Friday 20 November 2015

Fasilitasi sosial (social facilitation) adalah peningkatan intensitas perilaku oieh kehadiran orang lain. Fasilitasi sosial berbeda dengan perilaku menular (contagious behaviour) yang merupakan perilaku meniru (imitasi) dan menyangkut transformasi informasi dengan hasil jangka panjang adalah belajar sosial (social learning). Perilaku menular adalah dorongan dan dalam (imitasi) sedangkan dalam fasilitasi sosial adalah dorongan dan luar.
Beberapa faktor yang mempengaruhi fasilitasi sosial adalah (dalam Sarwono,2001: 99-101):
a. Faktor kedekatan atau keakraban, misalnya teman dekat dan keluarga.
b. Kecenderungan mengunggulkan jenis kelamin sendiri (sexism).
c. Musik, terutama jenis musik yang mendorong agresivitas.
Sedangkan pemalasan sosial (social loafing) yaitu individu, sebagai anggota kelompok yang bekerja kurang keras jika bersama-sama dengan kelompoknya, dibandingkan dengan jika dia bekerja seorang diri. 

Beberapa faktor yang mempengaruhi pemalasan sosial adalah (dalam Sarwono, 2001:104):
a. Faktor-faktor rasional, normatif dan afektif dan menumpang kesuksesan orang lain (free riding). Penumpang bebas (free riding) adalah orang yang mendapatkan keuntungan dari kelompok, namun hanya memberikan kontribusi yang sangat sedikit (Myers, 2012:365).
b. Ketidakjelasan tugas dan faktor intrinsik yang rendah.
c. Orang tidak mau rajin jika yang lain malas (sucker effect).
d. Pengambilalihan peran.
e. Kuatnya kultur individualis daripada kultur kolektivisme.
f. Jika tidak ada insentif, pembagian tanggung jawab yang jelas, tidak adanya pekerjaan.

Selain fasilitasi sosial dan pemalasan sosial, terdapat juga deindivisuasi sebagai bentuk perilaku dalam kelompok yang lain. Deindividuasi adalah hilangnya kewaspadaan diri dan penangkapan evaluasi, terjadi dalam situasi kelompok yang mendukung respons terhadap norma kelompok, baik atau buruk (Myers, 2012:369). Hal ini dapat terjadi ketika tingkat keterbangkitan sosial tinggi dikombinasikan dengan kebingungan tanggung jawab, dimana orang dapat menelantarkan pengendalian dirinya yang biasa dan kehilangan perasaan individualitasnya.

Definisi lainnya adalah keadaan hilangnya kesadaran akan diri sendiri (self awareness) dan pengertian evaluatif terhadap diri sendiri (evaluation apprehension) dalam situasi kelompok yang memungkinkan anonimitas dan mengalihkan atau menjauhkan perhatian dari individu (Festinger, Pepitone & Newcomb, 1952 dalam Sarwono, 2001:108). Deindividuasi semacam ini terjadi ketika orarT berada dalam kelompok besar, adanya anonimitas fisik, terstimulus dan terabaikan. Hasil berkurangnya kesadaran diri dan pengendalian diri cenderung mengarah pada responsivitas individu terhadap situasi yang tiba-tiba, baik itu positif maupun negatif. Deindividuasi berkurang ketika kesadaran diri tinggi.

Keadaan deindividuasi dapat membawa individu kepada perilaku di luar batas-batas norma, dapat juga terjadi di kota-kota besar yang padat penduduk dimana dapat memunculkan adanya perilaku vandalisme. Namun dengan adanya peningkatan kesadaran diri misalnya karena adanya cermin, kamera televisi dan juga kamera CCTV. Selain itu kondisi seperti lampu jalan yang terang, adanya papan nama, suasana yang terkontrol dalam kota kecil yang saling mengenal satu sama lain, di sekitar rumah sendiri, dan sebagainya mampu menurunkan perilaku deindividuasi. 

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget