Wednesday, 23 December 2015

Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup yang lain. Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan-perubahan dalam segi fisiologis maupun perubahan-perubahan dalam segi psikologis. Bagaimana manusia berkembang dibicarakan secara mendalam dalam psikologi perkembangan sebagai salah satu psikologi khusus yang membicarakan tentang masalah perkembangan manusia. Dalam kesempatan ini akan diketengahkan mengenai faktor-faktor yang akan menentukan dalam perkembangan manusia. Mengenai faktor-faktor yang menentukan dalam perkembangan manusia ternyata terdapat bermacam-macam pendapat dari para ahli, sehingga pendapat-pendapat itu menimbulkan bermacam-macam teori mengenai perkembangan manusia. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lain, bahkan ada yang bertentangan satu dengan yang lain. 
Teori-teori Derkembangan tersebut adalah:
a. Teori nativisme. 
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia itu akan ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktar keturunan yang merupakan faktor-faktor yang dibawa oleh individu pada waktu dilahirkan. Menurut teori ini, sewaktu individu dilahirkan telah membawa sifat-sifat tertentu, dan sifat-sifat inilah yang akan menentukan keadaan individu yang bersangkutan, sedangkan faktor lain yaitu lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan individu itu. Teori ini dikemukakan oleh Schopen Hauer (Bigot, Kohstamm, Potland, 1950). Teori ini menimbulkan pandangan bahwa seakan-akan manusia telah ditentukan oleh sifat-sifat sebetumnya, yang tidak dapat diubah, sehingga individu akan sangat tergantung kepada sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tuanya. Bila orang tuanya baik seseorang akan menjadi baik, dan sebaliknya, bila orang tuanya jahat seseorang akan menjadi jahat; sifat baik atau jahat itu tidak dapat diubah oleh kekuatan-kekuatan lain. Teori ini me-nimbulkan konsekuensi pandangan bahwa manusia bila dilahirkan baik akan tetap baik, sebaliknya, bila manusia dilahirkan jahat akan tetap menjadi jahat, yang tidak dapat diubah oleh pendidikan dan lingkungan. Karena itu teori ini dalam pendidikan menimbulkan pandangan yang pesimistis, yang memandang pendidikan sebagai suatu usaha yang tidak berdaya menghadapi perkembangan manusia. Teori ini lebih jauh dapat menimbulkan suatu pendapat bahwa untuk menciptakan masyarakat yang baik, langkah yang dapat diambil adalah mengadakan seleksi terhadap anggota masyarakat. Anggota masyarakat yang tidak baik tidak diberi kesempatan untuk berkembang, karena ini akan memberikan keturunan yang tidak baik pula. Tetapi, teori ini ternyata tidak dapat diterima oleh ahli-ahli lain. lni terbukti dengan adanya teori-teori lain, di antaranya seperti yang dikemukakan oleh William Stern.
b. Teori empirisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan ditentukan oleh empirinya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh selama perkembangan individu itu. Dalam pengertian itu, pengalaman termasuk juga pendidikan yang diterima oleh individu yang bersangkutan. Menurut teori ini, individu yang dilahirkan itu sebagai kertas atau meja yang putih bersih yang belum ada tulisan-tulisannya. Akan menjadi apakah individu itu kemudian, tergantung kepada apa yang akan dituliskan di atasnya. Karena itu, peranan para pendidik dalam hal ini sangat besar. Pendidiktah yang akan menentukan keadaan individu itu di kemudian hari. Karena itu, aliran atau teori ini dalam lapangan pendidikan menimbulkan pandangan yang optimistis yang memandang bahwa pendidikan merupakan usaha yang cukup mampu untuk membentuk pribadi individu. Teori empirisme ini dikemukakan oleh John Locke, juga sering dikenal dengan teori tabularasa, yang memandang keturunan atau pembawaan tidak mempunyai peranan. Kedua teori di atas merupakan teori-teori yang sating bertentangan satu dengan yang lain. Teori nativisme sangat menitikberatkan pada segi keturunan atau pembawaan, sebaliknya teori empirisme sangat menitikberatkan pada empiri atau pada lingkungan. Keduanya merupakan teori yang berat sebelah. Terkait dengan hal tersebut, adanya usaha untuk menggabungkan kedua teori ini merupakan teori konvergensi.


c. Teori konvergensi. 
Teori ini merupakan teori gabungan (konvergensi) dari kedua teori tersebut di atas, yaitu suatu teori yang dikemukakan oleh William Stern. Menurut W. Stern, pembawaan, pengalaman dan lingkungan mempunyai peranan yang penting di dalam perkembangan individu. Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir (faktor endogen) maupun faktor lingkungan (termasuk pengalaman dan pendidikan) yang merupakan faktor eksogen. Penyelidikan dari W. Stern memberikan bukti tentang kebenaran dari teorinya. W. Stern mengadakan penyelidikan dengan anak-anak kembar di Hamburg. Dilihat dari segi faktor endogen atau faktor genetik anak yang kembar mempunyai sifat-sifat keturunan yang dapat dikatakan sama. Anak-nak tersebut dipisahkan dari pasangannya dan ditempatkan pada pengaruh lingkungan yang berbeda satu dengan yang lain. Pemisahan itu segera dilaksanakan setelah kelahiran. Akhirnya, anak-anak itu mempunyai sifat-sifat yang berbeda satu dengan yang lain, sekalipun secara keturunan mereka dapat dikatakan relatif mempunyai kesamaan. Perbedaan sifat yang ada pada anak itu disebabkan karena pengaruh lingkungan di mana anak tersebut berada. Dengan keadaan ini dapat dinyatakan bahwa faktor pembawaan tidak menentukan secara mutlak, pembawaan bukan satu-satunya faktor yang menentukan pribadi atau struktur kejiwaan seseorang. Penyelidikan semacam itu banyak dilakukan di tempat-tempat lain di antaranya di Chicago dan di Texas. Dart uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perkembangan individu itu akan ditentukan baik oleh faktor pembawaan (dasar) atau faktor endogen, maupun oleh faktor keadaan atau lingkungan atau eksogen. 

3 comments:

Blog Archive

Powered by Blogger.

Apakah ilmu yang ada di blog ini bermanfaat ?

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget