Menurut Harvey & Smith (dalam Wibowo, 1988:2.10)
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi sosial yaitu:
a. Variabel Obyek — Stimulus.
b. Variabel Latar dan Suasana yang mengiringi kehadiran
obyek —stimulus.
c. Variabel Perseptornya sendiri.
Dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Variabel Obyek -
Stimulus
Karakteristik atau ciri-ciri yang melekat pada obyek
persepsi dapat mempengaruhi persepsi kita terhadap obyek itu sendiri. Misalnya
kita menangkap obyek-stimulus melalui indera penglihatan, ini disebut sebagai
persepsi visual. Sedangkan persepsi auditif adalah jika obyek-stimuli-nya
adalah melalui indera pendengaran.
Persepsi sosial menjangkau lebih jauh yakni emosi, sifat dan
juga motif yang melandasi perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, kepribadian
serta watak seseorang. Dalam persepsi ini apa yang akan dipersepsikan adalah
tergantung pada petunjuk-petunjuk yang tertangkap oleh penginderaan kita
seperti gerak-gerik, ekspresi wajah, cara duduk dan lain-lainnya. Melalui
berbagai petunjuk yang didapat kita mengkonstruksikan hal-hal apa saja yang
masuk dalam penginderaan kita sehingga kita dapat menarik kesimpulan seperti
misalnya si A sedang sedih, si B adalah orang yang berhati jahat, si C adalah
orang yang berwatak dingin dan sebagainya.
Tetapi apa yang kita inderai dapat mengecoh kita. Salah satu
kesulitan yang dapat ditemui adalah kenyataan bahwa obyek dalam persepsi sosial
khususnya orang-orang bukanlah obyek yang pasif atau statis. Mereka mampu
menyembunyikan perasaan, pikiran, niatnya dan sebagainya atau lazim disebut
dengan pengelolaan kesan (impressions management), yang kadangkala menipu kita.
Orang dapat mengendalikan sikap dan respons orang lain atau lingkungan terhadap
dirinya. Pengendalian kesan ini juga mempunyai hubungan yang erat dengan
harapan-harapan sosial (social expectation) yang dilekatkan pada suatu peran
(role) tertentu. Seorang atasan yang selalu dianggap baik sekali waktu perlu
memarahi bawahannya di hadapan banyak orang untuk menunjukkan bahwa dia
menghargai adanya kedisiplinan waktu di tempat kerja dan juga bahwa dia perlu
menunjukkan kewibawaannya, misalnya. Hal ini bisa menimbulkan adanya rasa
penghargaan dari para pegawainya meskipun kelihatarmya sikap atasan yang
biasanya diam dan tiba-tiba marah besar menimbulkan adanya persepsi bahwa dia
tidak konsisten dalam perilakunya.
b. Variabel Latar dan
Suasana pengiring kehadiran obyek-stimulus
Latar dan suasana atau situasi yang mengiringi kehadiran obyek-stimulus
mempunyai pengaruh tertentu terhadap persepsi sosial karena berhubungan erat
dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu kelompok,
organisasi dan masyarakat. Selaras atau tidaknya perilaku yang diperagakan
seseorang dengan hal-hal yang sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai dalam
masyarakat akan dengan cepat mempengaruhi corak persepsi kita terhadap orang
lain.
c. Variabel Diri
Perseptor
Terdapat beberapa faktor dalam hal ini yaitu:
(a) Faktor Pengalaman. Semakin banyak pengalaman yang
dimiliki seseorang mengenai obyek-stimulusnya (sebagai hasil dan seringnya
terjadi kontak antara perseptor dengan obyeknya, terutama obyek yang serupa)
maka semakin tinggi pula veridikalitasnya.
(b) Faktor Intelegensia, dimana semakin tinggi
intelegensinya semakin obyektif penilaiannya terhadap apa raja yang dipersepsi,
akan cenderung lebih berhati-hati dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
sebelum menyimpulkan sesuatu serta tidak mudah terpengaruh.
(c)Faktor Kemampuan Menghayati Stimuli.
Adanya kemampuan berempati atau turut menghayati perasaan
orang lain sebagaimana yang dialaminya sendiri. Semakin besar kemampuan ini
semakin besar pula kemampuan untuk dapat menangkap stimuli sosial sesuai
kenyataan yang sesungguhnya.
d ) Faktor Ingatan (Memory) yang akan menghindarkan adanya
distorsi atau penyimpangan dalam persepsi. Pengalaman-pengalaman atau
kejadian-kejadian masa lampau yang tersimpan dalam ingatan, akan menentukan
veridikalitas persepsinya.
(e) Faktor Disposisi Kepribadian,
artinya kecenderungan kepribadian yang relatif menetap pada
din seseorang akan turut pula menentukan persepsinya atas sesuatu. Seseorang
yang memiliki kepribadian yang otoriter misalnya, akan cenderung bersikap kaku,
berpandangan sempit dan merasa dirinya selalu benar.
(f)Faktor Sikap terhadap Obyek-Stimulus.
Sikap secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu
kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berpikir atau berpandangan,
berperasaan dan berkehendak serta berbuat secara tertentu terhadap obyek.
Pengaruh sikap ini seringkali dinyatakan sebagai halo effect yang menyebabkan
persepsi seseorang menjadi berat sebelah dan mengalami distorsi.
g) Faktor Kecemasan.
Seseorang yang dihinggapi kecemasan karena berkaitan dengan
obyek-stimulinya akan mudah dihadapkan pada hambatan-hambatan dalam
mempersepsikan obyek tersebut.
h) Faktor Pengharapan (Expectations).
Merupakan kumpulan dari beberapa bentuk pengharapan yang
bersumber dari adanya asumsi-asumsi tertentu mengenai manusia, perilaku dan
ciri-cirinya, sampai pada taraf tertentu yang diyakini kebenarannya. Pertama,
hal ini berkaitan erat dengan pandangan hidup atau nilai-nilai utama yang
dianut seseorang. Misalnya seseorang yang berperilaku altruistik atau suka
menolong dan menjaga keharmonisan dalam hidupnya, akan cenderung dipersepsikan
secara positif. Kedua, adanya hubungan yang kuat antara ciri-ciri seseorang
dengan kelompok dari mana is berasal. Ciri-ciri tersebut dapat merupakan
ciri-ciri yang dianggap negatif maupun positif, yang secara keseluruhan
merupakan generalisasi mengenai orang-orang yang berasal dan kelompok yang
sama. Hasil dari generalisasi ini biasanya disebut- sebagai stereotip sosial.
Misalnya, adanya anggapan bahwa orang Batak itu adalah kasar, agresif, berwatak
keras dan lain-lain. Sementara orang Jawa loyal, penurut, kurang tegas, percaya
hal-hal gaib dan lain-lain.
source?
ReplyDelete