Thursday 5 November 2015

Penyesuaian diri (adjustment) merupakan suatu istilah yang sangat sulit didefinisikan karena 
(1) penyesuaian diri mengandung banyak arti, 
(2) kriteria untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas, dan 
(3) penyesuaian diri (adjustment) dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan di antara keduanya. Dengan demikian, apabila kita mau menghi-langkan kekacauan atau salah pengertian mengenai apa itu penyesuaian diri, maka kita harus menjelaskan konsep-konsep dasarnya. Karena kalau tidak, maka kita tidak dapat melangkah lebih jauh untuk menentukan kriteria, syarat, dan prinsip-prinsipnya. Demikian jugs halnya kalau kita mau memahami secara jelas tentang istilah-istilah yang berhubungan, seperti normalitas, abnormalitas, dan ketidakmampuan menyesuaikan diri.



Untuk menjelaskan hal ini, kita dapat mengemukakan contoh berikut. Ada dua orang pemuda yang bernama Ahmad dan Udin, yang usianya sama dan berasal dari latar belakang sosio-ekonomis yang sama. Ahmad seorang pemuda yang bahagia, periang, memiliki prestasi sekolah yang bagus, disukai oleh kawan-kawannya, sangat tertarik dengan olah raga dan kegemaran-kegemaran lain, sangat dibanggakan oleh keluarganya, dan ia telah memu-tuskan apa yang diinginkannya setelah tamat dari Sekolah Menengah dan masuk ke Perguruan Tinggi. Udin justru sebaliknya. Ia seorang yang murung, benci terhadap orang tuanya, iri terhadap saudara-saudaranya yang lain dalam keluarga, tidak tertarik kepada olah raga atau kegiatan-kegiatan sosial, dan hampir selalu tidak memiliki kawan. Ia sudah dua kali lari dari rumahnya dan prestasinya di sekolah sangat jelek. Udin mengalami gangguan emosional, orang yang sama sekali tidak mampu menyesuaikan diri dengan hampir setiap segi kehidupan. Ahmad dapat digambarkan sebagai orang yang dapat menye-suaikan diri dengan baik, dan ia dapat menginjak masa dewasa tanpa mengalami konflik, frustrasi, atau ketidakbahagiaan.
Apakah perbedaan di antara kedua anak muda ini? Dan apa sebabnya kita berkata bahwa Ahmad adalah orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik sedangkan Udin orang yang tidak mampu menyesuaikan diri? Apakah perbedaan itu terletak pada hubungan mereka dengan lingkungannya? Apakah itu hanya merupakan perasaan-perasaan pribadi mereka? Apakah itu hanya merupakan perbedaan jarak atau dalamnya antara minat dan tujuan mereka? Kita dapat berkata secara sangat sederhana bahwa penyesuaian diri didefinisi-kan dengan sejauh mana orang bergaul dengan baik dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Tetapi, ada kesulitan dengan konsep penyesuaian diri yang sangat sederhana ini. Cukup aneh, cara Udin yang kurang baik dalam mengadakan respons terhadap keadaan-keadaan dan orang-orang harus dianggap sebagai penyesuaian diri. Kebencian, perasaan iri, kemurungan, dan sebagainya adalah cara Udin menangani situasi-situasi yang berbeda. Meski-pun cara-cara ini tidak diinginkan sebagai cara-cara bereaksi terhadap situasi-situasi, namun kualitasnya tetap dianggap sebagai kualitas penyesuaian diri. Ini adalah hal yang sangat penting dalam mempelajari penyesuaian diri manusia. Bukan macamnya tingkah laku yang menentukan apakah orang dapat menangani proses penyesuaian diri, tetapi cara bagaimana tingkah laku itu digunakan. Apakah tuntutan-tuntutan dari dalam atau stres-stres dari lingkungan dihadapi dengan berdoa, kenakalan/kajahatan, simtom-simtom neurotik dan psikotik, tertawa, gembira, atau permusuhan, namun konsep penyesuaian diri dapat digunakan sejauh respons tersebut berfungsi untuk mereduksikan atau meringankan tuntutan-tuntutan yang dikenakan pada individu. Apabila respons-respons tersebut tidak efisien, merugikan kesejahteraan pribadi, atau patologik, maka respons-respons itu disebut sebagai respons-respons yang tidak mampu menyesuaikan diri (maladjustive).

Penyesuaian Diri sebagai Adaptasi
Secara historis arti istilah "penyesuaian diri" sudah mengalami banyak per-ubahan. Karena kuatnya pengaruh pemikiran evolusi pada psikologi, maka penyesuaian diri disamakan dengan adaptasi, yaitu suatu proses di mana organisme yang agak sederhana mematuhi tuntuttn-tuntutan lingkungan. Mes-kipun ada persamaan antara kedua istilah tersebut, namun proses penyesuaian diri yang kompleks tidak cocok dengan konsep adaptasi biologis yang agak sederhana. Erich Fromm dalam bukunya, Escape from Freedom, (Fromm, 1941) mengemukakan konsep adaptasi yang menarik dan berguna yang mendekati ide penyesuaian diri. Fromm membedakan apa yang dinamakannya adaptasi statis dan adaptasi dinamik. la menggunakan adaptasi statis untuk menyebut perubahan kebiasaan yang relatif sederhana, misalnya orang berpindah dari satu kota ke kota yang lain. Sedangkan adaptasi dinamik adalah situasi di mana seseorang menerima hal-hal meskipun menyakitkan, misalnya seorang anak laki-laki tunduk kepada perintah-perintah ayah yang keras dan meng-ancam. Fromm menafsirkan neurosis sebagai respons dinamik, yaitu adaptasi yang sama dengan penyesuaian diri.
Demikian juga halnya pengertian penyesuaian diri sebagai sikap mem-pertahankan diri atau kelangsungan hidup dipakai untuk kesejahteraan fisik, tetapi tidak dapat dipakai untuk penyesuaian diri dalam pengertian psikologis. Kita juga tidak dapat menerima definisi yang sangat sederhana, seperti "hu-bungan organisme yang memuaskan dengan lingkungannya" atau "adaptasi dengan tuntutan-tuntutan kenyataan." Meskipun hubungan yang memuaskan dengan lingkungan merupakan bagian dari penyesuaian diri, namun siapakah yang dapat menjelaskan secara tepat apa artinya memuaskan dalam hubungan ini? Demikian juga ide adaptasi dengan tuntutan-tuntutan kenyataan terlalu kabur sehingga tidak dapat dirumuskan secara tepat.
Ide adaptasi mengacu pada konformitas dan sering kali ditekankan bahwa penyesuaian diri menghendaki konformitas terhadap norma tertentu sehingga konsep tersebut jatuh pada masalah normalitas. Nanti akan dijelaskan apa itu normalitas, tetapi sekarang hanya dikemukakan bahwa interpretasi penyesuaian diri sebagai konformitas terhadap norma-norma sosial, politis, atau moral me-ngandung terlalu banyak kesulitan. Kita mengetahui bahwa ada tekanan-. tekanan yang kuat terhadap orang-orang yang menyimpang dari larangan-larangan sosial, moral, atau hukum, dan kita mengetahui bahwa antara norma-norma atau ukuran-ukuran yang ditetapkan masyarakat dan proses penyesuaian diri terdapat hubungan-hubungan tertentu yang telah ditetapkan. Tetapi kita tidak dapat menerima penyesuaian diri sama dengan konformitas.

Penyesuaian Diri dan Individualitas
Dalam mendefinisikan penyesuaian diri kita tidak boleh melupakan per-bedaan-perbedaan individual. Anak yang sangat cerdas atau genius tidak sesuai dengan pola "normal" baik dalam kapasitas maupun dalam tingkah lakunya, tetapi kita tidak dapat menyebutnya sebagai orang yang tidak dapat menye-suaikan diri. Sering kali norma-norma sosial dan budaya begitu kaku untuk dituruti dengan baik. Misalnya, sering terjadi di beberapa negara, warga negara menolak undang-undang abortus atau sterilisasi yang dikeluarkan oleh negara. Orang yang tidak dapat menerima undang-undang ini tidak dapat dianggap sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri.
Norma-norma kelompok juga sangat berbeda-beda antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lainnya, seperti yang diperlihatkan dengan sangat jelas oleh data dan antropologi budaya. Dalam bidang penyesuaian diri seksual, misalnya, tabu-tabu dan kebiasaan-kebiasaan sosial sangat berbeda-beda pada setiap masyarakat sehingga konsep penyesuaian diri yang baik di bidang seksual mungkin dapat diterima di kebudayaan Barat namun sama sekali tidak dapat diterima dalam kebudayaan Indonesia.

Penyesuaian Diri sebagai Penguasaan
Penyesuaian diri yang baik kelihatannya mengandung suatu tingkat penguasaan, yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengatur respons-respons pribadi sedemikian rupa sehingga konflik-konflik, kesulitan-kesulitan, dan frustrasi-frustrasi akan hilang dengan munculnya tingkah laku yang efisien atau yang menguasai. Istilah tersebut meliputi menguasai diri sendiri sehingga dorongan-dorongan, emosi-emosi, dan kebiasaan-kebiasaan dapat dikendalikan; juga berarti menguasai lingkungan, yaitu kemampuan untuk menangani kenyataan secara sehat dan adekuat dan menggunakan lingkungan orang-orang dan penis-tiwa-peristiwa dalam cara yang menyebabkan individu dapat menyesuaikan difi. Seperti dikatakan oleh seorang penulis, "Apabila kebutuhan untuk mengu-asai adalah sama sekali atau untuk sebagian terbesar gagal dalam jangka waktu yang lama, maka individu pasti tidak dapat menyesuaikan difi" (Carroll, 1951).

Gagasan ini jelas berguna tetapi tidak memperhitungkan kelemahan-kele-mahan individual. Kebanyakan orang tidak memiliki kemampuan yang di-tuntut oleh penguasaan itu. Pemimpin-pemimpin, orang-orang genius, dan orang-orang yang IQ-nya di atas rata-rata mungkin diharapkan memperlihatkan penguasaan yang luar biasa itu, tetapi meskipun demikian orang-orang ini pun sering mengalami kegagalan. Ini justru mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki tingkat penyesuaian dirinya sendiri, yang ditentukan oleh kapasitas-kapasitas bawaan, kecenderungan-kecenderungan yang diperoleh, dan peng-alaman. Memburuknya kesehatan yang dialami oleh banyak tentara terjadi karena stres yang ditimbulkan oleh peperangan. Mereka menjadi korban kele-lahan pertempuran atau cacat neuropsikiatrik. Orang-orang ini bila berhadap-an dengan percobaan-percobaan dan tuntutan-tuntutan kehidupan warga negara biasa yang tidak begitu keras mungkin tidak akan mengalami simtom-simtom yang melumpuhkan. Kegagalan dalam menyesuaikan diri sering kali ditentukan oleh hubungan antara kapasitas individu dalam menyesuaikan diri dan kualitas dari tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya. 

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget