhi oleh) keanggotaan kelompoknya. Prasangka
dan stereotip mempengaruhi sikap dan perilaku individu melalui berbagai cara.
Prasangka dan stereotip mempengaruhi persepsi tentang
individu anggota kelompok sasaran. Tekanan psikologis terhadap konsistensi
psikologis sering menyebabkan kita membentuk sikap yang konsisten dengan
prasangka kita. Bila terdapat ambiguitas tentang situasi yang nyata, kebutuhan
konsistensi akan mendorong orang untuk membiaskan persepsi sesuai dengan
prasangka. Prasangka juga mempengaruhi respons politik terhadap kelompok
minoritas. Sikap berprasangka juga dapat menimbulkan perilaku diskriminasi
dengan cara yang lebih nyata tetapi tidak langsung. Misalnya prasangka orang
tua dapat mempengaruhi anaknya.
Pengaruh yang lebih lanjut adalah bahwa stereotip tidak
hanya mempengaruhi perilaku kita tetapi juga perilaku korban stereotip ketika
kita berinteraksi dengan mereka. Dalam hal ini stereotip bisa menjadi dugaan
pemuas diri. Anggota kelompok korban akan mulai melakukan sesuatu seperti yang
di-stereotip-kan, menampilkan karakteristik sesuai dengan isi stereotip
tersebut. Hal ini disebabkan karena sebagian besar orang berperilaku sesuai
dengan harapan orang lain.
Bila diterapkan pada stereotip, rangkaian dugaan pemuas diri
melibatkan 4 tahap:
a. Stereo* (harapan) tentang bagaimana orang lain akan
berperilaku.
b. Perubahan perilaku pada diri penganut stereotip.
c. Menimbulkan perubahart perilaku pada diri orang yang
menjadi kelompok sasaran.
d. Persepsi tentang perilaku orang yang menjadi sasaran
sebagai penyesuaian terhadap stereotip dan bukan sebagai respons terhadap
perilaku si penganut stereotip.
Ada beberapa hal yang menyebabkan timbulnya prasangka:
1. Orang berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam
(scape — goastism).
2. Orang berprasangka karena memang is sudah dipersiapkan di
dalam lingkungannya atau kelompoknya untuk berprasangka.
3. Prasangka timbul karena adanya perbedaan, dimana
perbedaan ini menimbulkan perasaan superior. Perbedaan disini bisa meliputi:
a. Perbedaan fisik / biologis, ras.
b. Perbedaan lingkungan / geografis.
c. Perbedaan status sosial.
d. Perbedaan kepercayaan/agama.
e. Perbedaan kekayaan.
f. Perbedaan norma-norma sosial.
4. Prasangka timbul karena adanya anggapan yang sudah
menjadi pendapat umum atau kebiasaan di dalam lingkungan tertentu (misalnya ibu
tiri, janda, dan lain-lain).
5.Prasangka timbul karena kesan yang menyakitkan atau
pengalaman yang tidak menyenangkan (A. Ahmadi, 2002 : 210 — 211).
Beberapa pendapat tentang prasangka yaitu (dalam Brown,
2005:
8-9):
1.
Chumber English Dictionary, 1988 :
Prasangka adalah penilaian atau pendapat
yang dibentuk tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu (a judgement opinion
formed beforehand or without due examination).
2.
Allport, 1954: Prasangka etnik adalah
antipati berdasarkan generalisasi yang salah atau tidak fleksiblel. Prasangka
'bisa dirasakan atau diekspresikan. Prasangka bisa diarahkan terhadap suatu
kelompok secara keseluruh-an terhadap seseorang karena is merupakan anggota
kelompok dimaksud.
3.
Jones, 1972: Penilaian negatif yang
sudah ada sebelumnya mengenai anggota ras, agama, atau pemeran sosial
signifikan lain yang dipegang dengan tidak mempedulikan fakta yang berlawanan
dengan itu.
4.
Worchel, et.al.,:
Sikap negatif tak berdasar terhadap
seseorang, yang didasarkan pada kenggotaannya semata-mata di sebuah kelompok.
Prasangka merupakan penilaian negatif yang telah dimiliki
sebelumnya terhadap suatu kelompok dan masing-masing anggota kelompoknya
(Myers, 2012:6). Prasangka adalah sikap, dimana sikap adalah kombinasi dan
perasaan (affect), kecenderungan berperilaku (behavior tendency) dan keyakinan
(cognition). Bentuk-bentuk prasangka di banyak masyarakat di dunia ini yang
membutuhkan pemahaman kita adalah prasangka yang negatif seperti:
a. Was-was (wary).
b. Ketakutan (fearful).
c. Kecurigaan (suspicious).
d. Penghinaan (derogatory).
e. Permusuhan (hostility).
f. Tindakan saling membunuh antar kelompok.
Prasangka hams dianggap sebagai seperangkat kepercayaan yang
salah atau irasional, generalisasi yang serampangan (ngawur) atau disposisi
yang tidak beralasan yang menyebabkan orang berperilaku negatifterhadap
kelompok lain.
Oleh karenanya prasangka dapat ditelaah sebagai:
1. Pertama, dengan mengatakan bahwa prasangka adalah sebuah
sikap atau kepercayaan yang "keliru" maka hal ini menyiratkan bahwa
kita bisa "membetulkannya" dengan 6ra-cora tertentu. Pada
keadaan-keadaan tertentu hal ini mungkin untuk dilakukan, selama kepercayaan
yang dipermasalahkan itu mengacu pada kriterian yang dapat diukur secara
objektif.
2. Kedua, dengan memasukkan elemen "nilai kebenaran"
dalam definisi prasangka muncul dari sifat relativistik persepsi antar kelompok
yarig boleh dikatakan aneh. Misalnya konfirmasi oleh kelompok bahwa "
kecantikan itu tergantung siapa yang melihatnya". Dengan kata lain, apa
yang dianggap "menyenangkan" atau "baik budi" oleh sebuah
kelompok mungkin dianggap sama sekali berbeda dengan kelompok lain.
3. Ketiga, dalam hubungannya dengan definisi tradisional
mengenai prasangka ini adalah bahwa definisi tersebut seringkali tanpa dibuat
sebelum dilakukan analisis mengenai asal mula dan fungsi pemikiran yang
mengandung prasangka.
Dari berbagai pertimbangan diatas maka Brown (2005:12)
menyimpulkan bahwa prasangka adalah: "Dipegangnya sikap sosial atau
keyakinan kognitif yang bersifat merendahkan, pengekspresian afek negatif, atau
tindakan ber-musuhan atau diskriminatif terhadap anggota suatu kelompok yang
dihubungkan dengan keanggotaannya dalam kelompok tersebut".
Prasangka sosial dapat ditunjukkan oleh adanya jarak sosial
(social distance) yaitu suatu posisi yang diberikan oleh para anggota kelompok
yang berprasangka itu kepada kelompok lain dalam hal simpati. Jadi kalau
terdapat simpati jaraknya dekat, tetapi kalau tidak simpati bahkan sampai
antipati maka jarak sosialnya jauh.
Terbentuknya sosial distance antara lain karena
1. Adanya norma-norma tertentu dari kelompokmayoritas / yang
dominan sesuai dengan status dan sudut pandangnya yang dihembuskan terhadap
kelompok minoritas.
2. Menurut observasi Allport : bahwa social distance dalam
masyarakat hanya terdapat pada masyarakat 'yang heterogen yang di dalamnya
terdapat kelompok-kelompok yang memiliki fungsi dan interest yang berbeda-beds.
3. Adanya rasa superioritas kelompok atau keunggulan
kelompok atas kelompok yang lain.
Adanya prasangka sosial berkaitan erat dengan
"stereotip" yang merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai
sifat-sifat dan watak pribadi individu golongan lain yang bercorak negatif.
Stereotip mengenai orang lain sudah terbentuk pada orang yang berprasangka
sebelum is bergaul dengan individu yang dikenai prasangka tersebut. Biasanya
stereotip terbentuk berdasarkan keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan
subyektif
Stereotip adalah :
Kognisi yang relatif kompleks mengenai kelompok sosial yang
membutakan individu terhadap beragamnya perbedaan yang ada diantara anggota
kelompok manapun baik kelompok sosial, etnis, usia, jenis kelamin dan kelas
sosial serta cenderung membekukan penilaiannya.
Myers (2012:7) menyatakan bahwa stereotip yang merupakan
bentuk evaluasi negatif yang menandai prasangka, menunjukkan adanya
generalisasi seperti orang Indonesia sangat ramah, orang Amerika mudah bergaul,
profesor adalah orang yang linglung dan sebagainya. Jadi stereotip merupakan
keyakinan mengenai atribut kepribadian dari satu kelompok atau orang-orang.
Stereotip terkadang terlalui digeneralisasi tidak akurat dan resisten terhadap
adanya informasi baru.
Jadi perubahan sikap mengenai prasangka mempunyai tiga ciri
sebagai berikut:
1. Adanya pembatasan tentang situasi dari segi
pre-conseption (pandangan tertentu sebelumnya).
2. Sikap yang demikian itu bertahan dengan kuatnya artinya
sikap tersebut berlangsung dalam waktu yang lama.
3. Tinjauan terhadap obyek sikap yang menjurus ke arah yang
negatif artinya ke arah yang tidak menyenangkan.
Bentuk lain dan prasangka selain stereotip adalah adanya
perilaku diskriminasi, rasisme dan seksisme. Diskriminasi adalah perilaku
negatif yang tidak pada tempatnya kepada sate kelompok dan anggota kelompoknya.
Contoh perilaku diskriminatif adalah perbedaan respons atau kesan terhadap
orang kaya dan orang miskin ketika mengakses pelayanan kesehatan. Rasisme
adalah (1) sikap prasangka seseorang dan perilaku yang mendiskriminasi terhadap
orang dan ras tertentu atau (2) praktik institusional (bahkan meskipun tidak
dimotivasi oleh prasangka) yang merendahkan orang lain dan ras tertentu.
Sebagai contoh dalam pertandingan sepakbola kita pernah melihat kasus rasisme
terhadap pemain-pemain tertentu seperti Zinedine Zidane (Perancis) dan Mario
Balotelli (Italia). Hal ini jugaalah yang kemudian membawa semangat "Say
No to Racism" yang senantiasa disuarakan dalam setiap perhelatan akbar
sepakbola seperti penyelenggaraan Piala Dunia (World Cup). Sedangkan seksisme
adalah (1) sikap prasangka seseorang dan perilaku yang mendiskriminasi
orang-orang dan jenis kelamin tertentu atau (2) praktik institusional (bahkan
meskipun tidak dimotivasi oleh prasangka) yang merendahkan orang dan jenis
kelamin tertentu. Misalnya prasangka bahwa perempuan itu sensitif, kurang
kompeten dalam membuat keputusan dan secara fisik memiliki kelemahan tertentu.
Ada beberapa ciri pribadi orang yang berprasangka yaitu:
1. tidak toleran
2. kurang mengenal dirinya sendiri
3. kurang berdaya cipta.
4. Tidak merasa aman.
5. Memupuk khayalan-khayalan yang agresif (Gerungan,
2004:189).
AM Rose (dalam Gerungan, 2004:188) mengemukakan
kerugian-kerugian yang bisa terjadi akibat adanya prasangka sosial yaitu :
1. Potensi-potensi
dalam masyarakat tidak dapat berkembang, tindakan diskriminatif hanya
menguntungkan sebagian golongan tetapi dapat merugikan masyarakat sebagai
keseluruhan.
2. Tindakan diskriminatif menimbulkan konflik-konflik sosial
yang memerlukan usaha-usaha dan waktu tambahan bagi pemerintah untuk
meredakannya. Usaha-usaha dan waktu yang sebenarnya dapat dihemat dan
dikerahkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang lebih produktif
3. Prasangka sosial yang timbul akan menyebabkan hambatan
dalam pergaulan antar golongan dan kemudian dapat memecah-belah kerjasama yang
wajar antar golongan tersebut.
4. Pada akhirnya prasangka sosial itu dapat menjadi
"outlet", pelepasan dari frustasi-frustasi yang dialami orang lalu
menjelma ke dalam tindakan-tindakan agresif terhadap suatu golongan yang
menjadi kambing hitamnya sehingga masyarakat mengalami kekacauan.
Terdapat 4 teori utama dalam prasangka yaitu:
1.. Teori Konflik Kelompok Realistis (Realistic Group
Conflict Theories), menyelidiki kapan dan bagaimana prasangka berkembang dalam
masyarakat, kebudayaan atau kelompok tertentu. Teori ini biasanya memfokuskan
din pada kelompok dan bukan pada individu. Prasangka merupakan konsekuensi dan
konflik nyata yang tidak dapat dielakkan. Versi lain dari teori ini adalah
teori Kekurangan Relatif (Relative Deprivasion Theory). Hal ini berkaitan
dengan ketidakpuasan yang tidak hanya timbul dari kekurangan obyektif, tetapi
juga perasaan kurang secara subyektif yang relatif lebih besar dibandingkan
dengan orang lain atau kelompok lain.
2. Teori Belajar Kelompok (Social Learning Theories)
berkaitan dengan prasangka individu tertentu dan menempatkan penyebabnya pada
pengalaman orang yang berprasangka dalam hubungannya dengan orang tua, guru,
teman dan sebagainya. Teori ini memandang prasangka sebagai sesuatu yang
dipelajari dengan cara yang sama seperti bila orang mempelajari nilai-nilai
sosial yang lain. Prasangka disebarluaskan dan orang yang satu kepada orang
yang lain sebagai bagian dan sejumlah norma. Penyebarluasan dan pengungkapan
prasangka yang terus nrenerus akan memperkuat peranannya sebagai norma budaya.
3. Teori Kognitif (Cognitive Theories), menekankan peranan
proses kognitifseperti kategorisasi, penonjolan dan skema dalampembentukan
prasangka. Proses kategorisasi membantu pengamat memproses informasi tentang
berbagai individu secara efisien. Misalnya adanya kategorisasi berdasarkan
etnis, kategorisasi berdasarkan status sosial ekonomi, kategorisasi berdasarkan
tingkat pendidikan, dan sebagainya.
4. Teori Psikodinamika (Psychodynamic Theories) yang mencari
sumber prasangka pada orang yang berprasangka. Salah satunya adalah menganggap
prasangka sebagai agresi yang dialihkan. Pengalihan terjadi bila sumber
frustasi atau gangguan tidak dapat diserang karena ada rasa takut atau karena
sumber itu benar-benar tidak ada. Dalam kondisi ini orang akan mencari kambing
hitam untuk dipersalahkan dan diserang.
0 comments:
Post a Comment