Manusia merupakan makhluk hidup
yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup yang lain.
Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan
mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan-perubahan dalam segi fisiologis
maupun perubahan-perubahan dalam segi psikologis. Bagaimana manusia berkembang
dibicarakan secara mendalam dalam psikologi perkembangan sebagai salah satu
psikologi khusus yang membicarakan tentang masalah perkembangan manusia. Dalam
kesempatan ini akan diketengahkan mengenai faktor-faktor yang akan menentukan
dalam perkembangan manusia. Mengenai faktor-faktor yang menentukan dalam
perkembangan manusia ternyata terdapat bermacam-macam pendapat dari para ahli,
sehingga pendapat-pendapat itu menimbulkan bermacam-macam teori mengenai
perkembangan manusia. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lain, bahkan
ada yang bertentangan satu dengan yang lain.
Teori-teori Derkembangan tersebut
adalah:
a. Teori nativisme.
Teori ini menyatakan
bahwa perkembangan manusia itu akan ditentukan oleh faktor-faktor nativus,
yaitu faktor-faktar keturunan yang merupakan faktor-faktor yang dibawa oleh
individu pada waktu dilahirkan. Menurut teori ini, sewaktu individu dilahirkan
telah membawa sifat-sifat tertentu, dan sifat-sifat inilah yang akan menentukan
keadaan individu yang bersangkutan, sedangkan faktor lain yaitu lingkungan,
termasuk di dalamnya pendidikan dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap
perkembangan individu itu. Teori ini dikemukakan oleh Schopen Hauer (Bigot,
Kohstamm, Potland, 1950). Teori ini menimbulkan pandangan bahwa seakan-akan
manusia telah ditentukan oleh sifat-sifat sebetumnya, yang tidak dapat diubah,
sehingga individu akan sangat tergantung kepada sifat-sifat yang diturunkan
oleh orang tuanya. Bila orang tuanya baik seseorang akan menjadi baik, dan
sebaliknya, bila orang tuanya jahat seseorang akan menjadi jahat; sifat baik
atau jahat itu tidak dapat diubah oleh kekuatan-kekuatan lain. Teori ini
me-nimbulkan konsekuensi pandangan bahwa manusia bila dilahirkan baik akan
tetap baik, sebaliknya, bila manusia dilahirkan jahat akan tetap menjadi jahat,
yang tidak dapat diubah oleh pendidikan dan lingkungan. Karena itu teori ini
dalam pendidikan menimbulkan pandangan yang pesimistis, yang memandang
pendidikan sebagai suatu usaha yang tidak berdaya menghadapi perkembangan
manusia. Teori ini lebih jauh dapat menimbulkan suatu pendapat bahwa untuk
menciptakan masyarakat yang baik, langkah yang dapat diambil adalah mengadakan
seleksi terhadap anggota masyarakat. Anggota masyarakat yang tidak baik tidak
diberi kesempatan untuk berkembang, karena ini akan memberikan keturunan yang
tidak baik pula. Tetapi, teori ini ternyata tidak dapat diterima oleh ahli-ahli
lain. lni terbukti dengan adanya teori-teori lain, di antaranya seperti yang
dikemukakan oleh William Stern.
b. Teori empirisme.
Teori ini
menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan ditentukan oleh empirinya
atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh selama perkembangan individu itu.
Dalam pengertian itu, pengalaman termasuk juga pendidikan yang diterima oleh
individu yang bersangkutan. Menurut teori ini, individu yang dilahirkan itu
sebagai kertas atau meja yang putih bersih yang belum ada tulisan-tulisannya.
Akan menjadi apakah individu itu kemudian, tergantung kepada apa yang akan
dituliskan di atasnya. Karena itu, peranan para pendidik dalam hal ini sangat
besar. Pendidiktah yang akan menentukan keadaan individu itu di kemudian hari.
Karena itu, aliran atau teori ini dalam lapangan pendidikan menimbulkan
pandangan yang optimistis yang memandang bahwa pendidikan merupakan usaha yang
cukup mampu untuk membentuk pribadi individu. Teori empirisme ini dikemukakan
oleh John Locke, juga sering dikenal dengan teori tabularasa, yang memandang
keturunan atau pembawaan tidak mempunyai peranan. Kedua teori di atas merupakan
teori-teori yang sating bertentangan satu dengan yang lain. Teori nativisme
sangat menitikberatkan pada segi keturunan atau pembawaan, sebaliknya teori empirisme
sangat menitikberatkan pada empiri atau pada lingkungan. Keduanya merupakan
teori yang berat sebelah. Terkait dengan hal tersebut, adanya usaha untuk
menggabungkan kedua teori ini merupakan teori konvergensi.
c. Teori konvergensi.
Teori ini
merupakan teori gabungan (konvergensi) dari kedua teori tersebut di atas, yaitu
suatu teori yang dikemukakan oleh William Stern. Menurut W. Stern, pembawaan,
pengalaman dan lingkungan mempunyai peranan yang penting di dalam perkembangan
individu. Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa
sejak lahir (faktor endogen) maupun faktor lingkungan (termasuk pengalaman dan
pendidikan) yang merupakan faktor eksogen. Penyelidikan dari W. Stern
memberikan bukti tentang kebenaran dari teorinya. W. Stern mengadakan
penyelidikan dengan anak-anak kembar di Hamburg. Dilihat dari segi faktor
endogen atau faktor genetik anak yang kembar mempunyai sifat-sifat keturunan
yang dapat dikatakan sama. Anak-nak tersebut dipisahkan dari pasangannya dan
ditempatkan pada pengaruh lingkungan yang berbeda satu dengan yang lain.
Pemisahan itu segera dilaksanakan setelah kelahiran. Akhirnya, anak-anak itu
mempunyai sifat-sifat yang berbeda satu dengan yang lain, sekalipun secara
keturunan mereka dapat dikatakan relatif mempunyai kesamaan. Perbedaan sifat
yang ada pada anak itu disebabkan karena pengaruh lingkungan di mana anak
tersebut berada. Dengan keadaan ini dapat dinyatakan bahwa faktor pembawaan
tidak menentukan secara mutlak, pembawaan bukan satu-satunya faktor yang menentukan
pribadi atau struktur kejiwaan seseorang. Penyelidikan semacam itu banyak
dilakukan di tempat-tempat lain di antaranya di Chicago dan di Texas. Dart
uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perkembangan individu itu akan
ditentukan baik oleh faktor pembawaan (dasar) atau faktor endogen, maupun oleh
faktor keadaan atau lingkungan atau eksogen.
izin copy
ReplyDeletekeren banget suka deh bacanya
ReplyDeleteroyal vkb alfamart
boleh minta daftar pustakanya ga min?
ReplyDelete