Ketika kita ingin mengetahui apa yang
dipikirkan dan dirasakan orang lain, kita berusaha menemukan
informasi-informasi tentang orang itu. Bisa saja kita bertanya kepada orang
lain tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Akan tetapi, cara ini tidak
selalu memberikan hasil yang tepat. Orang bisa saja mengatakan sesuatu yang
berbeda, bahkan bertentangan dari yang dialaminya. Apalagi jika orang lain itu
adalah orang yang baru kita kenal. Orang-orang cenderung tidak menyampaikan
pikiran dan perasaannya kepada orang lain yang baru dikenalnya. Mereka bahkan
berusaha menutupi atau membantah informasi tentang apa yang dipikirkan dan
dirasakannya, terutama pada saat mereka merasakan emosi negatif. Usaha untuk
menutupi dan menyembunyikan pikiran dan perasaan juga dilakukan pada
orang-orang yang melakukan kejahatan. Usaha untuk menyembunyikan apa yang
dipikirkan dan dirasakan hampir selalu ditampilkan orang-orang yang sedang
melakukan negosiasi, juga pada orang yang sedang berjudi. Kita tidak dapat
mengandalkan informasi verbal mereka untuk mengetahui serta mengerti apa yang
mereka pikirkan dan rasakan. Apa yang mereka katakan, tidak jarang bertolak
belakang dengan apa yang mereka pikirkan dan rasakan.
Dalam keadaan seperti itu, untuk
memahami orang lain kita mengandalkan informasi yang ditampilkan oleh
penampilan fisik mereka; kita mencoba mengenali mereka melalui tingkah laku
nonverbal mereka, seperti perubahan ekspresi wajah, kontak mata, postur tubuh,
dan gerakan badan. Tingkah laku nonverbal dapat membantu kita untuk mencapai
beragam tujuan (Patterson, 1983) sebagai berikut.
1. Tingkah laku nonverbal menyediakan
informasi tentang perasaan dan niat secara ajek. Contohnya, emosi sedih yang
dialami seseorang dapat dikenali dari ekspresi wajahnya meskipun orang itu
menyatakan is tidak sedang sedih.
2. Tingkah laku nonverbal dapat
digunakan untuk mengatur dan mengelola interaksi. Sebagai contoh, dalam
kegiatan diskusi, ekspresi wajah atau seseorang yang mengangkat tangan dapat
menjadi tanda bahwa orang itu hendak ikut berbicara dalam diskusi sehingga
peserta diskusi lainnya dapat memberi kesempatan padanya.
3. Tingkah laku nonverbal dapat
digunakan untuk mengungkapkan keintiman, misalnya melalui sentuhan, rangkulan,
dan tatapan mata.
4. Tingkah laku nonverbal dapat
digunakan untuk menegakkan dominasi atau kendali, seperti kita kenal dalam
ancaman nonverbal seperti mata melotot, rahang yang dikatupkan rapat-rapat, dan
gerakan-gerakan yang diasosiasikan sebagai tindakan agresif tertentu.
5. Tingkah laku nonverbal dapat
digunakan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan, dengan cara menunjuk, memberi
tanda pujian dengan mengangkat jempol, dan menampilkan senyum sebagai tanda
memberi dukungan positif.
Dari penampilan fisik tersebut,
kitdmengenali tanda-tanda nonverbal untuk mencari tahu apa yang dipikirkan dan
dirasakan orang lain. Di sisi lain, orang lain juga mencoba mengenali kita
melalui tingkah laku nonverbal. Aktivitas saling mengenali melalui tingkah laku
nonverbal itu disebut komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal didefinisikan
sebagai cara orang berkomunikasi tanpa kata-kata, balk secara sengaja maupun
tidak sengaja. Dalam komunikasi nonverbal, kita mencermati tekanan suara,
sentuhan, gestur (gerakan-gerakan tubuh), ekspresi wajah, dan tanda-tanda
nonverbal lainnya. Tingkah laku nonverbal digunakan untuk mengungkapkan emosi,
menunjukkan sikap, mengomunikasikan sifat-sifat kepribadian, dan memfasilitasi
atau memperbaiki komunikasi verbal.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering
melakukan komunikasi nonverbal. Contohnya, saat melewati rumah tetangga dan
orangnya sedang duduk di teras depan, kita tersenyum kepadanya dan is juga
membalas dengan senyum. Di situ kita telah melakukan komunikasi nonverbal
dengan tetangga kita. Orang juga sering menggunakan komunikasi nonverbal pada
saat tertarik kepada lawan jenisnya. Tatapan mata, senyuman, ekspresi wajah
yang terarah kepada orang lain untuk menunjukkan kekaguman atau kepedulian
merupakan tanda-tanda nonverbal yang sering digunakan dalam komunikasi
nonverbal.
Penelitian-penelitian tentang tingkah
laku dan komunikasi nonverbal banyak dilakukan oleh psikolog social (di
antaranya Ekman & Frieson, 1974; Izard, 1991; Keltner, 1995; Forest &
Fieldman, 2000; Neumann & Strack, 2000; DePaulo et al., 2003). Dari
penelitian-penelitian itu diperoleh pamahaman bahwa tanda-tanda nonverbal yang
ditampilkan orang lain dapat memengaruhi perasaan kita, bahkan ketika kita
tidak memberi perhatian kepada hal itu secara sadar. Pengaruh tanda-tanda
nonverbal bekerja meskipun kita tidak memfokuskan atau memikirkannya.
Contohnya, ketika kita tiba-tiba bertemu dengan seseorang yang menampilkan
ekspresi wajah marah dan tekanan suara yang tinggi, kita bisa dengan tiba-tiba
juga menampilkan ekspresi wajah marah atau kesal dan tekanan suara kita pun
meninggi. Kita bisa juga menjadi takut jika orang lain itu adalah atasan kita.
Dari contoh ini dapat dikatakan bahwa tanda-tanda nonverbal memiliki efek penularan
emosional. Neumann dan Strack (2000) menunjukkan terjadinya penularan emosional
itu melalui penelitiannya. Mereka menemukan bahwa ketika orang mendengarkan
orang lain membaca pidato, tekanan suara orang yang membaca itu (senang,
netral, atau sedih) dapat memengaruhi mood atau suasana hati si pendengar
meskipun si pendengar berkonsentrasi kepada isi dari pidato yang dibacakan.
Penularan emosional adalah sebuah mekanisme transfer perasaan yang seakan-akan
berlangsung secara otomatis dari satu orang ke orang lain.
Saluran
Komunikasi Nonverbal
Ketika orang mengalami perasaan
tertentu, apa yang mereka rasakan terlihat dalam tingkah laku nonverbal mereka.
Secara sadar atau tidak sadar, mereka menyalurkan apa yang mereka pikirkan dan
rasakan melalui bagian-bagian tubuh tertentu. Pada bagian-bagian tubuh itu,
aktivitas nonverbal berlangsung dengan memanfaatkan fungsi-fungsi bagian tubuh
itu masing-masing. Aktivitas-aktivitas nonverbal pada bagian-bagian tubuh itu
disebut saluran-saluran nonverbal karena semuanya menyalurkan tanda-tanda
nonverbal yang dapat menjadi petunjuk tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan
orang. Penelitian-penelitian tentang komunikasi nonverbal menemukan ada lima
saluran komunikasi nonverbal: ekspresi wajah, kontak mata, gerakan badan,
postur, dan sentuhan.
Ekspresi
Wajah sebagai Tanda dari Emosi Orang Lain
Melalui ekspresi wajah, kita dapat
mengenali dan mengerti emosi orang lain. Penelitian-penelitian tentang hubungan
antara ekspresi wajah dengan emosi menunjukkan bahwa ada lima emosi dasar yang
secara jelas diwakili oleh ekspresi wajah: marah, takut, bahagia, kaget, dan
jijik (Izard, 1991; Rozin, Lowery, & Ebert, 1994). Ekspresi wajah, selain
mengungkapkan emosi secara sendiri-sendiri, juga dapat mengungkapkan kombinasi
emosi, seperti marah bercampur kaget dan sedih bercampur takut. Persoalan
tentang apakah ekspresi wajah sebagai cerminan emosi berlaku secara universal,
banyak dikaji oleh para ahli komunikasi nonverbal. Riset-riset awal tentang
ekspresi emosi memberikan hasil yang memperkuat pernyataan bahwa ekspresi wajah
adalah universal (seperti yang dikemukakan oleh Ekman & Friesen, 1975).
Akan tetapi, beberapa temuan yang lebih mutakhir memperkuat pernyataan bahwa
ekspresi wajah tidak universal (di antaranya Russell, 1994; Carol & Russel,
1996). Perbedaan budaya ikut berperan dalam menentukan ekspresi wajah seperti
apa yang ditampilkan pada situasi emosional tertentu (Baron, Byrne, &
Branscombe, 2006).
Kontak
Mata sebagai Tanda Nonverbal
"Mata adalah jendela jiwa."
Pernyataan dari penyair kuno ini mendapat penguatan dari penelitian-penelitian
tentang hubungan antara kontak mata dan tatapan sebagai tanda-tanda nonverbal
dengan keadaan emosional. Kontak mata menyediakan informasi sosial dan
emosional (Zimbardo, 1977; Kleinke, 1986). Orang secara sadar atau tidak sadar
sering melakukan aktivitas yang melibatkan kontak mata. Contoh, pada saat orang
ingin mengetahui apakah suasana hati orang lain yang sedang ditemuinya
bervalensi negatif atau positif, orang melihat kepada mata orang lain itu.
Dalam beberapa konteks, pertemuan dua
mata membangkitkan emosi kuat. Di beberapa bagian dunia, khususnya di Asia,
kontak mata dapat menimbulkan kesalahpahaman antara orang dari suku atau
kebangsaan yang berbeda. Mempertahankan kontak mata dengan supervisor di
perusahaan atau dengan orang yang lebih tua dapat membuat kita dianggap kasar,
tidak sopan, dan agresif. Hal ini berbeda dengan di masyarakat Barat.
Untuk masyarakat Barat, pada level yang
tinggi, kontak mata mencerminkan persahabatan dan rasa suka. Kontak mata
merupakan unsur penting dalam penjajakan hubungan intim dan percintaan. Kontak
mata yang lama juga menjadi tanda dari ketertarikan dan keinginan mengenal lebih
jauh.
Gerak-gerik,
Gerakan Badan, dan Postur
Ingatlah sebuah kejadian yang membuat
Anda marah. Pikirkan apa yang Anda lakukan waktu itu. Lalu ingatlah kejadian
lain yang membuat Anda sedih. Pikirkan juga apa yang Anda lakukan saat itu.
Kemudian bandingkan gerak-gerik badan Anda pada saat marah dan gerak gerik
badan Anda saat sedih. Apakah gerak badan Anda sama pada kedua situasi itu?
Umumnya orang menampilkan gerakan badan yang berbeda pada saat marah dengan
pada saat sedih. Orang mengubah gerakan badannya ketika perasaannya berubah.
Posisi tubuh berubah, gerakan berubah baik dari bentuk maupun kecepatannya.
Gerakan badan mencerminkan keadaan emosionalnya. Sebagai salah satu saluran
komunikasi nonverbal, gerakan badan memberikan kita tanda-tanda nonverbal
sehingga ketika dapat mengenali dan mengerti keadaan emosional orang lain.
Perpaduan posisi tubuh, gerakan badan, dan postur biasa disebut juga bahasa
tubuh (body language).
Bahasa tubuh dapat menunjukkan kepada
kita keadaan emosional orang lain. Banyaknya gerakan yang dilakukan orang dapat
memberi kita petunjuk tentang keadaan terangsang yang sedang dialami orang
tersebut. Gerakan dalam jumlah besar dan berulang-ulang (menyentuh, menghentak,
menggaruk) yang ditampilkan seseorang menunjukkan bahwa orang itu dalam keadaan
terangsang (contohnya: menghasrati objek seksual, bersemangat, gatal). Semakin
besar frekuensi gerakan, semakin tinggi pula tingkat keterangsangan atau
kegelisahan yang dialami. Gerakan-gerakan kecil (gesture) yang berulang-ulang
dapat mencerminkan perasaan cemas dari orang yang melakukannya.
Gerakan besar yang melibatkan seluruh
tubuh dapat juga menjelaskan perasaan orang yang menampilkannya (Aronoff,
Woike, & Hyman, 1992). Gerakan semacam itu dapat menunjukkan perasaan
terancam, keterbukaan, keinginan untuk menantang, rasa hormat, kagum, dan
sebagainya. Sebagai contoh, posisi tangan yang terbuka dengan wajah yang
menghadap ke depan menunjukkan keterbukaan terhadap orang lain dan lingkungan
sekitarnya. Contoh lain, posisi bertopang dagu dapat memberi petunjuk tentang
perasaan bosan orang yang melakukannya.
Gestur dapat memberikan informasi yang
lebih banyak tentang perasaan orang lain. Salah satu yang terpenting dari
gestur adalah emblem, yaitu gerakan tubuh yang membawa makna khusus dalam
budaya tertentu. Contoh, di budaya tertentu gerakan meloncat setelah mencapai
keberhasilan dianggap sebagai cara yang baik untuk menampilkan kegembiraan,
sedangkan pada budaya lain, gerakan seperti itu bisa saja dianggap ungkapan
dari kesombongan.
Gestur tertentu memiliki makna yang
berbeda untuk perempuan dan laki-laki (Schubert, 2004). Untuk laki-laki, gestur
yang menunjukkan kekuatan seperti menghentakkan Redua tangan yang mengepal
merupakan ungkapan kekuatan, sedangkan untuk perempuan mengungkapkan perasaan
lemah atau panik.
Sentuhan
Sentuhan orang lain pada kita, dapat
membantu memahami apa yang dirasakan orang lain terhadap kita. Sentuhan bisa
menjadi petunjuk dari afeksi, kepedulian, minat seksual, dominansi, atau
agresi. Pemahaman terhadap apa yang hendak diungkapkan melalui sentuhan
bergantung pada beberapa faktor yang terkait dengan:
(1) siapa yang menampilkan sentuhan
(keluarga, teman, orang asing, orang sesama jenis kelamin, atau berbeda jenis
kelamin);
(2) jenis kontak fisik (lama atau
sebentar, lembut atau kasar, bagian tubuh mana yang disentuh); dan
(3) konteks yang ada pada saat sentuhan
ditampilkan (situasi bisnis, situasi sosial, atau ruang praktik dokter).
Pengenalan serta pemahaman terhadap
pikiran dan perasaan orang lain melalui sentuhan merupakan kegiatan yang sangat
kompleks. Namun, dalam beberapa budaya, jenis-jenis sentuhan tertentu secara
konvensional dipahami sebagai ekspresi dari pikiran dan perasaan tertentu. Pada
masyarakat Barat, sentuhan sering kali menghasilkan reaksi positif pada orang
yang disentuh (Alagna, Whitcher, & Fisher, 1979; Smith, Gier, & Willis,
1982). Sedangkan pada masyarakat lain, reaksi terhadap sentuhan bisa berbeda.
Bentuk sentuhan yang umum di berbagai
budaya ketika bertemu dengan orang lain adalah berjabat tangan. Dari informasi
tentang bagaimana orang berjabat tangan, ada banyak pengetahuan yang kita dapat
tentang orang lain. Bahkan, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang
kepribadian orang dari caranya berjabat tangan. Jabat tangan yang mantap
merupakan cara yang baik untuk memberikan kesan positif terhadap orang lain
(Chaplin, et al., 2000). Semakin mantap dan lama jabat tangan dilakukan,
semakin kuat kesan positif yang dihasilkan.
Komunikasi
Nonverbal melalui Multi-saluran
Dalam interaksi sehari-hari, kita
biasanya menerima informasi dari beragam saluran dalam waktu bersamaan. Archer
dan Akert (1991) menunjukkan bahwa orang mampu menafsirkan tanda-tanda yang
ditampilkan melalui beragam saluran komunikasi nonverbal dengan cukup tepat,
dengan memanfaatkan berbagai tanda meski ada perbedaan pada beberapa tipe
orang. Misalnya, orang yang ekstrovert lebih baik kemampuannya dari pada orang
yang introvert. Perbandingan antara informasi dari saluran-saluran yang berbeda
dapat meninikatkan ketepatan penafsiran terhadap tingkah laku nonverbal. Dengan
mencermati beragam tanda dari beragam saluran komunikasi nonverbal, dapat
diperoleh pengenalan dan pemahaman yang lebih komprehensif tentang apa yang
dirasakan orang lain.