Fasilitasi sosial (social
facilitation) adalah peningkatan intensitas perilaku oieh kehadiran orang lain.
Fasilitasi sosial berbeda dengan perilaku menular (contagious behaviour) yang
merupakan perilaku meniru (imitasi) dan menyangkut transformasi informasi
dengan hasil jangka panjang adalah belajar sosial (social learning). Perilaku
menular adalah dorongan dan dalam (imitasi) sedangkan dalam fasilitasi sosial
adalah dorongan dan luar.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
fasilitasi sosial adalah (dalam Sarwono,2001: 99-101):
a. Faktor kedekatan atau keakraban,
misalnya teman dekat dan keluarga.
b. Kecenderungan mengunggulkan
jenis kelamin sendiri (sexism).
c. Musik, terutama jenis musik
yang mendorong agresivitas.
Sedangkan pemalasan sosial
(social loafing) yaitu individu, sebagai anggota kelompok yang bekerja kurang
keras jika bersama-sama dengan kelompoknya, dibandingkan dengan jika dia
bekerja seorang diri.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pemalasan sosial adalah
(dalam Sarwono, 2001:104):
a. Faktor-faktor rasional,
normatif dan afektif dan menumpang kesuksesan orang lain (free riding).
Penumpang bebas (free riding) adalah orang yang mendapatkan keuntungan dari
kelompok, namun hanya memberikan kontribusi yang sangat sedikit (Myers,
2012:365).
b. Ketidakjelasan tugas dan
faktor intrinsik yang rendah.
c. Orang tidak mau rajin jika
yang lain malas (sucker effect).
d. Pengambilalihan peran.
e. Kuatnya kultur individualis
daripada kultur kolektivisme.
f. Jika tidak ada insentif,
pembagian tanggung jawab yang jelas, tidak adanya pekerjaan.
Selain fasilitasi sosial dan
pemalasan sosial, terdapat juga deindivisuasi sebagai bentuk perilaku dalam
kelompok yang lain. Deindividuasi adalah hilangnya kewaspadaan diri dan
penangkapan evaluasi, terjadi dalam situasi kelompok yang mendukung respons
terhadap norma kelompok, baik atau buruk (Myers, 2012:369). Hal ini dapat
terjadi ketika tingkat keterbangkitan sosial tinggi dikombinasikan dengan
kebingungan tanggung jawab, dimana orang dapat menelantarkan pengendalian
dirinya yang biasa dan kehilangan perasaan individualitasnya.
Definisi lainnya adalah keadaan
hilangnya kesadaran akan diri sendiri (self awareness) dan pengertian evaluatif
terhadap diri sendiri (evaluation apprehension) dalam situasi kelompok yang
memungkinkan anonimitas dan mengalihkan atau menjauhkan perhatian dari individu
(Festinger, Pepitone & Newcomb, 1952 dalam Sarwono, 2001:108).
Deindividuasi semacam ini terjadi ketika orarT berada dalam kelompok besar,
adanya anonimitas fisik, terstimulus dan terabaikan. Hasil berkurangnya
kesadaran diri dan pengendalian diri cenderung mengarah pada responsivitas
individu terhadap situasi yang tiba-tiba, baik itu positif maupun negatif.
Deindividuasi berkurang ketika kesadaran diri tinggi.
Keadaan deindividuasi dapat
membawa individu kepada perilaku di luar batas-batas norma, dapat juga terjadi
di kota-kota besar yang padat penduduk dimana dapat memunculkan adanya perilaku
vandalisme. Namun dengan adanya peningkatan kesadaran diri misalnya karena
adanya cermin, kamera televisi dan juga kamera CCTV. Selain itu kondisi seperti
lampu jalan yang terang, adanya papan nama, suasana yang terkontrol dalam kota
kecil yang saling mengenal satu sama lain, di sekitar rumah sendiri, dan
sebagainya mampu menurunkan perilaku deindividuasi.
0 comments:
Post a Comment