Persepsi sosial merupakan proses yang
berlangsung pada diri kita untuk mengetahui dan mengevaluasi orang lain. Dengan
proses itu, kita membentuk kesan tentang orang lain. Kesan yang kita bentuk
didasarkan pada informasi yang tersedia di lingkungan, sikap kita terdahulu
tentang rangsang-rangsang yang relevan, dan mood kita saat ini. Manusia
cenderung beroperasi di bawah bias-bias tertentu ketika membentuk kesan tentang
orang lain. Contohnya, ketika cenderung berpersepsi bahwa orang yang berpakaian
rapi sebagai orang baik (baik hati, dermawan, pintar, atau menyenangkan)
daripada orang yang pakaiannya berantakan.
Dalam psikologi sosial, kecenderungan
menilai baik orang lain dari penampilannya terdahulu yang dianggap baik disebut
dengan efek halo. Di sisi lain, kita juga bisa menilai orang yang berpakaian
tidak rapi, mempunyai rambut gondrong dan acak-acakan, serta cara bicara yang
apa adanya sebagai orang yang tidak baik, sembarangan, atau tidak
berpendidikan. Apa yang ditampilkan orang lain secara fisik memengaruhi cara
kita menilai aspek psikologisnya. Meskipun kecenderungan ini tidak serta-merta
memberikan pengetahuan dan pemahaman yang tepat tentang orang lain, orang-orang
cenderung mempertahankannya sebab setiap orang membutuhkan pegangan dan
petunjuk tentang siapa orang lain yang sedang dihadapinya.
Proses persepsi sosial dimulai dari
pengenalan terhadap tanda-tanda nonverbal atau tingkah laku nonverbal yang
ditampilkan orang lain. Tanda-tanda nonverbal ini merupakan informasi yang
dijadikan bahan untuk mengenali dan mengerti orang lain secara lebih jauh. Dari
informasi-informasi nonverbal, kita membuat penyimpulan-penyimpulan tentang apa
kira-kira yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Kemudian, ungkapan-ungkapan
verbal melengkapi penyimpulan-penyimpulan dari tanda-tanda nonverbal.
Dengan menggunakan informasi-informasi
dari tingkah laku nonverbal dan verbal, kita membentuk kesan-kesan tentang
orang lain. Kita bisa mendapat kesan apakah orang lain yang kita temui ramah,
baik hati, judes, pelit, pemarah, pintar, dan sebagainya. Kesan-kesan itu tidak
kita kenali secara sendiri-sendiri, melainkan kita perbandingkan satu sama lain
untuk mendapatkan kesan yang lebih menyeluruh tentang orang lain. Asch (1946)
menunjukkan bahwa orang melakukan persepsi terhadap sifat-sifat dalam
hubungannya satu sama lain, sehingga sifat-sifat itu dipahami sebagai bagian
yang terintegrasi dengan kepribadian orang yang memilikinya. Sekali kita
membentuk kesan tentang orang lain, kita cenderung tidak suka mengubahnya
bahkan jika kita menemukan fakta yang bertentangan dengan kesan itu.
Pembentukan kesan didasari oleh kegiatan atribusi. Dalam proses persepsi
sosial, atribusi merupakan langkah awal dari pembentukan kesan. lstilah
atribusi secara umum merujuk pada proses mengenali penyebab dari tingkah laku
orang lain dan sekaligus memperoleh pengetahuan tentang sifat-sifat serta
disposisi-disposisi yang menetap pada orang lain (lihat di antaranya Heider,
1958; Jones & Davis, 1965; Kelley, 1972; Graham & Folkes, 1990; Read
& Miller, 1998).
thx for sharing yah kak
ReplyDeletekatalog jsm