Friday, 11 September 2015

HARGA DIRI

Evaluasi terhadap diri sendiri dikenal sebagai self-esteem yaitu evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu, sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif-negatif (Baron &Byrne, 2004:173). Harga diri (self esteem) adalah evaluasi diri kita secara keseluruhan atau rasa keberhargaan diri. Jennifer Crocker dan Cornie Wolf (dalam Myers 2012:65) memberikan pernyataan bahwa kita akan memiliki harga diri yang tinggi jika kita merasa senang dengan domain yang kita anggap penting bagi harga diri kita sendiri (misalnya penampilan, kecerdasan, kekayaan dan sebagainya). Orang dengan harga diri yang rendah seringkali memiliki permasalahan dalam hidup –misalnya penghasilan yang rendah, lebih cenderung tereekan, dan sebagainya—di mana peristiwa-peristiwa tersebut merupakan pengalaman di waktu lampau (ketika masih kecil).
Terdapat tiga kemungkinan motif dalam evaluasi diri yaitu self-assessment (untuk memperoleh pengetahuan yang akurat tentang dirinya sendiri), self– enhancement (untuk memperoleh informasi positif tentang dirinya sendiri atau self – verification (untuk mengkonfirmasi sesuatu yang sudah mereka ketahui tentang diri mereka sendiri). Motif mana yang paling sering aktif akan tergantung pada budaya dan kepribadian seseorang serta situasi yang dihadapinya (Sedikides, 1993 dalam Baron & Byrne, 2004:173).
Gambar 1.1 Harga diri di masa tua
 Sumber-sumber terpenting dalam pembentukan atau perkembangan harga diri adalah pengalaman dalam keluarga, umpan balik terhadap performance dan perbandingan sosial. Orang lain menjadi penting bagi kita untuk melakukan perbandingan sosial yang dibedakan dalam dua konteks yaitu perbandingan sosial ke atas (upward social comparison) dan perbandingan sosial ke bawah (downward social comparison). Upward social comparison adalah membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain yang lebih baik dalam atribut-atribut tertentu. Sebagai contoh kita membandingkan prestasi olahraga basket kita dengan pemain basket tingkat nasional atau internasional. Hal ini tentunya tidak menjadi beban karena kita menganggap atlet-atlet tersebut sebagai "role model" yang dapat memotivasi kita untuk bermain lebih baik. Namun jika hal ini dilakukan terhadap teman basket dalam satu tim dan kita melihat mereka bermain lebih baik, maka ini menjadi beban bagi kita yang merasa depresi karena tidak sebaik teman-teman yang lain. Sedangkan dalam konteks downward social comparison berarti kita membandingkan diri dengan orang-orang yang lebih buruk dalam atribut-atribut tertentu. Misalnya kita memiliki prestasi akademis yang cukup tinggi dibandingkan dengan teman-teman sekelas. Hal ini tentunya akan menghadirkan perasaan yang positif terhadap diri kita sendiri. Namun jika hal yang negatif ini berkaitan dengan posisi kita sebagai anggota kelompok tertentu maka hal ini juga akan membuat kita memiliki penilaian yang negatif juga terhadap diri kita. Misalnya ketika tim sepakbola dimana kita menjadi anggota timnya kalah dalam pertandingan maka kita merasa sama buruknya dengan seluruh anggota tim yang lain yang menunjukkan hasil pertandingan yang buruk.

Coopersmith (dalam Dayakisni, 2006:83) menyimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) tipe perilaku orang tua yang dapat merugikan harga diri yaitu :
(1) menunjukkan penerimaan, afeksi, minat dan keterlibatan pada kejadian-kejadian atau kegiatan yang dialami anak, 
(2) menerapkan batasan-batasan jelas pada perilaku anak secara teguh dan konsisten, 
(3) memberikan kebebasan dalam batas-batas menghargai inisiatif, 

(4) bentuk disiplin yang tak memaksa (menghindari hak-hak istimewa dan mendiskusikan alasan-alasannya daripada memberikan hukuman fisik. Harga diri yang tinggi memang memiliki beberapa manfaat seperti memperkuat inisiatif, daya tahan dan perasaan senang (Baumeister, 2003 dalam Myers, 2012:67). 

Harga diri yang tinggi menjadi masalah saat berubah menjadi narsisme atau atau memiliki rasa bahwa harga dirinya tinggi. Sebagian besar orang dengan harga diri yang tinggi memiliki nilai dan akan prestasi individual dan hubungan dengan orang lain. Narsisis biasanya memiliki harga dIri yang tinggi, tetapi mereka kehilangan bagian yang lain yaitu kepedulian terhadap orang lain (Campbell, dkk, 2002 dalam Myers, 2010:68). Meskipun narsisis seringkali ramah dan mempesona pada awalnya, lama kelamaan keberpusatan pada dirnya seringkali  menyebabkan masalah hubungan dengan orang lain. Delroy Paulhus dan Kevin Williams (2002) memasukkan narsisme kedalam "The Dark Triad" yaitu machiavellianisme (manipulatif), narsisme dan psikopat anti sosial.

Harga diri berkaitan dengan cara penting bagaimana orang mendekati kehidupan mereka sehari-hari. Mereka yang memiliki harga diri yang positif cenderung untuk bahagia, sehat, berhasil dan mampu menyesuaikan diri. Sedangkan orang yang menilai dirinya negatif, secara relatif menjadi tidak sehat, cemas, tertekan dan pesimis terhadap masa depannya serta mudah atau cenderung mengalami kegagalan. 

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget