Di atas telah diutarakan bahwa
dalam berpikir orang mengolah, mengorganisasikan bagian-bagian dari
pengetahuannya, sehingga pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang tidak
teratur menjadi tersusun merupakan kebulatan-kebulatan yang dapat dikuasai atau
dipahami. Dalam hal ini orang dapat mendekati masalah itu melalui beberapa
cara:
a. Berpikir Induktif Berpikir
induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang ber-langsung dari khusus menuju
kepada yang. umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu dari
berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan bahwa
ciri-ciri/sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena tadi. Beberapa
contoh sebagai penjelasan:
1) Seorang ahli psikologi
mengadakan penyelidikan dengan observasi. Bayi A setelah dilahirkan segera
menangis, bayi B. juga begitu, bayi C, D, E, F, dan seterusnya de-mikian pula.
Kesimpulan "semua bayi yang normal segera menangis pada waktu
dilahirkan". Seorang guru mengadakan eksperimen-eksperimen me-nanam
biji-bijian bersama murid-muridnya; jagung di-tanam, tumbuh ke atas; kacang
tanah ditanam tumbuh-nya ke atas pula ; kacang merah ditanam dengan mata
lembaganya di sebelah bawah, tumbuhnya ke atas pula biji-biji yang lain
demikian pula. Kesimpulan: Semua batang tanaman tumbuhnya ke atas mencari sinar
mata-hari.
Tepat atau tidaknya kesimpulan
(cara berpikir) yang diambil secara induktif ini terutama bergantung kepada
representatif atau tidaknya sampel yang diambil yang mewakili fenomena
keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang diambil berarti makin
re-presentatif, dan makin besar pula taraf dapat dipercaya (validitas) dari
kesimpulan itu; dan sebaliknya. Taraf validitas kebenaran kesimpulan itu masih
ditentukan pula oleh obyek-tivitas dari si pengamat dan homogenitas dari
fenomena-fenomena yang diselidiki.
b. Berpikir Deduktif Sebaliknya
dari berpikir induktif, maka berpikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang
umum menuju kepada yang khusus. Dalam cara berpikir ini, orang bertolak dari
suatu teori ataupun prinsip ataupun kesimpulan yang dianggap-nya benar dan
sudah bersifat umum. Dari situ is menerapkan-nya kepada fenomena-fenomena yang
khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut.
Contoh sebagai penjelasan:
1) Manusia semua akan mati
(kesimpulan umum) Jamilah adalah manusia (kesimpulan khusus) Jamilah akan mati
(kesimpulan deduksi)
2) Semua logam jika dipanaskan
memuai (kesimpulan umum) Besi adalah logam (kesimpulan khusus) Besi jika
dipanaskan memuai (kesimpulan deduksi) Ada pula semacam kesimpulan deduksi yang
tidak dapat kita terima kebenarannya, yang disebut silogisme semu.
Contoh: Semua manusia bernafas
dengan paru-paru (premis mayor) Anjing bernafas dengan paru-paru (premis minor)
Karena itu anjing adalah manusia (kesimpulan yang salah).
c. Berpikir Analogis Analogi
berarti persamaan atau perbandingan. Berpikir analo-gis ialah berpikir dengan
jalan menyamakan atau memper-bandingkan fenomena-fenomena yang biasa/pernah
dialami. Di dalam cara berpikir ini, orang beranggapan bahwa kebenar-an dari
fenomena-fenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi fenomena yang
dihadapi sekarang.
Contoh: Setiap hari kira-kira jam
11.00 udara di atas kota Bogor kelihatan berawan tebal; dan tidak lama se-sudah
itu hujan lebat turun sampai sore. Pada suatu hari kira-kira jam 11.00 udara di
atas kota Bogor berawan tebal. Kesimpulannya: "sudah tentu sebentar lagi
akan turun lagi hujan lebat sampai sore".
Kesimpulan yang diambil dari
berpikir analogis ini kebenaran nya lebih kurang dapat dipercaya. Kebenarannya
ditentukan oleh faktor "kebetulan" dan bukan berdasarkan perhitungan
yang tepat. Dengan kata lain: validitas kebenarannya sangat rendah.
0 comments:
Post a Comment