Penyesuaian diri (adjustment) merupakan suatu istilah
yang sangat sulit didefinisikan karena
(1) penyesuaian diri mengandung banyak
arti,
(2) kriteria untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara
jelas, dan
(3) penyesuaian diri (adjustment) dan lawannya ketidakmampuan
menyesuaikan diri (maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan
mengaburkan perbedaan di antara keduanya. Dengan demikian, apabila kita mau
menghi-langkan kekacauan atau salah pengertian mengenai apa itu penyesuaian
diri, maka kita harus menjelaskan konsep-konsep dasarnya. Karena kalau tidak,
maka kita tidak dapat melangkah lebih jauh untuk menentukan kriteria, syarat,
dan prinsip-prinsipnya. Demikian jugs halnya kalau kita mau memahami secara jelas
tentang istilah-istilah yang berhubungan, seperti normalitas, abnormalitas, dan
ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Untuk menjelaskan hal ini, kita dapat mengemukakan
contoh berikut. Ada dua orang pemuda yang bernama Ahmad dan Udin, yang usianya
sama dan berasal dari latar belakang sosio-ekonomis yang sama. Ahmad seorang
pemuda yang bahagia, periang, memiliki prestasi sekolah yang bagus, disukai
oleh kawan-kawannya, sangat tertarik dengan olah raga dan kegemaran-kegemaran
lain, sangat dibanggakan oleh keluarganya, dan ia telah memu-tuskan apa yang
diinginkannya setelah tamat dari Sekolah Menengah dan masuk ke Perguruan
Tinggi. Udin justru sebaliknya. Ia seorang yang murung, benci terhadap orang
tuanya, iri terhadap saudara-saudaranya yang lain dalam keluarga, tidak
tertarik kepada olah raga atau kegiatan-kegiatan sosial, dan hampir selalu
tidak memiliki kawan. Ia sudah dua kali lari dari rumahnya dan prestasinya di
sekolah sangat jelek. Udin mengalami gangguan emosional, orang yang sama sekali
tidak mampu menyesuaikan diri dengan hampir setiap segi kehidupan. Ahmad dapat
digambarkan sebagai orang yang dapat menye-suaikan diri dengan baik, dan ia
dapat menginjak masa dewasa tanpa mengalami konflik, frustrasi, atau
ketidakbahagiaan.
Apakah perbedaan di antara kedua anak muda ini? Dan
apa sebabnya kita berkata bahwa Ahmad adalah orang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik sedangkan Udin orang yang tidak mampu menyesuaikan diri? Apakah
perbedaan itu terletak pada hubungan mereka dengan lingkungannya? Apakah itu
hanya merupakan perasaan-perasaan pribadi mereka? Apakah itu hanya merupakan
perbedaan jarak atau dalamnya antara minat dan tujuan mereka? Kita dapat
berkata secara sangat sederhana bahwa penyesuaian diri didefinisi-kan dengan
sejauh mana orang bergaul dengan baik dengan dirinya sendiri dan dengan orang
lain. Tetapi, ada kesulitan dengan konsep penyesuaian diri yang sangat
sederhana ini. Cukup aneh, cara Udin yang kurang baik dalam mengadakan respons
terhadap keadaan-keadaan dan orang-orang harus dianggap sebagai penyesuaian
diri. Kebencian, perasaan iri, kemurungan, dan sebagainya adalah cara Udin
menangani situasi-situasi yang berbeda. Meski-pun cara-cara ini tidak
diinginkan sebagai cara-cara bereaksi terhadap situasi-situasi, namun
kualitasnya tetap dianggap sebagai kualitas penyesuaian diri. Ini adalah hal
yang sangat penting dalam mempelajari penyesuaian diri manusia. Bukan macamnya
tingkah laku yang menentukan apakah orang dapat menangani proses penyesuaian
diri, tetapi cara bagaimana tingkah laku itu digunakan. Apakah tuntutan-tuntutan
dari dalam atau stres-stres dari lingkungan dihadapi dengan berdoa,
kenakalan/kajahatan, simtom-simtom neurotik dan psikotik, tertawa, gembira,
atau permusuhan, namun konsep penyesuaian diri dapat digunakan sejauh respons
tersebut berfungsi untuk mereduksikan atau meringankan tuntutan-tuntutan yang
dikenakan pada individu. Apabila respons-respons tersebut tidak efisien,
merugikan kesejahteraan pribadi, atau patologik, maka respons-respons itu
disebut sebagai respons-respons yang tidak mampu menyesuaikan diri
(maladjustive).
Penyesuaian
Diri sebagai Adaptasi
Secara historis arti istilah "penyesuaian
diri" sudah mengalami banyak per-ubahan. Karena kuatnya pengaruh pemikiran
evolusi pada psikologi, maka penyesuaian diri disamakan dengan adaptasi, yaitu suatu
proses di mana organisme yang agak sederhana mematuhi tuntuttn-tuntutan
lingkungan. Mes-kipun ada persamaan antara kedua istilah tersebut, namun proses
penyesuaian diri yang kompleks tidak cocok dengan konsep adaptasi biologis yang
agak sederhana. Erich Fromm dalam bukunya, Escape from Freedom, (Fromm, 1941)
mengemukakan konsep adaptasi yang menarik dan berguna yang mendekati ide
penyesuaian diri. Fromm membedakan apa yang dinamakannya adaptasi statis dan
adaptasi dinamik. la menggunakan adaptasi statis untuk menyebut perubahan
kebiasaan yang relatif sederhana, misalnya orang berpindah dari satu kota ke
kota yang lain. Sedangkan adaptasi dinamik adalah situasi di mana seseorang
menerima hal-hal meskipun menyakitkan, misalnya seorang anak laki-laki tunduk
kepada perintah-perintah ayah yang keras dan meng-ancam. Fromm menafsirkan
neurosis sebagai respons dinamik, yaitu adaptasi yang sama dengan penyesuaian
diri.
Demikian juga halnya pengertian penyesuaian diri
sebagai sikap mem-pertahankan diri atau kelangsungan hidup dipakai untuk
kesejahteraan fisik, tetapi tidak dapat dipakai untuk penyesuaian diri dalam
pengertian psikologis. Kita juga tidak dapat menerima definisi yang sangat
sederhana, seperti "hu-bungan organisme yang memuaskan dengan lingkungannya"
atau "adaptasi dengan tuntutan-tuntutan kenyataan." Meskipun hubungan
yang memuaskan dengan lingkungan merupakan bagian dari penyesuaian diri, namun
siapakah yang dapat menjelaskan secara tepat apa artinya memuaskan dalam
hubungan ini? Demikian juga ide adaptasi dengan tuntutan-tuntutan kenyataan
terlalu kabur sehingga tidak dapat dirumuskan secara tepat.
Ide adaptasi mengacu pada konformitas dan sering kali
ditekankan bahwa penyesuaian diri menghendaki konformitas terhadap norma
tertentu sehingga konsep tersebut jatuh pada masalah normalitas. Nanti akan
dijelaskan apa itu normalitas, tetapi sekarang hanya dikemukakan bahwa
interpretasi penyesuaian diri sebagai konformitas terhadap norma-norma sosial,
politis, atau moral me-ngandung terlalu banyak kesulitan. Kita mengetahui bahwa
ada tekanan-. tekanan yang kuat terhadap orang-orang yang menyimpang dari larangan-larangan
sosial, moral, atau hukum, dan kita mengetahui bahwa antara norma-norma atau
ukuran-ukuran yang ditetapkan masyarakat dan proses penyesuaian diri terdapat
hubungan-hubungan tertentu yang telah ditetapkan. Tetapi kita tidak dapat
menerima penyesuaian diri sama dengan konformitas.
Penyesuaian
Diri dan Individualitas
Dalam mendefinisikan penyesuaian diri kita tidak
boleh melupakan per-bedaan-perbedaan individual. Anak yang sangat cerdas atau
genius tidak sesuai dengan pola "normal" baik dalam kapasitas maupun
dalam tingkah lakunya, tetapi kita tidak dapat menyebutnya sebagai orang yang
tidak dapat menye-suaikan diri. Sering kali norma-norma sosial dan budaya
begitu kaku untuk dituruti dengan baik. Misalnya, sering terjadi di beberapa
negara, warga negara menolak undang-undang abortus atau sterilisasi yang
dikeluarkan oleh negara. Orang yang tidak dapat menerima undang-undang ini
tidak dapat dianggap sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri.
Norma-norma kelompok juga sangat berbeda-beda antara
kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lainnya, seperti yang diperlihatkan
dengan sangat jelas oleh data dan antropologi budaya. Dalam bidang penyesuaian
diri seksual, misalnya, tabu-tabu dan kebiasaan-kebiasaan sosial sangat
berbeda-beda pada setiap masyarakat sehingga konsep penyesuaian diri yang baik
di bidang seksual mungkin dapat diterima di kebudayaan Barat namun sama sekali
tidak dapat diterima dalam kebudayaan Indonesia.
Penyesuaian
Diri sebagai Penguasaan
Penyesuaian diri yang baik kelihatannya mengandung
suatu tingkat penguasaan, yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengatur
respons-respons pribadi sedemikian rupa sehingga konflik-konflik,
kesulitan-kesulitan, dan frustrasi-frustrasi akan hilang dengan munculnya
tingkah laku yang efisien atau yang menguasai. Istilah tersebut meliputi
menguasai diri sendiri sehingga dorongan-dorongan, emosi-emosi, dan
kebiasaan-kebiasaan dapat dikendalikan; juga berarti menguasai lingkungan,
yaitu kemampuan untuk menangani kenyataan secara sehat dan adekuat dan
menggunakan lingkungan orang-orang dan penis-tiwa-peristiwa dalam cara yang
menyebabkan individu dapat menyesuaikan difi. Seperti dikatakan oleh seorang
penulis, "Apabila kebutuhan untuk mengu-asai adalah sama sekali atau untuk
sebagian terbesar gagal dalam jangka waktu yang lama, maka individu pasti tidak
dapat menyesuaikan difi" (Carroll, 1951).
Gagasan ini jelas berguna tetapi tidak
memperhitungkan kelemahan-kele-mahan individual. Kebanyakan orang tidak
memiliki kemampuan yang di-tuntut oleh penguasaan itu. Pemimpin-pemimpin,
orang-orang genius, dan orang-orang yang IQ-nya di atas rata-rata mungkin
diharapkan memperlihatkan penguasaan yang luar biasa itu, tetapi meskipun
demikian orang-orang ini pun sering mengalami kegagalan. Ini justru
mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki tingkat penyesuaian dirinya
sendiri, yang ditentukan oleh kapasitas-kapasitas bawaan,
kecenderungan-kecenderungan yang diperoleh, dan peng-alaman. Memburuknya
kesehatan yang dialami oleh banyak tentara terjadi karena stres yang
ditimbulkan oleh peperangan. Mereka menjadi korban kele-lahan pertempuran atau
cacat neuropsikiatrik. Orang-orang ini bila berhadap-an dengan
percobaan-percobaan dan tuntutan-tuntutan kehidupan warga negara biasa yang
tidak begitu keras mungkin tidak akan mengalami simtom-simtom yang melumpuhkan.
Kegagalan dalam menyesuaikan diri sering kali ditentukan oleh hubungan antara
kapasitas individu dalam menyesuaikan diri dan kualitas dari tuntutan-tuntutan
yang dikenakan kepadanya.
0 comments:
Post a Comment